Rabu, 30 Juni 2021

The Suffering of Being Bucin

"The truth is the key." And, "Honesty is the key." That's the main foundation from the relationship. The film titled "Bucin" (slave of love in Indonesia budak cinta) will teach us about that. Also the tendency how to go out from bucin pandemic? There are some keys, firstly, the rule number one is in the relationship the patience will make someone feels calm to love someone; cause when you calm, your heart rate in stability condition.

The story begins with four friends whose followed "Antibucin Class" (they believed the class will make someone more progress). They are Chandra Liow, Andovi da Lopez, Jovial da Lopez, and Tommy Limmm--and all actors have different character who strong here, I like it; most of them suffered bucin with their girlfriend and fiance. The level of bucin from basic to acute.  They felt bucin destroyed them so bad. In this class used the extreme method to purpose can make someone changes. "Sometimes we need the something extreme to change." Or this is just a bluff! Ha-ha.

The four men of bucin then entered to escape room. In there, they are interrogated by Vania (Susan Samah), Vania is Ph.D student in Psychology who takes the research about the human psyche in love; and the funny thing that I got, I found the epic word: "Demokrasi Gambreng (Blatant Democracy)". 

The escape room in  film "Bucin" (2020)

The reason why someone bucin is they are afraid lost the love. So, one who dominance will drive other to do anything--even it hurts themselves or other people. Man who suffers bucin will wait the partner approval and gives to many tolerance, although "the decisions that you make will affect to a lot of people." As the Jovial love story with Cilla (Kezia Aletheia), everyday, Jovial looks for the reason to love Cilla.

"I don't have feeling with her, in our fourth anniversary, she is selfie and I install the dating app. It's damn dog! ... In my heart says I want to break, but in my mind is not!"

And the other story, Tommy ever said: "Married is about two humans, isn't driven all by one partner." And it's true, because bucin, Andovi is driven by Kirana (Widika Sidmore), the peak is when Andovi presented his angry, "You are not respect my time, I have felt reluctant to pick up you!" also this dialogue, "We are deal, but you are cheat. Because you, many people loss. I can't loss in myself and other people bacause of you!"

And here, some lessons from this film:

  • The question is designed for yourself, that adjusted with your condition, although all of questions seem right. Whatever you choose, if you are brave, certainly will  be the way. The example question like: love yourself first or love her/him first? 
  • Love Life Live
  • That's love, forgive
  • First grade red color and second grade red color
  • I will marry if I can buy a house. (Jovial)
  • As a candidate of the head of family, I must be fast to take the decisions. (Tommy)
  • If you are lie, please direct to be honest, if you are not, she/he will be more bucin.

Selasa, 29 Juni 2021

The Couple Instinct

The life after married is never same again. And this damn right if wife's feeling is sensitive, although she doesn't know what husband's did in the out door, but with her instinct, she is feeling. The wife has a strong instinct. I learned this from the film "Honeymoon". The main actors are Al Fathir Muchtar (David) and Shireen Sungkar (Farah). 

When Farah goes a teen, there was bad accident, her close friend was raped, and then her friend suicide. Farah also have a bad moment, when her friend named Sherly (whose moral are broken) trapped Farah to masher man, and she almost raped. When Farah married, her trauma came. She suffers vaginismus; she always feels afraid when David persuaded her to making love. In David's perspective, the instinct's couple will be on after they do making love.

David, Farah, and their baby in film "Honeymoon" (2013)

The virgin issue was main here, I don't know, this film judged if the women who are not virgin are like the trashes. Because she doesn't treated as a human. I feel so heartbreaking when Rachel (Ardina Rasti) said:

"I am not virgin, and because that my husband doesn't treat me as a wife. I gave my virginity to false person, not for my husband. Last, I should be my virginity to the right man; when you do that, you are proper to treat as a wife."

Dramas then come in their household, from conflict with worked, the company, the secretary, the parent, etc. But farah's disease recovered when she helped her friend gave birth a baby. She became the impromptu midwife. And here, the other values that I took from this film:

  • Don't hang out with friends who have broken morals. (Farah's mom/Lydia Kandou)
  • To be a mother and struggle to be a mother are bigger than struggle to be a wife. (Farah)
  • Mother, be careful with my baby, it's not easy to make her/him. (David) 

Senin, 28 Juni 2021

Ketika Single, Bedakan Mana Penasaran dan Suka Beneran

Kemarin Rouf dan Fitri ngadain syukuran di kontrakan baru mereka di daerah sekitaran Baturaden, Gamping. Disuguhi berbagai macam makanan yang bikin kenyang: tempe goreng, tahu goreng, egg roll, trus ada minuman fermentasi bernama kombuca rasa lemon, anggur, dan apel. Juga main course masakan Fitri dan gurame bakar, sedap! (Makasi Rouf dan Fitri, langgeng-langgeng dan sentosa selalu). Datang pula Faksi juga sama teman-teman Arena. Ketika menunggu kawan-kawan yang lain datang, kami nonton film komedi besutan Raditya Dika berjudul "Single" di akun Netflix-nya Faksi. 

Film ini para pemain utamanya kebanyakan para komik tanah air, selain Radit yang berperan sebagai Ebi, juga ada Pandji Pragiwaksono (Wawan) dan Babe Cabitta (Victor). Kalau cari film Indonesia yang bisa bikin ketawa, ini bisa jadi pilihan sih. Lucu-lucu khas Radit dengan bahan pengalaman hidupnya. OST-nya berjudul Sementara Sendiri yang dinyanyikan Geisha enak juga didengar, yang bikin liriknya si Ariel NOAH. 

Angel dan Ebi di film Single (2015)
Secara garis besar, film ini cerita terkait single man desperately, Ebi, yang akhirnya bertemu dengan Angel (Annisa Rawless), seorang medical student dan bersosok feminin. Ebi mesti berhadapan dengan Joe (Chandra Liow) teman Angel sejak TK yang hanya dianggap sebagai kakak. Banyak moment-moment yang menurutku epik, misal ketika mobil kecil Ebi meledak, makan di rumah makan ikan tapi ikannya diambil dari aquarium, pemandangan Bali yang emang eksotis itu, pengalaman tinggal di kos yang desainnya unik (berwarna pastel dan banyak pernak-pernik yang manis), acara pernikahan di tengah hutan yang romantis buat Alva adik Ebi, hingga olahraga la-ala orang kaya bernama sky diving terjun payung dari atas pesawat.

