Jumat, 15 Maret 2024

The Development of "Development" - Ariel Heryanto

Mendekati akhir abad kedua puluh, mayoritas kita yang telah bersekolah membiasakan diri melihat matahari terbit dari arah timur setiap pagi. Kita juga mempercayai penglihatan kita, meskipun matahari tidak pernah terbit di horizon lagi. Persepsi kita ditipu oleh rotasi bumi, meskipun matahari terbit setiap pagi. Ini bukan berarti kita tidak sadar terkait fakta ini.

Daya hidup dan daya tipu rotasi bumi adalah sebesar daya hidup dan daya tipu dari kata-kata yang ada di dalam bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Perbedaannya adalah, tak seperti kata, rotasi bumi bukan merupakan produk dari buruh manusia. Dalam beberapa dekade terakhir, negara Indonesia tidak hanya dibangunkan oleh matahari yang terbit, tetapi juga oleh kata "pembangunan". Sebagaimana matahari, pembangunan tampak sebagai sesuatu yang tak dapat dielakkan.

Kata "pembangunan" termasuk bahasa lintas negara. Sepadan dengan berbagai bahasa dari berbagai negara dan tradisi, pembangunan dianggap sebagai kerja besar dalam hidup manusia. Sebagaimana rotasi bumi, kata ini memberi daya hidup dan daya kerja kepada jutaan manusia. Pembangunan mempunyai kekuatan luar biasa untuk menipu dan jarang dipahami oleh orang-orang yang hidup di dalamnya.

"They believe what they "see", and with various methods, styles, attitudes, and purposes, they immerse themselves in Development."

Sudah tidak terhitung berapa banyak pidato, buku, seminar, dan berbagai macam propaganda, yang menggunakan tema "pembangunan". Barangkali juga tidak sedikit lagu, drama, slogan iklan, yang ditulis dengan bahasa yang bernada "matahari terbit dari timur" merupakan "kebenaran universal". Juga sudah tak terhitung banyak persetujuan serta keputusan ekonomi-politik muncul dari diskusi beragam dari pembangunan. Pembangunan tidak hanya dikoleksi, didistribusi, tetap juga dikonstruk, dipelihara, dan dibela. Sementara, hutan, lembah, sungai, laut, udara, kota, dan desa secara masif dirusak atas nama "pembangunan". Buruh dieksploitasi untuk "pembangunan". Segala bentuk pemahaman, penghormatan, kecantikan, dan gaya hidup dalam sistem relasi manusia secara masif berubah oleh program yang disebut "pembangunan".

Sebab inilah, istilah "realitas" dan "ilusi" itu nyata, dan realitas ada di dalam ilusi. Jelasnya, pembangunan tidak mencakup segala sesuatu di bumi pada hari ini, tetapi ini telah menjadi salah satu fokus perhatian terbesar bagi penduduk planet. Program pembangunan selalu berhubungan dengan penekanan mayoritas manusia, seperti pertumbuhan populasi dan kepadatan, kelaparan dan kemiskinan, lapangan pekerjaan, sumber daya manusia, industri, organisasi pemerintah, teknologi, dan militer. Masalahnya bukan saja pada ilusi itu sendiri, melainkan masalah real, material, dan objektif yang ada di luar pemahaman manusia, melebihi pemikiran dan bahasa sehari-hari. Jadi masalah ini tidak lepas dari identifikasi, pengamatan, interpretasi, dan signifikansi.

Sistem interpretatif yang menyebut "budaya" dan "bahasa", sebagaimana yang dinyatakan oleh Raymond Williams, dapat dipahami sebagai salah satu bagian penting dari sistem. Tanpa sistem ini, tidak ada realitas yang menjadi dipermasalahkan atau dipertanyakan. Dalam bahasa kontemporer kita, term ini memiliki karakteristik material, dan tampak sebagai masalah "pembangunan". Tanpa kata ini pun, atas masalah material, dapat disusun di dalam pikiran kita dan dikerjakan secara praktis dengan bentuk atau konten yang berbeda. Hilangnya kata "pembangunan" akan merobohkan bagian penting dari realitas yang saat ini dibentuk dari kata ini, dan tidak dapat diganti dengan kata lainnya.

Sistem budaya/pengetahuan/bahasa ini tidak jatuh dari langit dan tidak diciptakan sebagai peristiwa alam. Sistem dibentuk oleh dan pada waktu yang sama membentuk manusia dan lingkungan sosial mereka di dalam sejarah yang terus berubah dan berlanjut. Sejauh yang Ariel pelajari, bidang yang disebut sebagai "Studi Pembangunan" dan "Studi Bahasa" tidak secara langsung menjadi perhatian. Ini juga berarti tidak dilihat sebagai concern yang serius. Kebanyakan diskusi pembangunan merupakan jalan yang membawa aspek fiktif dan tidak jelas secara pendefinisian.

