Jumat, 26 Juni 2015

Yuk Datang: Peluncuran Situs Anarkis.org dan Diskusi

Bodi Copyright
Kadang saya bingung, hobi banget membuat diri sibuk. Tapi memang asyik. Kayak yang satu ini:

Berawal dari status Mas Yab Sarpote yang nawari kepanitian peluncuran situs anarkis.org, saya cek langsung itu situsnya. Setelah lihat sekilas, saya tertarik, isinya wacana semua. Jadi pengen tahu dan penasaran. Sebelumnya saya termasuk orang kebanyakan yang menganggap kalau anarkis itu ngrusak dan identik dengan kekerasan. Padahal kagak gitu.

Anak-anak filsafat lebih paham soal ini. Kamis (25/6) ngobrol sama Mas Broto tentang 'anarkisme', dia cerita banyak. Anarkisme itu singkatnya a=tidak; narki=aturan, peniadaan aturan~kebebasan~merdeka etc. Pada titik yang paling ekstrim anarkisme meniadakan negara/pemerintahan. (Terlihat utopis, Mas Broto malah menyebutnya sebagai sosialisme purba).

Anarkisme membentuk masyarakat yang setara, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kalau di Indonesia, tradisi sistem seperti ini itu ada di masyarakat samin dan masyarakat badui. Kalau yang lebih dekat seperti praktik koperasi, sampai yang ke kehidupan orang-orang punk.

Nah, kepanitian dibentuk kan. Kumpul pertama di angkringan Le Waroenk di Jl. Cik Ditiro ngajak Anis, Agus, Kurnia. Ketemu Mas Yab dan Mas Yerry trus datang pula Christian (Balairung), Rijen (UGM), Tasya (UGM), Anggar (UGM), Mas Ferdhi, Mas Oben (Amikom), Mbak Andien, Tuti (Perempuan Mahardika), Feri, Akbar, siapa lagi ya? Iya, Mas Bodi (Izyudin Abdussalam), dia jago banget buat gambar, desain, bepuisi juga, haha. Saya kenal Mas Bodi dari karya-karya dia, eh di sini ketemu.
cangkruk ben waras
Di situ kita pada kenalan, sedikit bicara motivasi ikut, dan bahas hal yang sifatnya teknis. Dan tercapailah kesepakatan acara Peluncuran Situs Anarkis.org pada:
hari/tangggal: Jumat, 26 Juni 2015
waktu:  15.00 - buka puasa
tempat: student senter, UIN Suka, Yogyakarta
acara: musik, perkenalan organ, presentasi, diskusi, tanya jawab, puisi, buka puasa.
Kata Mas Yerry, situs ini sebagai produksi dan reproduksi wacana yang benar akan anarkisme. Mari berpikiran terbuka, mari kita diskusi teman-teman!

Kamis, 18 Juni 2015

Pak Pri

Hari ini ARENA kedatangan seorang bapak lumayan sepuh asal Surabaya yang bekerja di Caltex. Namanya Supriadi (Pak Pri). Ia bekerja di Sorong, Papua. Datang ke sini untuk mencari donasi buku untuk orang muslim di sana. Ada banyak hal yang Pak Pri ceritakan. Isu-isu penting soal Indonesia timur dan dua lelucon yang hihihi.

KISAH ORANG PAPUA KETEMU DENGAN ORANG BATAK DAN JAWA
Orang Batak: Saya Sinaga
orang Papua merinding, namanya si naga, dia gak mau kalah dan bilang
Orang Papua: Saya Cibuaya
orang Batak kaget dia buaya, lalu orang Jawa juga gak mau kalah
Orang Jawa: Saya Ular Sawah

KISAH 3 NONA DARI AMERIKA, JAWA, DAN PAPUA YANG GELISAH SAAT PESAWAT MAU JATUH
Nona Amerika karena ia panik ia meminjam gunting dan memotong pendek roknya, lalu ia ditanya.
Nona Jawa: Kenapa kamu potong pendek rokmu?
Nona Amerika: Karena yang duluan ditangkap saat jatuh adalah yang seksi.
Nona Jawa tak mau kalah, ia mencari bedak di seluruh pemumpang pesawat dan menaburkannya ke badan.
Nona Papua: Kenapa kau pakai itu bedak banyak?
Nona Jawa: Karena yang duluan ditangkap yang warnanya putih.
Nona Papua akhirnya mencopot semua bajunya. Nona Amerika dan Jawa kaget:
Nona Papua: Kalau pesawat jatuh yang dicari pertama adalah black box-nya!