Dan ini pelajaran dari film Single yang menarik:

  • Single gak selamanya bisa dipaksakan jadi pacaran.
  • Biasa aja, biasa aja.
  • Single itu juga bikin kita bahagia, yang salah kalau single maksa pacaran.
  • Kebahagiaan gak cuma dari mesraan, tapi juga ketiba bisa buat orang yang kau suka tersenyum, dan teman-teman dekat lo bahagia.
  • Gw bahagia lihat orang yang gw suka tersenyum
  • Gw bahagia karena gak mikirin bahagia diri gw doang, tapi juga kebahagiaan orang yang gw suka.
  • Kalau kita suka sama orang katanya IQ kita 10 persen turun tapi ada satu hal, lo harus bisa bedain, penasaran atau suka beneran. (Dan pesan ini menurutku yang paling penting, jangan memanipulasi diri sendiri pokoknya mah. Jangan meninggalkan hal yang baik, demi sesuatu yang sekadar menarik.)

Jumat, 25 Juni 2021

Masalah Orang Idealis Selanjutnya: Lama!

/1/

Harusnya udah lama sadar kalau yang material itu lebih nyata, sebagaimana pepatah "time doesn't exist, clocks exist." Sama kek perasaan sedih, senang, cinta; tapi ya bagaimana lagi, yang tidak terlihat ini lebih merepotkan dibanding apa yang nyata dan terlihat. Jadi adakah orang yang hanya percaya dunia material dan tak mempercayai sama sekali yang tidak material. Tunjukan saya orangnya.

Hari ini entah mengapa, saya tengah mengamati perilaku-perilaku dan perasaan-perasaan saya sendiri. Kemarin saya nonton film berjudul "Teman Tapi Menikah", ya, saya sadar, beberapa hari ini saya nonton film-film Indonesia yang judulnya menyek-menyek dengan tema seputar pernikahan. Well, saya tak malu menontonnya dan tak malu juga misal nanti ada yang menganggap saya picisan, ngepop, cringe, dan sekawanannya. Ada beberapa hal yang sebenarnya bisa saya petik:

Pertama, saya ternyata lebih menyukai film-film Indonesia daripada luar negeri. Saya pernah ada pengalaman nonton film luar negeri di bioskop di sebuah festival film begitu, pertama ceritanya sungguh jelek, kedua saya tak mengerti bahasanya meski disediakan terjemahan, ketiga sepanjang film berjalan saya benar-benar tak bisa menikmatinya, keempat, keluar bioskop lebih baik untuk psikologi saya dibanding saya memaksakan menonton. Pengalaman ini saya alami beberapa kali juga ketika saya copas film luar dari teman dan berujung tak ada kesan berarti bagi saya.

Kedua, bagi saya film-film Indonesia (yah se-cringe apa pun lah, ha-ha), masih bisa saya nikmati karena secara kebudayaan saya dekat; secara bahasa saya paham; dan yang paling penting saya terhibur. Tolong bedakan film Indonesia dan sinetron Indonesia. Ini beda tebalnya kelihatan. 

Lalu, kenapa saat ini saya nonton film Indonesia yang temanya pernikahan? Jawabannya fase hidup, saya tak mau di fase dan umur hidup saya sekarang, ketika menjalani pernikahan dan memilih calon (tak ingin) sebagaimana memilih kaktus dalam karung. Sebab itu, saya serius menimba ilmu dari film-film Indonesia terkait pernikahan. Dan setelah beberapa saya tonton, honestly, saya gak kecewa. Banyak pelajaran hidup yang bisa saya dapat. Mungkin pula dalam fase hidup saya yang lain, saya akan menonton film bertema anak dan keluarga--atau menjadi tua kemudian mati. Ya, saya kira.

/2/

Di film "Teman Tapi Menikah" saya seperti langsung tersadarkan atas pernyataan dari Ayu atau yang kerap disapa Ucha (Vanesha Prescilla) ini pada Ditto (Adipati Dolken)--yang jauh-jauh datang dari Bandung ke Jakarta cuma untuk menyatakan perasaan.

"Sorry telat, tadi shooting sama sutradara baru yang idealis, lama banget shooting-nya."

Jleb, saya semacam dapat gledek di kepala, benar juga ya, kebanyakan orang idealis memang lama. Nunggu segalanya sempurna dulu baru jalan. Hadaaah. Udah egois sama diri sendiri, lama lagi. Kalimat itu seperti menyadarkan saya, dan seolah saya menemukan jawaban akan kelamaan-kelamaan saya selama ini. 

Ayu dan Ditto dalam "Teman Tapi Menikah"
Ditto sudah lama melihat Ayu di TV sedari kecil, tapi sedekat-dekatnya Ditto sama Ayu, mereka dipisahkan layar kaca. Hingga akhirnya mereka sekolah dan Ditto merasa bahwa Ayu bukanlah malaikat tapi dia nyata. Ditto pun memanggil Ayu bukan dengan nama pasaran Ayu, tapi Ucha. "Gw gamau kayak orang kebanyakan, gw manggil dia Ucha."

Bekerja untuk Mendapat Apa yang Diinginkan

Yang saya suka dari sifat Ditto adalah dia pekerja keras. Pada suatu dinner bersama keluarga, Ditto menyampaikan keinginannya pada orangtua untuk dibelikan mobil. Tapi orangtuanya bilang, kalau mau mobil kerja! Dia pun curhat sama Ucha:

"Cha, gw pengen beli mobil, tapi sama orangtua gw disuruh beli sendiri."

"Ya kerja sesuai passion lo, passion lo apa?"

"Musik, perkusi." (Kalau di depan perkusi, Ditto lupa semuanya, keren Ditto terpancar berkat perkusi)

"Ya udah, mulai dari sana. Lo tabung, selesai."

Inget, uangnya ditabung!

Dan kata-kata dari Ucha begitu Ditto dalami. Menurunya: "Entah dapat pelet apa, setiap kata Ucha selalu buat diri gw termotivasi." Dan atas usahanya manggung dari satu cafe ke cafe lain, Ditto akhirnya bisa membeli vespa, lalu beberapa waktu kemudian setelah nabung tiga tahun bisa beli mobil sendiri: hasil tiga tahun nabung!

Ditto bertekad menjadi cowok yang bisa dibanggakan Ucha. Ditto akhirnya menjadi ketua OSIS hingga masuk TV dengan gayanya yang tengil, ha-ha.

"Gw akan jadi Ditto yang lebih baik buat Ucha."

Dan pengorbanan Ditto ini disadari oleh mantan Ditto bernama Dilla, yang pacaran hingga sekitar 4 tahun hingga di akhir-akhir mereka pacaran yang diomongin Dilla hanya soal married melulu.

"Semua kerja keras, semua prestasi, semua, semuanya kamu tujukan buat Ayu kan?" tanya Dilla.

Ha-ha, belum juga diperiksa, sudah divonis.

Jangan Bego, Sayang Juga Harus Milih-Milih

Bagi Ditto, saat Ucha sedih dikhianati oleh pacarnya bernama Dharma, kemudian Ditto mendalami kesedihan Ucha, terjadi percakapan menarik:

"Tapi Dit, gw kan sayang sama Dharma."

"Ya sih, harusnya gak bego juga. Sayang juga harus milih-milih."

Damn, right!

Menurut Ditto, rasa cinta itu datang seperti orang menunggu bus di sebuah halte: lo harus tahu nomor bis lu, yang itu sesuai sama tujuan lo, dan pastikan ada duit buat naik, wkwk.

Soal duit juga nih menurut Ayu, "Semua orang bisa jadi humble kalau dia gak punya duit, kalau punya duit beda lagi." Hm, kalau dilihat kenyataan ada benarnya juga sih, ha-ha.

Film ini sebenarnya merupakan film yang diadaptasi langsung dari cerita nyata Ayudia Bing Slamet dan Muhammad Pradana Budiarto. Dalam kehidupan sehari-hari ini sebenarnya cerita sejuta umat juga sih, kebanyakan jodoh kan hasil dari pertemanan juga. Ya kan???

Rabu, 23 Juni 2021

Penyakit Orang Idealis

This is my point: Kebanyakan orang idealis egois sama diri mereka sendiri, termasuk Satrio. Kesimpulan ini saya dapat setelah Dinda--dalam film "Kapan Kawin?" yang naskahnya ditulis oleh Monty Tiwa ini--memarahi Satrio, begini dialognya kira-kira setelah saya padatkan:

"Kamu bilang kamu sayang sama saya, kamu mau nikahi saya, kamu mau kasi saya makan apa? Itu bukan egois?" tanya perempuan yang juga dipanggil Didi itu pada pacar bayaran yang juga disapa Rio itu. 

Semua berawal saat seorang perempuan karier yang sukses bernama Dinda (Adinia Wirasti), yang posisinya bisa jadi adalah manager di sebuah hotel mewah di Jakarta, dia tengah galau. Didi adalah sosok idealis yang tanggap dan sangat care dengan karyawan. Usianya 33 tahun dan dipaksa untuk segera menikah oleh orangtuanya. Pertanyaan "Kapan Kawin?" selalu menghantui Dinda. Bapak Dinda mengibaratkan, jika Dinda adalah kapal perang, sirine tanda bahaya sudah berbunyi. "Apakah nunggu kapalmu ditorpedo Jepang?" begitu  pertanyaannya.

Dinda sebagai high quality jomblo merasa dirinya oleh orangtuanya mesti diruwat ganti nama biar enteng jodoh. Akhirnya orangtua Dinda (Pak Gatot dan Bu Dewi--orangtua Jawa) menjebak anaknya untuk pulang ke rumah yang ada di Jogja. Dekorasi rumah dalam film ini saya suka, nuansa unik dan vintage yang terasa. Dalam kepulangan itu, Dinda wajib membawa calon suami.

Orangtua Dinda ini tipe orang yang suka mengetes kelayakan mantu dengan interogasi di ruang makan: apakah calon menantu penganut seks bebas? Apakah pakai narkoba, mirasantika, dll? Pekerjaan apa dan bagaimana prospeknya? Ya, sungguh pertanyaan orangtua kelas menengah ke atas, mengidamkan menantu sempurna. Meski menantu sempura tak pernah ada. 

Kriteria menantu idealis oleh mertua idealis dalam film "Kapan Kawin?" (2015)

Eva, sahabat Dinda, akhirnya memperkenalkan Dinda dengan seniman/aktor jalanan bernama Satrio Maulana (Reza Rahardian). Pria tidak jelas, menggilai dunia keaktoran, suka demo, dan suka mengkritik kehidupan orang modern. Bagi Satrio, manusia modern amat sering menjaga sikap tapi tidak bisa menjadi diri mereka sendiri. Itu ia tunjukkan lewat performans gratisnya di jalanan. Satrio hafal dengan teori keaktoran Chekovian hingga Stanilavsky. Bahwa Akting adalah seni kejujuran, tapi seni akting dalam sinetron ada yang di level sangat rendah. Dan dia pede menyebut dirinya high actor.

Dinda memutuskan untuk menyewa Satrio sebagai pacar yang akan dikenalkan pada orangtuanya. Dinda membayar Satrio yang miskin dan tidak jelas itu dengan bayaran 15 juta. Ada obrolan yang saya kira menarik dalam tawar menawar harga itu:

"Anda tidak tertarik kembali ke dunia orang normal?" tanya Dinda yang kemudian ditertawakan oleh Satrio, yang ternyata bagi Satrio itu pertanyaan kasar. Baginya hidup Dinda sangat hedon, bahkan anting-kemeja yang dipakai Dinda harganya bisa memberi satu tahun makan anak jalanan. 

Sebab cukup menjanjikan, Satrio menerima tawaran itu. Dia pun merubah diri sebagai seorang pria metroseksual yang bergaya perlente, elite, wangi, dan rapi. Outfi-outfit Dinda juga kategori outfit perempuan metroseksual yang tegas, elegan, simple, dengan potongan-potongan yang tak biasa. Pun dengan outfit-outfit Satrio.