Denis Goulet, contohnya, mendiskusikan pembangunan sebagai pembebasan sejak awal 1970an. Lalu, Ivan Illich sebagai salah satu pengkritik utama telah menyerang citra dan penggunaan istilah "pembangunan". Dia menguji sejarah hegemoni Barat dan kemunculannya sebagai bagian dari perlengkapan kekuasaan Barat ke berbagai negara. HW Arndt sendiri secara metodis menggunakan "pembangunan ekonomi" untuk menjelaskan terkait negara persemakmuran. Di Indonesia sendiri, definisi "pembangunan" jauh dari pendiskusian. Buku dari Taliziduhu Ndraha contohnya, secara membosankan dan panjang menjelaskan terkait berbagai pengertian terkait pembangunan, termasuk yang diambil dari istilah "Development". Pembangunan sendiri merupakan bagian dari aktivitas kompetitif, meskipun beberapa pembangunan terlihat untuk melindungi budaya tidak seimbang dari kompetisi antara Barat dan Timur, Utara dan Selatan, Kaya dan Miskin.

Di Indonesia, Studi Pembangunan tidak bisa dikatakan kurang mendiskusikan terkait budaya, meskipun mayoritas beranggapan bahwa pembangunan di Indonesia berorientasi terhadap (pertumbuhan) ekonomi. Seperti Arief Budiman telah menyuarakan kritiknya sejak 1976. Dalam opininya, Arief mengkritik para intelektual Indonesia, diperdaya oleh teori modernisasi, memiliki begitu banyak tekanan yang datang dari faktor budaya dan spiritual dalam membahas terkait pembangunan, sementara ahli ekonomi hanya berpikir secara teknis saja. Arief meneruskan kritiknya terhadap model pembangunan yang beroperasi di Indonesia dan studi pembangunan oleh koleganya yang menggunakan pendekatan "struktural" Marxist.

Pembangunan berulang-ulang dipelajari dan tampak sangat radikal, tetapi tanpa perspektif dialektik "Pembangunan" dan Pembangunan. Sebab yang lebih nyata dalam keseharian adalah Pembangunan sebagai sistem ekonomi atau nilai budaya, meskipun budaya dan ekonomi adalah sesuatu yang konkret atau tidak hanya satu sasaran. Sementara, di dalam istilah "Pembangunan" hari ini, biasanya dipahami sebagai relasi terhadap modernisasi, pertumbuhan ekonomi, dan industrialisasi.

Menurut Ariel, "kekalahan" bekas daerah koloni seperti Indonesia dalam konfrontasinya di luar angkatan bersenjata tidak bisa dilepaskan dari "kekalahan" atau "kebingungan" dari bahasa dan dunia yang dibentuk oleh bahasa. Robohnya tradisi lama dari diskursus tidak bisa diganti dengan tradisi baru secara cukup efektif untuk merespons tantangan. Apakah bahasa "Pembangunan" adalah ilustrasi dari fenomena yang muncul dari tren tersebut.

Pembangunan juga bukan realitas yang eksis melampaui bahasa, di mana bahasa tidak hanya sebagai instrumen untuk mendiskusikan dan memberi nama bagi realitas di luar dirinya. Pembangunan tidak berhubungan dengan sejarah bahasa, atau tidak bebas dari sejarah "Pembangunan" itu sendiri.

Berikutnya, Ariel menjelaskan terkait biografi "Pembangunan". Setiap kata memiliki sejarah sosial, meski tidak semua kata memiliki makna yang sama pentingnya dalam kehidupan sosial. Kata "Pembangunan" hari ini di Indonesia tidak hanya menjadi apa yang disebut Raymond William sebagai kata kunci, tetapi juga menjadi dua kata kunci paling penting selain Pancasila, yang secara signifikan merupakan bentuk dari pemikiran.

Kata "Pembangunan" relatif baru di Indonesia. Namun dalam sejarahnya, maknanya terjadi di zaman modern, dan secara dasar merujuk pada realitas sosial yang modern dan kontemporer. Diturunkan pula dari akar katanya "bangun".

"Pembangunan" hanya digunakan untuk merujuk masyarakat kontemporer atau awal abad ini, dan lebih spesifik merujuk pada periode berakhir Perang Dunia II dan kemerdekaan berbagai negara.