(yang gak ketawa gak mudheng)
--

#Juga isu yang agak miris nih. Tentang BBM. Pesawat asing banyak yang investasi ke Indonesia karena harga avtur (bahan bakar pesawat) di Indonesia murah! Harga avtur setara dengan harga pertamax! padahal harga aslinya itu lima kalinya pertamax. Pak Pri sedih kenapa tiap kali mahasiswa demo yang diprotes cuma BBM untuk motor/mobil saja. Avtur tak pernah dibahas, padahal subsidi yang sangat besar diberikan untuk avtur! Dan kau tahu sendiri kan pesawat penggunanya siapa? Golongan elite! Bajigur sekali.

#Di Papua, toleransi kristiani dan muslim itu orang kristiani ngasi makan orang muslim pas ramadhan, orang muslim balesnya pas acara paskah. Kalau ini gak dilakuin ketakutannya satu: kena denda adat. Si pelanggar mencabuti rumput di tempat-tempat adat selama seminggu dan di punggunya diberi tulisan pelanggaran yang dilakukan. Yang gak kuat kalau kata Pak Pri: malunya.

#Ada lagi, pencuri di Papua kalau ketahuan mencuri ada dua pilihan: ke polisi (mereka tambah cerdas) atau ke Lembaga Masyarakat Adat. Di mana hukumannya keliling kampung dari rumah ke rumah menyebutkan nama istri, anak-anak, dan minta maaf atas kesalahannya. Mirisnya yang banyak nyuri kata Pak Pri orang Jawa. Pak Pri cerita jika ada istri dari pelaku sampai gila dan anaknya minta pindah sekolah.

Jumat, 12 Juni 2015

Gambar Trian

Ini gambarnya adek kedua, Trian Satria Praja. Bakat seni ngalir deras di adek aku yang ini :D

Kamis, 11 Juni 2015

Women Writer at Work

Simone de Beauvoir:
"Cara membaca buku-buku dengan cepat, melihat nama-nama penting, bagaimana mengklasifikasikannya untuk mampu menolak buku yang tidak penting, membuat ikhtisar, melihat/membaca secara acak"
"Aku hanya tertarik pada mahasiswa yang cerdas. Anda di filsafat tidak dapat berbuat apa-apa. Selalu terdapat empat atau lima orang mahasiswa yang selalu berbicara sedang lainnya tidak peduli"
"Sartre merasa ia badai. Ia telah menantang segala sesuatu dalam karya-karya sastranya dan pada harapan bahwa karya-karyanya akan hidup terus."
"Sartre dapat berpikir bahwa hidup itu dapat ditangkap dalam jebakan kata-kata dan aku selalu merasakan bahwa kata-kata bukan hidup itu sendiri, tetapi suatu reproduksi kehidupan, reproduksi dari sesuatu yang mati" (eureka :))
"Kelas memandang Sartre sebagai seorang pengkhianat. Ia penulis anti borjuis."

Eudora Welty:
"Bukan pada pokok persoalannya, tapi pada cara aku mendekatinya."
"Menyelesaikan sebagai seni."
"Berlaku jujur terhadap dua faktor: waktu dan tempat. Dari sana imajinasi dapat membawa kemana saja."
"Cerita itu semuanya merupakan respon terhadap sebuah TEMPAT."
"Tak ada pengulangan yang kubuat dalam tingkat apa pun."
"Anda harus tahu dengan tepat apa yang ada dalam hati dan pikiran "mereka" sebelum mereka melangkahkan kaki dengan tepat ke atas pentas. Hal yang tepat pada moment yang tepat."

Elizabeth Bishop: "Yang kuyakini selama hidupku aku tidak pernah menulis hal-hal yang kusukai untuk ditulis."
Sumber gambar: Elizabeth Bishop Paintings.
Gothe: "Arahkan kapal Anda sejauh ke dalam kehidupan dan apapun yang Anda temukan di sana, itu adalah Anda, subjek Anda."

Joan Didion:
"Segala sesuatu harus bermakna. Setiap kata, setiap koma."

"Membaca novel harus dibaca sekali duduk agar urutan tak hilang dan ketegangan tak pecah."

"Pada titik sunyi dunia yang berputar. Aku ingin bergerak ke TITIK SUNYI."

"Seorang wanita yang menulis novel, sering sekali dirasakan sebagai seorang yang invalid." 

(#IS: Seumur hidup saya tidak akan pernah rela perempuan dikatakan invalid, cacat, petarung sampingan, lebih tertarik pada hiasan, belum menciptakan apa pun tentang keseharian, atau dibilang karyanya lebih banyak "bahan gorden"!)

Joyce Carol Oates:
"Yang paling penting adalah sebuah buku yang paling kuat yang pernah dituliskan."

"Kita haruslah kejam terhadap masalah MOOD ini."

"Semacam arasbeque (desain yang teliti dari dedaunan, cabang-cabang, dan lain-lain.)"

"Keuntungan sebesar kerugian."

"Hidup adalah energi. Energi adalah kreatifitas."

Katherine Anne Porter: 
"Peristiwa itu akan menjadi penting hanya jika mempengaruhi hidup Anda dan kehidupan orang-orang di sekeliling Anda. Gaung, begitulah Anda boleh katakan, nada-nada tambahan yaitu ketika sang seniman itu bekerja. Aku tak tahu apa maknanya sampai aku tahu akibat-akibatnya. Jika aku tidak tahu akhir dari cerita, aku tidak akan memulainya. Aku selalu menulis kalimat yang terakhir atau paragraf terakhir di kalimat terakhir di halaman terakhir lalu kembali dan langsung menulisnya. Sehingga aku tahu ke mana aku pergi. Tahu apa tujuanku. Dan bagaimana aku ke sana."

"Setiap karya sastra yang jujur harus mampu memberikan pada Anda perasaan rekonsiliasi--orang Yunani menyebutnya katarsis, semacam pemurnian pikiran dan imajinasi Anda lewat akhir yang dapat diterima karena tepat dan benar. Kadang-kadang akhir itu sangat tragis, karena memang dibutuhkan seperti itu."

"Semua indraku sangat tajam, benda-benda dan apa saja datang padaku lewat mataku, lewat semua lubang pori-poriku. Anda tahu, segala sesuatu itu menabrak aku seketika itu juga. Hal itu menjadi sulit untuk dilkukiskan setepat mungkin apa saja yang sedang terjadi saat itu. Kupikir, pikiran bekerja lewat variasi seperti itu. Kadang-kadang ide bermula tanpa bisa diartikan sama sekali. Anda terus juga berpikir tentang apa yang akan muncul dari situasi seperti itu dan kemudian ia akan meleburkan dirinya sendiri ke dalam seperangkat pemikiran atau gagasan. Pada saat aku menulis cerita, tokoh-tokohku bangun, hidup, dan berjalan-jalan di sekeliling serta mengambil benda-benda."

"Semuanya yang kutahu tentang orang-orang itu adalah dengan belajar banyak tentang orang-orang."

Franz Kafka: "Sebuah buku seharusnya menjadi kampak untuk menghancurkan laut yang membeku dalam diri kita."

Sumber: Women Writer at Work: The Paris Review Interview. They are: Marianne Moore, Katherine Anne Porter, Dorothy Parker, Simone de Beauvoir, Eudora Welty, Elisabeth Bishop, Nadine Gordimer, Susan Sontag, Joan Didion, Joyce Carol Oates.

Rabu, 10 Juni 2015

Perempuan dan Beban di Kepalanya

Kata Nawal El-Saadawi dalam novelnya Love In The Kingdom of Oil, novel yang sangat surealis. Tentang perempuan arkeolog yang bercita-cita ingin menjadi nabi, juga tentang perpolitikan kekuasaan minyak di kawasan Timur Tengah sana. Dalam novel ini Nawal menggambarkan jika perempuan-perempuan punya tradisi menaruh tempayan di kepalanya (ini simbol), dia bilang begini:
"...keledai tampaknya lebih cerdik daripada kaum perempuan. Ia juga mengerti sekarang mengapa laki-laki menolak membawa beban di kepala mereka. Ia menggeser tempayan itu ke bagian bawah punggungnya dan beban itu rasanya lebih ringan. Hembusan angin yang sejuk perlahan-lahan masuk ke dalam paru-parunya. Kepalanya bebas dari beban itu dan sebuah pikiran baru muncul dalam benaknya. Rasa herannya bertambah semakin ia merenungkan pikiran itu. Tubuhnya mulai bergetar. Gelombang perlawanan menjalar ke seluruh tubuhnya seperti gigilan demam."
Saya mengartikannya begini: perempuan sering menyimpan bebannya di dalam kepala. Kalah sama keledai yang menyimpan bebannya di punggung. Okay, saya paham. Jangan diulangi.

Rabu, 03 Juni 2015

Cioran dan Ionesco

E. M. Cioran: Saya tidak pernah bisa menulis dalam keadaan normal. Bahkan hal-hal yang banal, saya tak pernah mampu mengatakan: "Saya sekarang menulis". Saya selalu berada dalam keadaan tertekan atau marah, geram, muak, atau jijik, dan tidak pernah dalam keadaan normal. Dan saya lebih suka menulis dalam keadaan semi depresi. Seakan-akan di sana ada sesuatu yang tidak beres, tidak benar. Karena saya berpendapat jika kita berada dalam keadaan netral, mengapa harus menulis? Mengapa mengumumkan atau melaporkan sesuatu? Demikianlah, barangkali seperti yang mereka katakan, ada sedikit aspek yang tidak sehat, abnormal, untuk ditulis. Dan ini benar, saya telah meneliti bahwa orang-orang yang menderita neuosis, orang-orang setengah gila, mereka yang bertindak karena nafsunya saja.

Bagiamana dengan yang begini:
 
Eugene Ionesco: Saya selalu berpendapat bahwa mimpi-mimpi itu bukanlah sesuatu yang konyol. Dalam mimpi terdapat kesunyian dan kontemplasi. Kita dapat membayangkan dengan lebih nyata ketimbang dalam kehidupan yang real. Terdapat kejelasan dalam mimpi, yaitu kita tidak dapat mengatakan kita superior atau inferior, tapi lebih bersifat penetrasi, merasuk, menembus.
Saya bangkit dari mimpi saat saya menulis, dengan demikian karya itu tampak segar dengan percikan air mimpi, jika saya diperbolehkan mengatakan begitu. Bercampur dengan realitas. Realitas. Realitas selalu mengejutkan saya, dan terenggut dengan segera.
 =================
E. M. Cioran: Bagi saya, tragedi seorang penulis adalah menjadi terkenal tatkala masih remaja; sesuatu yang benar-benar jelek. Ketenaran itu mendesak apa saja, karena kebanyakan penulis bila mereka terkenal dalam usia muda mereka menulis untuk publik mereka. Menurut pendapat saya, sesuatu harus ditulis tanpa memikirkan orang lain. Anda tidak harus menulis untuk atau ditujukan pada siapa pun, hanya untuk diri anda sendiri. Dan kita tidak akan pernah menulis buku hanya untuk menulis buku, karena buku tersebut tidak mengemban realitas, buku adalah sebuah buku. Segala sesuatu yang sya tulis merupakan pelarian dari rasa tertekan, dari mati lemas, kekurangan nafas. Semua itu bukanlah dari inspirasi seperti yang mereka katakan. Semua itu semacam pemanasan agar mampu bernafas.

Bertolak belakang dengan:

Eugene Ionesco: Saya memang ingin terkenal. Saya ingin lari dari anominitas, dari tidak bernama itu. Eksistensi dalam anonim tampaknya tak dapat saya terima. Saya tidak ingin hidup dalam anominitas ini, karena seperti yang saya katakan pada diri saya sendiri, bahwa bila saya tak dapat hidup dalam Tuhan, artinya hidup dalam kesunyian dan keheningan, dalam kehidupan monastik, maka saya harus hidup paling tidak sedikit bersinar di antara orang-orang. Saya tahu itu adalah sebuah kesalahan, tapi saya tak dapat berbuat apa-apa untuk mencegahnya.


Sumber--Writing at risk: interview with the uncommon writers: Julio Cortazar, Gunter Grass, EM Cioran, Eugene Ionesco, Carlos Fuentes, Milan Kundera, Octavio Paz