Tipe lain dari orang-orang metroseksual adalah ketika berbicara mesti diselingi dengan bahasa Inggris, misal janjian tepat waktu pagi, "Jam 7 sharp!" Satrio yang berubah nama menjadi Rio melakukan riset menjadi pria metroseksual sambil berjalan, misalnya merekonstruksi gaya dan wajah dengan mengamati gaya model di majalah penerbangan pesawat. Menurut Dinda, filosofi yang Satrio anut ruwet, yang dia inginkan adalah yang natural dan alami, confidence.

"Ada look, ada observasi wajah, tanam dalam hati, jadi proses alami!" dalih Satrio. Sedang ketika sampai di Jogja, wangi parfum Satrio mirip dengan wangi parfum Bendot, pembantu Rumah Tangga. Lalu Dinda memberikan parfumnya, ini nice scene banget sih, ha-ha. Bagaimana kelas sosial bisa ketahuan hanya dari wangi parfum.

Satrio (Reza Rahardian) menjelaskan penyakit orang modern
Satrio membatasi jam kerjanya, 16 jam tiap hari (dua kali rata-rata kerja orang normal) untuk jadi pacar bayaran Dinda yang memiliki pekerjaan sebagai Dokter Bedah Plastik. Di luar itu dia bisa bebas menjadi dirinya sendiri. Satrio sadar, perekonomian menjadi jalur sosial-budaya orang modern, sehingga dia membatasi jam kerjanya, jika selesai dia bilang, "Jam kerja saya habis."

Di sisi lain, Satrio memperhatikan sifat-sikap Dinda, dia tipe orang yang takut membuat orang lain kecewa. Semisal membuat kecewa orangtua, tapi Satrio bilang, "Sekali-kali kamu kecewa sama orangtua juga gak papa." Dinda juga orang yang bertanggungjawab, tapi ada ironi di sana. Seperti dalam dialog yang kira-kira begini, momen yang bagiku truely heartbreaking:

"Kamu udah kerja, itu tanggung jawab saya."

"Kamu jangan mikirin tanggung jawab, tanggung jawab dulu sama diri kamu sendiri, baru mikirin tanggung jawab sama orang lain. Kamu jungkir balik buat mereka seneng, tapi seneng yang kamu kasi ke mereka kayak cek kosong!" kata Satrio meluapkan kesalnya.

Tapi Dinda melakukan skak balik dengan pola kehidupan Satrio yang baginya tak bertanggungjawab terhadap hidupnya dan pekerjaannya. "Hasilnya apa? Kamu kelaparan Satrio. Kamu egois." Satrio terdiam kemudian bilang, "Saya kelaparan, kamu transfer uangnya ke Eva, jangan sampai telat!"

Saya juga memahami sisi lain dari manusia, bahwa ekspektasi yang tinggi membuat orang susah untuk jujur. Susah banget kata Didi. And that's true. Bahkan sesimpel mengakui jika makanan kesukaan kita adalah kepiting, karena orang lain sudah ekspektasi makanan kesukaan kita yang lain, yang dikira sama dengan mereka.

"Makanan kesukaan kamu apa?"

"Saya apa aja suka kok," khas jawaban perempuan dengan diksinya "terserah."

"Yang paling kamu suka?"

"Kepiting."

"Di situ ada?"

"Gak ada."

Yang bikin sedih tentu adalah ipar Didi bernama Jerry, pria metroseksual sejati. Jerry adalah suami saudara kandung Didi bernama Nadya atau Nana. Sebelum menikah, Jerry suka dengan Didi, tapi Nana suka sama Jerry dan akhirnya Didi melepaskan Jerry untuk saudaranya. Namun, kehidupan siapa tahu, yang kelihatan sempurna justru terjadi KDRT di dalamnya. Jerry sering main tangan sama Nana, hingga anaknya William pun membenci ayahnya. Meski Nana sering baik-baikin Jerry dengan bilang, "Jerry lebih sukses dari Rio" di depan Didi--Ya Allah, dialog simpel ini bener banget di kenyataan saat manusia suka membanding-bandingkan. Ya, bagi Jerry yang uang tak ada artinya itu, apa pun bisa dibeli dengan uang, tapi kata Didi, "Saya tidak pernah butuh uang kamu!"

Namun ada ucapan Jerry yang rasanya pengen saya pites-pites, ini terjadi ketika Jerry bertengkar dengan Satrio. Kata Jerry:

"Dia (Didi) perawan tua, desperated, siapa aja disikat. Termasuk orang rendahan kayak kamu!" Sebagai perempuan, sungguh ini pernyataan yang sangat-sangat menyakitkan. Damn, saya ikut ngrasain 'ucapan' yang bisa bikin orang nonjok ke muka orang yang ngatain ini. Hingga pisuhan Jawa yang diucapkan Didi dan Pak Gatot cocok untuk dilontarkan.

Di tengah segala perdebatan dan masalah tersebut, akhirnya Satrio sadar, membedakan antara misi buta dan misi masuk akal. Dia akhirnya membangun kariernya secara profesional, "Aku mau belajar buat ngilangin egois aku," Satrio, so deep.

Selasa, 22 Juni 2021

Pernikahan Adalah Bisnis?

Usai nonton film ini, ada satu pertanyaan yang mengganjal: "Bagaimana jika hidup kita sebenarnya memang telah diatur oleh suatu agensi yang entah darimana?" Sebagaimana kisah Arya (Marcell Darwin) dan Lia (Yuki Kato) dipersatukan berkat agensi yang diatur orangtua. Mereka adalah dua anak yang berteman sejak kecil ketika masih SD, lalu chemistry datang kembali ketika dewasa awal. Arya yang sedari kecil dimanja oleh orangtuanya, hingga ketika besar segala apa yang dia capai seperti bukan dari hasil kerjanya sendiri, tapi dari orangtuanya. Ya, begitulah sisi-sisi kejam meritrokasi bekerja.

Film Yuki Kato dan Marcell Darwin terkait pernikahan dalam film "Nikah Yuk!" (2019)

Orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya dalam banyak hal, termasuk jodoh, hingga melakoni pura-pura mati pun dilakukan. Atau masuk rumah sakit; tapi sejak kapan ketika seseorang masuk rumah sakit gak terjadi apa-apa? Tapi anak dan setiap manusia di mana pun memiliki dunia mereka sendiri, meski hati orangtua akan selalu tetap: gak ada orangtua yang mau melihat anaknya sedih, bahkan orangtua jauh lebih sakit ketika melihat anaknya sakit. Ya, sakit keras. Keras kaki, keras tangan. 

Lalu kawan-kawan Arya menghibur selesai dirinya mengadakan pameran fotografi, ketika Arya sedih bahwa pamerannya dinilai oleh wartawan sebagai pameran yang berantakan dan kebanyakan pesanan sponsor. "Ada banyak hal yang bisa jatuhin lo, yang penting kita have fun. Cheers!" hibur kawan Arya.

Arya sadar pula, dia dan pacarnya Neyna yang tak suka dengan hal kotor dan jorok itu tak saling klop dalam banyak hal. Terebih ketika Arya mengajak Neyna menikah, "Nikay Yuk!" Bagi Neyna pernikahan adalah bisnis. Jika dua orang tak saling menguntungkan, kenapa dilanjutkan? Sedang Lia menentang argumen menikah adalah bisnis, karena dalam pernikahan pasti ada yang akan mengalah. 

Bagi Arya cinta itu rumit, bagi Lia cinta itu sederhana, "Kalau bisa sederhana ngapain dibuat rumit?" begitu kata Lia yang iri ketika melihat acara besar seperti pernikahan, tapi dilaksanakan dengan tidak mewah dan heboh. Cukup sederhana, karena cinta terlahir dari hal yang sederhana. Dan saya suka dengan mimpi Arya, mimpi yang sederhana pula mungkin, katanya pada Lia: "Mimpi aku adalah ngebahagiain kamu." 

Tentu, setiap perempuan jika dikatakan kalimat itu akan terdiam mekar pelan-pelan. Ditambah ketika seorang perempuan tengah mengejar mimpinya tapi tak berhasil-hasil. Atau ketika seseorang ingin menikah tapi menunggu sukses, rasanya seperti diskak ketika aktor dari agensi bilang: "Nikah enggak, sukses juga enggak." Ha-ha. Dan bisa menikah saja itu sudah jadi ukuran sukses sendiri. Atau sukses yang bisa terjadi karena perpanjangan tangan seorang sahabat, sahabat Lia yang mengirim karya komik Lia ke kedutaan Jepang dan diapresiasi--sungguh langka mungkin ada kawan yang seperti itu. Suatu tindakan sembunyi-sembunyi.

Lia jika dalam kehidupan nyata merupakan sosok yang berkarakter, tomboi, kocak, tidak sungkan, ceria--ditambah outfit-outfinya yang asyik dan berseni. Dia juga berani melakukan hal yang di luar kotak. Seperti datang ke kondangan orang yang tak dikenal. Berbeda dengan Arya karakternya. Arya orang yang cool, pendiam, sedikit sendu, dan seperti robot--dengan outfit-outfitnya yang formal dan classic. Atau hal lucu lagi ketika orang ini berdua adalah "kayaknya kita perlu ngreka ulang adegan-adegan film." Ha-ha. Boleh juga idenya.

22 Juni 2021

Hai diriku, aku ingin mengatakan padamu tentang pelajaran yang kita dapat kemarin:

"Dirimu sudah tidak takut lagi dibenci oleh orang lain, karena kamu sadar, kamu tak akan bisa menyenangkan semua orang. Jika kamu memaksakannya, justru hal yang benar- benar kamu maui akan hilang. Ini memang tak enak, tak apa. Dua hal yang berselisih perlu kengototan yang sama. Toh kalau pun nanti kau dibenci, kau tak akan menyesal juga karena telah berhasil jujur pada diri sendiri. Jujur pada diri sendiri dululah sebelum jujur pada orang lain. Yakinlah pada keyakinanmu. Terima kasih diriku."

Senin, 14 Juni 2021

Yasin: 21

اتَّبِعُوا Ù…َÙ†ْ Ù„َا ÙŠَسْØ£َÙ„ُÙƒُÙ…ْ Ø£َجْرًا ÙˆَÙ‡ُÙ…ْ Ù…ُÙ‡ْتَدُونَ

Ikutilah orang yang tidak meminta balasan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

(Ayat yang indah)

Kamis, 10 Juni 2021

Lirik Lagu "Rumah Dijual" - Jalan Pulang

"Lagu “Rumah Dijual”, ditulis dengan mengandaikan pada cerita, bagaimana jika ada seorang yang ingin pulang kerumahnya, setelah bertahun-tahun, bisa jadi dia buruh migran yang harus bekerja di luar negeri, bisa jadi dia adalah seorang aktivis yang dinyatakan hilang, yang sudah sangat lama tidak pulang, tiba-tiba pulang, namun rumahnya yang dulu ternyata sudah bukan milik keluarganya, rumahnya telah dijual dan ditinggali oleh pemilik yang baru, dia hanya memiliki ingatan atas itu." (baladajalanpulang.tumblr.com)

David Botha painting

Rumah Dijual

Lagu dan lirik: Irfan R. Darajat

Burung-burung pucat pasi
Ketika melihatmu melangkahkan kaki
Menuju rumah yang telah lama
Dan hampir... menyerah, merindukanmu
Dihentikannya kicauan yang sedikit merdu
Karena memang tak ada lagi yang mau peduli

Dalam benakmu ibu sedang menyapu halaman rumah
Dan ayah belum pulang karena terlalu sibuk
Menghitung sisa waktu yang dimilikinya
Daun-daun berhenti menjatuhkan dirinya ke tanah
Karena memang tak ada angin yang bertiup
Ketika seorang anak kecil mengantarmu
Membelah sudut sempit gang yang asing itu
Dan ingatanmu yang telah lama retak

Dan kau hanya bisa terdiam, menatap rumahmu
Yang dulu sempat menjadi tempat persembunyian
Dari cinta pertama, yang tak begitu menyenangkan
Dan kamarmu, yang pernah penuh dengan air mata
Di bawah bantal
Serta segala dusta yang pernah kau terima
Dan tak sempat... kau kembalikan

Lalu tubuhmu terasa sangat ringan
Seperti tulang-tulangmu bersekutu
Untuk berhenti menyangga beratnya bebanmu
Lalu gerimis turun sebentar saja

Rabu, 09 Juni 2021

Makna Tekstual dalam Lirik Lagu Dream Theater

Dalam musik ada dua elemen utama: suara/nada (primer) dan lirik (sekunder). Meski sekunder, lirik memperkuat pesan dan pemaknaan atas suatu lagu; dan setiap lagu membawa pesan-pesannya sendiri. Jurnal ini meneliti tentang makna tekstual dari lagu-lagu Dream Theater (DT). Lirik diambil dari dreamtheater.net dan mempelajari tiga lirik lagu DT yang diambil dari album Dream Theater's Scene From A Memory (1999). 

Kerangka analisis yang digunakan menggunakan Rima dan Tema Halliday (Halliday Theme adn Rheme) untuk menemukan makna tekstual dari sebuah lagu. Elemen kebahasaan dan pesan ini dapat dilihat sejak dari mulai keberangkatannya. Lirik-lirik DT yang dibuat tidak diambil secara acak tapi berdasarkan pada konteks yang terjadi. Dalam teori Halliday dan Matthiessen: pemilihan grammar mengindikasikan fungsi sistemis dan bentuk konkret dari konten atau struktur bahasa yang digunakan.

Hasil menunjukkan, dalam lirik lagu DT, Tema Topikal menjadi yang utama (68,63%), diikuti dengan Tema Tekstual (27,45%) dan Tema Interpersonal (3,92%). Pesan dalam lagu DT sebagian besar mengangkat isu tentang cinta. Entah masalah cinta dengan lawan jenis (lewat lagu Through My Words), atau cinta terhadap anak (dalam lagu Through Her Eyes), atau cinta akan hidup (lagu The Spirit Carries On).

Terlihat bahwa tema topikal ada di sebagian besar lagu. Lalu Tema Tekstual di mana pendengar cukup menikmatinya saja tanpa perlu melakukan interprestasi jadi bagian kedua. Dan Tema Interpersonal sangat sedikit, interperpersonal berarti suaut lirik yang menggambarkan atau berkaitan dengan hubungan antarpribadi manusia.

Firdaus, EA. (2013). Textual Meaning in Song Lyrics. Passage, 1(1), 99-106.

Sumber: https://ejournal.upi.edu/index.php/psg/article/view/349

#edwanalifirdaus #lirik #lagu #liriklagu #dreamtheater #makna #upi

 

Minggu, 06 Juni 2021

Tak Papa Jelek, Sugguh

Kadang apa yang kamu lakukan dan hasilkan, sejelek apa pun bisa jadi adalah kenangan untuk diri kamu sendiri. Sebagaimana dokumentasi, sejelek apa pun juga akan jadi memoar bagi orang lain yang tak ada. Kamu tak harus sempurna, sempurna yang tulus hanya akan datang jika kamu ketemu orang yang tepat. Yang bisa hargai dan apresiasi kamu. Kamu tak akan bisa jadi pelangi untuk orang yang buta warna. Apa pun hasilnya, hasil terbaik adalah melakukan.

Tak ada yang menilaimu buruk, kamu hanya terluka karena ekspektasimu sendiri. Tak papa jelek dan buruk, tapi kamu memiliki rasa kasih sayang yang besar pada tiap apa yang kamu lakukan. Niati segala hal dengan kasih sayang. Itu lebih dari cukup.

Apa pun, secukupnya saja. Kalau cinta, emosi, sakit, sedih, jangan terlalu. Kamu sendiri yang mengukur timbangannya. Kau tentu punya keinginan, tapi keadaan memiliki kenyataan, dan seberapa pun keinginanmu akan kalah oleh kenyataan. Semakin jauh keinginan dan kenyataan, semakin lama kamu berselisih, dan semakin lama kamu damai--dengan dirimu sendiri. 

Fokus satu. Fokus satu. Fokus satu.

Sabtu, 05 Juni 2021

Legenda Water Mama di Guyana

Di berbagai daerah, cerita terkait mermaid dan berbagai nama samarannya menjadi semangat air, kepercayaan tersebut menjadi aspek yang masih hidup dan menjadi realitas di berbagai tempat hingga saat ini.

Mabel Peacock pernah menjelaskan, orang Indian percaya dengan mermaid atau orang Belanda-Kreol menyebutnya sebagai Weter Mama (saya membahasakannya Ibu Air). Mermaid ini memiliki sarang yang besar dan berbahaya menunggu para pelancong. Mermaid digambarkan sebagai sosok yang cantik dengan rambut emas panjangnya seperti Lorelei, siapa pun yang memandang matanya akan jadi gila, dia berenang di perairan yang dalam, dan ular-ular melingkari mereka.

Di perbatasan Guyana bagian selatan, utara-nya Brasil terdapat masyarakat adat yang disebut dengan orang-orang Makushi (oiya, negara Guyana ini berbatasan dengan Suriname). Di tempat ini, ada sebuah legenda yang disebut dengan "Water Mama" (Ibu Air), disebut pula dengan twingram atau tuenkaron. Sosoknya mirip dengan yang digambarkan Mabel Peacock.

Isi jurnal ini membahas terkait semangat air di antara orang-orang Makushi Amerindians di daerah Rupununi, Guyana. Penelitian dilakukan dari 2012-2015 melalui penelitian lapangan. Water mama di Makushi berhubungan dengan orang-orang kulit putih pada masa lalu dan masa kini. Sehingga secara tidak langsung menunjukkan sejarah Makushi dan pengalamannya dalam berkontak dengan orang-orang Eropa. Khususnya selama masa penjajahan Belanda dan Inggris di Guyana.

Jurnal ini menghubungkan pula hubungan yang saat ini tengah berlangsung antara Guyana dengan wilayah-wilayah yang lain. Tema-tema seputar penculikan, ajakan, harta yang berubah-ubah, dan kerjaan eksotis pada kisah Ibu Air berhubungan dengan pengalaman tersebut. Membandingkan pula semangat air dari folklore yang ada di Guyana dengan kepercayaan lain lintas Amazon.

Mermaid tersebut dipanggil dengan twingram-yamu (dalam bahasa Makushi disebut sebagai makhluk aneh, semacam ular air) yang merujuk pada water mama. Dia setengah manusia, setengah ikan, duduk di air untuk mencuci rambut mereka, memiliki lubang di kepala mereka mirip lumba-lumba yang ditutupi topi, perempuan berambut panjang nan berkilau (warna masih perdebatan, ada yang mengatakan coklat, ada pula silver), kulitnya putih, mata biru kayak orang Eropa. Mereka biasa nongkrong di sungai-sungai seperti Burro-Burro, Rewa, Takutu, Ireng, Essequibo, Amazon. Mereka juga megnadakan perkumpulan dan pesta, seperti di sebuah tempat bernama Roda Dua (Double Wheel).

Ada yang setelah diculik water mama manusia itu akan kembali atau menghilang tak terlihat lagi. Water mama juga datang melalui mimpi, lalu orang dibawanya ke laut. Orang yang diculik akan dilatih menjadi seorang water mama. Makan seperti mereka, menghilangkan ingatan terkait kenangan manusia mereka, dan melihat menggunakan pandangan mata yang seperti mereka lihat. Seperti makan ikan, transportasinya kuda laut, hiu sebagai kereta, dll. Juga perempuan yang mengalami menstruasi rentan dibawa water mama yang kaya raya, punya banyak mobil di bawah air.

Legenda water mama ini berkaitan pula dengan legenda yang lain. Di Makushi ada pula cerita matahari menikahi bulan sehingga lahirlah manusia. Matahari memiliki sifat arogan dan acuh, melemparkan anaknya ke air, dan jadilah manusia berkulit putih. Lalu dari anak-anaknya yang dibuang, matahari kemudian membakar anaknya dua anaknya dan jadilah manusia berkulit hitam. Jika gerhana terjadi, itulah waktu pertemuan "keluarga" ini yang sama-sama berpisah dunia.

Secara historis, Makushi membedakan ada dua golongan kulit putih: Karaiwa (orang Brasil), terlebih budak pada masa lalu. Dan kedua, paranaghieri yang merujukan pada mereka yang datang dari laut seberang (orang-orang laut), Belanda dan Inggris. Awal orang Makushi berkontak dengan Belanda diperkirakan selama tahun 1750an dan 1760an. Baik orang Brasil maupun Belanda memperlakukan orang Makushi dan Amerindian sebagai budak. Pola penjajahan dilakukan dengan menikahi para perempuan dari orang-orang Makushi dan Amerindian, lalu ditetapkan aturan-aturan baru.

Sebagaimana pola penjajahan Inggris yang datang ke Guyana melalui “air”, sosok water mama ini melukiskan pola tersebut. Mereka mengajak, menculik, menjadi pasangan, hingga tawanan para orang-orang pribumi Guyana (Makushi).

James Andrew Whitaker (2020) Water Mamas among the Makushi in Guyana, Folklore, 131:1, 34-54.

Sumber: https://doi.org/10.1080/0015587X.2019.1626063

#jamesandrewwhitaker #watermama #indian #foklore #guyana #makushi #brasil #amazon #ikan

Quote:

"Makushi beliefs about water mamas in the present reflect European contact with the Makushi in the past and feature themes of abduction, enticement, capricious wealth, and exotic ‘palaces’ separated by water. Like British and Dutch colonists, contemporary water mamas are thought to come from the water and to abduct and entice human beings into being their spouses, affines, and captives."

"Water mama palaces are described like cities, with lights, modern technologies, and urban architecture. This likely reflects Makushi experiences visiting local cities and towns, such as Georgetown, Lethem, and Boa Vista. However, it may also reflect historical contacts and interactions."

"Water mamas among the Makushi point to broader relations between folklore, colonial histories, and cultural historicities that provide material for conversations across a number of fields. Despite their many differences, the similarities in folklore concerning water spirits across Amazonia are notable."

Kamis, 03 Juni 2021

Hai Mabel

Ya, mungkin begitu lama aku menemukan siapa diriku dan apa cita-citaku. Apa yang membuatku tidak bahagia, bahagia saja, atau sangat bahagia. Bahkan dari segi makanan, aku bisa memahami bagaimana selera yang dipengaruhi oleh kosmos besar dan kecil bekerja. 

Kemarin aku semacam mendeklarasikan diri terkait cita-cita: aku ingin menjadi folkloris. 

Pagi ini aku menemukan alasan kenapa aku menyukainya, karena dia meliputi semua hal yang ingin aku pelajari, ada bahasa, seni, semiotika, dongeng, cerita, rakyat, pengetahuan lokal, imajinasi, mitos, kehidupan, budaya, musik, keindahan, keunikan, dan segala hal yang kusuka (kuimpikan) di dalamnya.

Pagi ini pula, untuk pertama kalinya aku membaca ada folkloris perempuan bernama Mabel Peacock (1856-1960), penulis cerita rakyat asal Inggris. Dia membuat koleksi cerita rakyat di wilayahnya, menulisnya dalam jurnal dan buku harian, dia saksi yang menulis cerita dari Lincolnshire. Jangan-jangan cerita Mabel: A Mermaid Fable terinspirasi dari nama beliau.

Rabu, 02 Juni 2021

2 Juni 2021

 I.

Tak ingin memperpanjang lara.

II.

Menciptakan ramalan dan teka-teki, pada hal-hal yang bisa diduga.

"Baiknya seperti apa ya?"

Heed in Local Knowledge - Folklorist

Sedang merenung: Waktu kecil saya pernah bercita-cita jadi dokter, cita-cita utopis yang saya impor dari lingkungan. Lalu pengen jadi matematikawan ketika SMA, karena saya cocok dengan guru matematika pas kelas XII, nilai matematika jarang mengecewakan, dan itung-itung  melanjutkan cita-cita Lintang Laskar Pelangi, tokoh yang saya cintai. Tapi pas kuliah saya malah pengen jadi Filsuf (?) krn circle saya kebanyakan bahas filsafat--padal saya kuliahnya Fisika. Makin ke sini, saya seperti menemukan cita-cita lain yang sepertinya lebih saya minati: menjadi Folklorist. Haha, padal cuma alasan aja biar suatu hari nanti kalau ditanya kenapa ambil Antropologi, saya ada jawaban. Saya kira, saya kira.

Sumber: American Folklore Society
And it works for me: knowledge always can rise me up and can charge my energy anytime. That's why I'm so passionate with the class and the community that resonate with me! Because the books can't explain as humans do at all. Wkwk.

Teka-Teki dan Ramalan



"Teka teki menegaskan ketidakjelasan. Ramalan menunjukan kejelasan." Studi ini akan mengeksplorasi persamaan keduanya dalam konteks dialog selama berlangsungnya seni performans. Diskursus terkait ramalam diteliti oleh penulis dalam kelompok Mississippi Band Choctaw Indians dengan seni performans mereka. Mereka dari anggota suku mengangkat tradisi oral ramalan dengan aturan yang estetik, struktural, dan temporal.

Di Amerika ada sebuah suku bernama Choctaw yang pandai meramal. Tetuanya suatu hari bilang pada seorang gadis bernama Estelline Tubby: suatu hari dari satu rumah ke rumah lainnya akan bisa berbicara satu sama lainnya, tanpa kamu harus pergi berjalan ke rumah itu. Dan itu benar, telepon kemudian datang dan hampir setiap rumah memilikinya. Apa yang dikatakan tetua adalah ramalan (prophecy) dan apa yang diceritakan ulang oleh Estelline adalah teka-teki (riddle), secara virtual dua hal tersebut tak ada. Merujuk pada Yunani Kuno, tokoh Oedipus pandai dalam teka-teki, semisal menyelesaikan teka-teki Sphinx.

Secara umum, teka-teki dan ramalan memiliki kesamaan, diutarakan dalam pertanyaan implisit dan deskripsi membingungkan. Teka-teki bersifat tak terpisahkan, tidak eksplisit, integral. Taylor mendefinisikan teka-teki sebagai deskripsi dari suatu objek dalam rangka menerangkan sesuatu yang sesungguhnya berbeda secara keseluruhan. Para penteka-teki memberikan pertanyaan tantangan dengan informasi yang tak cukup, atau terlalu banyak, atau berkontradiksi, bahkan memanipulasi bahasa melalui permainan kata dan metafora--meski kontradiksi inilah yang menonjol.

Teka-teki terbagi menjadi dua: (1) oposisional, yaitu teka-teki yang eksplisit meski membuat bingung atau menyesatkan pendengar dengan deskripsi yang paradoksial. Misal, apa yang berjalan tapi tak bergerak? Jawabannya jalan. (2) Non-oposisional, yaitu teka-teki menggunakan strategi verbal yang menggiring pada interpretasi yang menyesatkan, karena dipahami dengan sedikit informasi. Contoh dalam The Hobbit-nya Tolkien disebut, ada 30 kuda putih dalam bukit warna merah, mereka menggertak, mengecap, dan berdiri di sana. Apakah itu? Jawabannya adalah gigi.

Secara studi antropologi, ramalan difokuskan pada fenomena sebagai respons terhadap perubahan dramatis. Penemuan berharganya memang teka-teki dan ramalan yang ambigu, samar, dan tidak jelas ini menyajikan berbagai interpretasi dan kesempatan yang besar untuk menemukan resonansi dalam pengalaman hidup.

Dan mengapa ramalan samar? Sebab dia hadir sebagai gambar, bukan kata-kata. Problem semiotiknya adalah bagaimana menerjemahkan gambar ini menjadi kata-kata. Kapal, nuklir, komputer, pesawat, sangat tidak mudah dikatakan dan dideskripsikan dengan kata-kata sebelum mereka ditemukan. Solusinya adalah dengan menggunakan deskripsi terkait objek baru itu (apa bentuk dan fungsinya) atau dengan metafor. Di kebudaaan Daratan Indian, hal ini menjadi sumber tuntunan personal yang baik.

Banyak ramalan menggambarkan peristiwa seperti perang, wabah penyakit, akhir dunia, dll. Misal orang memahami perang, tapi masih menanyakan apakah yang akan terjadi? Siapakah yang akan terlibat? Kapan akan datang? Pertanyaan yang mendatangkan "sesuatu yang baru". Pertanyaan yang dominan bukan bagaimana, mengapa, atau kapan, tapi apa?

Jadi sebagai sebuah seni, performans Choctaw ini bertindak sebagai teka-teki, juga ramalan yang diungkapkan oleh narator. Salah satu strateginya mengutip ramalan pada yang sosok yang lebih tua. Dalam narasi mereka, berbagai ramalan akan kehidupan masa depan diutarakan dan hal tersebut memacau para penontonnya untuk memikirkan jawabannya.

Mould, T. (2002). Prophetic Riddling A Dialogue of Genres in Choctaw Performance. The Journal of American Folklore, 115(457/458), 395-421.

Sumber: https://muse.jhu.edu/article/38144

#tommould #thejournalofamericanfolklore #folklore #choctaw #prophecy #riddle #ramalan #tekateki

Quote:

"Be bloody, bold, and resolute."

"... more often resulting in loss of face, not loss of life."

"What has ears but can't hear?" "Corn."

"What turns and never moves?" "A Road"

"Prophecy purports to answer questions about the future, not pose them. Further, prophecy is generally meant to be as explicit as possible, where riddles are conscious and intentional attempts at obfuscation. Intent and reality are often at odds, however. In point of fact, prophecy is more often cryptic than straightforwardy, ague than clear."

"Scholars have often suggested that obscurity, ambiguity, and vagueness are intentional as it allows for multiple interpretations and a greater chance to find resonance in lived experience."

"For Max Miiller, perhaps the most famous of these theoreticians, all myth began as a metaphor for natural processes-sun rising and setting, thunderstorms, et cetera-and then, through the deterioration of language and understanding, these metaphors became interpreted literally."

There will come a time when there will be a road in the sky, traveled on by many types of vehicles, and there will be broad roads graded upon the land. –Hopi prophecy recounted by Julius Doopkema in 1955 (Geertz 1994: 437)

"Ships, nuclear bombs, submarines, computers, airplanes, and highways were not so easily described before their invention, with no terms to label them and little if any precedent for them. The solution has been to employ either descriptions of what new objects will look like and what they will do-their form and their function-or to utilize metaphor. Both help establish interpretive frameworks for these unknown objects."

"What are the things we used to do and know in the past to keep our people on the right path?"

"[w]e can examine how new terms are derived. That process of developing new terms can be divided into four methods: (1) create an entirely new word; (2) use a combination of existing words to describe the new object; (3) expand the meaning of an existing word; or (4) employ the foreign language term outright."