Sementara itu, sejarah Pembangunan di Indonesia, terlebih saat era Orde Baru (Orba) telah dimulai sejak lahirnya REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) pertama pada tahun 1969.

Kata "pembangunan" digunakan secara berulang pada diskursus polemik kebudayaan pada tahun 1930an. Beberapa figurnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana, yang secara berulang menggunakan istilah "pembangunan" dan "membangunkan". Dia secara langsung mempublikasikan sebuah majalah ilustrasi (madjallah-dobel L) yang didasarkan pada demokrasi dan pembangunan manusia dengan judul Pembangoenan. Jika ada nominasi Bapak Pencetus Ide Pembangunan, STA bisa dinominasikan. Konteks pertumbuhan dari pemikiran nasional ini, yang menjadi dasar dari pengertian "pembangunan" di antaranya: membangkitkan, mengadakan, menciptakan, memperbaharui, cara hidup masyarakat yang awalnya terjajah. Spirit ini juga ada dalam lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dengan lirik "bangunlah jiwanya, bangunlah badannya".

Namun harus dicatat, "Pembangunan" di masa Orba oleh Soeharto, tidak sama dengan "Pembangoenan" yang dibahas oleh STA dalam Polemik Kebudayaan. Di masa Orba lekat dengan konsep “Bapakisme” yang menghirarkikan hubungan keluarga, siapa pemimpin, dan siapa anak buah.

Soekarno lebih dikenal karena revolusinya (Pemimpin Besar Revolusi), sedangkan Soeharto karena pembangunannya (Bapak Pembangunan). Di masa Soeharto pun, semua kabinet di masa itu disebut dengan Kabinet Pembangunan.

Ketidakseimbangan yang terjadi antara negara kuat dan lemah juga berhubungan dengan relasi kelompok sosial, termasuk interaksi antar-negara sehingga berkembanglah istilah "negara berkembang", yang faktanya tampak sangat jelas masuk ke dalam kategori negara lemah.

Secara dialektik, kata berkembang ini relatif memberi implikasi yang penting. Secara akar kata, berawal dari "kembang", merupakan proses alami tanaman dari benih hingga menjadi bunga, sehingga cukup menjadi tanaman dewasa.

Meski secara fundamental, "pembangunan" tidak merujuk pada proses alami, tapi proses yang mesinisasi, dengan orientasi produk artifisial sebagai hasilnya. Dalam pemikiran Marxist, "pembangunan" merupakan nominalisasi dari kata kerja transitif, kedua "pembangunan" merupakan nominalisasi dari kata kerja intransitif.

Tentu, fenomena ini tidak bisa direduksi hanya dengan penjelasan yang bersifat gramatikal.

Dari diskusi di atas, bisa disimpulkan:
1. Ada citra baru terkait Pembangunan yang diglorifikasi sejak sejarah kelahirannya di Indonesia.
2. Di dalam proses Pembangunan, ada hak khusus dan terlegitimasi yang diberikan oleh pihak yang merencanakan, mengontrol, dan menikmati buah dari Pembangunan.
3. Berkebalikkan dengan "perkembangan" yang berhubungan dengan proses alami, Pembangunan bersifat merusak alam sebagai sumber daya material dan bahan mentah.
4. Masih berhubungan dengan hal-hal seperti "membangun rumah", Pembangunan nasional menunjukkan pencepataan dari penciptaan bangunan fisik.

"Pembangunan" is not only an important product of the process of Pembangunan. "Pembangunan" is a core element and source of energy for the practice of Pembangunan."

ABSTRAK:

Tulisan The Development of “Development” merupakan esai yang ditulis oleh Ariel Heryanto dari judul asli “Pembangunan” dan Pembangunan, serta diterjemahkan oleh Nancy Lutz.

Heryanto, Ariel, and Nancy Lutz. "The development of" Development"." Indonesia 46 (1988): 1-24.

Link: https://www.jstor.org/stable/3351042

#31daysofindonesianscholars #arielheryanto #nancylutz #development

PROFIL SCHOLAR:

Ariel Heryanto merupakan akademisi yang lahir di Malang pada tahun 1954.  menyelesaikan pendidikan doktor Antropologi di Universitas Monash Australia (1994). Saat ini menjabat sebagai Direktur Monash Herb Feith Indonesia Engagement Centre di Monash University. Sebelumnya juga menjadi Ketua Pusat Kajian Asia Tenggara di Australian National University (ANU). Buku-bukunya yang penting untuk dibaca "Identitas dan Kenikmatan" (2015) dan "Perlawanan dalam Kepatuhan: Esai-Esai Budaya" (2000). Tulisan beliau lainnya bisa diakses di laman: arielheryanto.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar