Senin, 28 Desember 2020

Dua Hari Untuk Dikenang

Sebulan ini, menutup bulan Desember 2020, ada dua sahabat dekatku yang menikah: Anis yang menikah dengan Billy, dan Rouf yang menikah dengan Fitri. Dua-duanya sudah seperti saudara sendiri, dan aku bertekad untuk mendatangi pernikahan mereka dengan apapun alasannya. Di pernikahan Anis yang diadakan di Desa Geneng, Jawa Timur, aku belajar banyak bagaimana tradisi orang desa ketika membantu saudara mereka yang tengah berhajat besar. Bagaimana kerukunan antar tetangga saling berhubungan.

Untuk tulisan ini, aku ingin menceritakan padamu tentang dua hari kemarin yang kualami saat datang ke penikahan Rouf. Awalnya aku sempat pesimis sepertinya tak bisa datang, tapi sepertinya niatku di awal mendapat sambutan. Aku berangkat ke tempat penikahan Rouf di Desa Jaken, Pati bersama pengurus LPM Arena: Lutfi, Sidra, dan Bagus. Kami berangkat pukul  7 pagi menggunakan dua motor. Motor dikendarai dengan kecepatan sedang. Mengambil jalur  Jogja, Solo, Grobogan, Purwodadi, dan Pati. Di antara perjalanan itu pemandangan pegunungan karst terhampar, hamparan sawah, langit, dan suasana desa yang begitu khas kurasakan. Atmosfernya semacam membuang sedih. Pemandangan yang sopan sekali masuk ke mata ini.

Pemandangan Pegunungan Kendeng

Aku yang boncengan sama Bagus juga sempat belajar terkait dunia spiritual. Obrolan spiritual di jalan sambil naik motor ini bermula karena kalau kuperhatikan, tiap kali Bagus lewat kuburan, tubuhnya bergidik sendiri. Lalu aku bertanya, apakah makam itu memberi energi tertentu? Bagus menjawab, bagi orang yang memiliki spiritualitas tertentu, dia akan melihat (sebagaimana kondisi saat padhang bulan atau  bulan penuh, makhluk halus bisa dilihat lebih jelas dari biasanya). 

Makhluk halus ini kadang bisa mengikuti seseorang, yang kemudian membuat hidupnya jadi sial. Sebab si makhluk halus tidak tenang dan mencari jalan untuk karmanya, yang biasanya melakukan hal-hal jahat. Bagus bilang jika manusia itu hidup tak berawal dari hal kosong (tabula rasa) sebagaimana kelahirannya pertama kali. Namun dibentuk dari semacam lingkar reinkarnasi kehidupan sebelumnya yang menentukan orang itu lahir di mana, di negara apa, dari orangtua seperti apa, di lingkungan yang seperti apa. Dalam diri manusia ada semacam karakter yang diwariskan dari kehidupan sebelumnya. Mungkin kamu pernah mengalami kejadian bertemu dengan seseorang untuk pertama kali, tapi rasa-rasanya kamu dan dia sudah pernah bertemu sebelumnya? Ya, kalian pernah bertemu di kehidupan sebelum ini. Itu tersimpan di dalam memory yang dalam, yang sangat sulit untuk kamu akses.

Masa 'sekarang' memiliki peran yang besar dalam mengubah kondisi karma itu. Seseorang bisa mengubah dirinya menjadi lebih baik atau lebih buruk dari "masa sekarang". Contohnya, ada orang yang di masa lalu hidup baik, lalu di masa sekarang dia bisa merasakan energi orang lain bahkan sejak pertama kali bertemu, mungkin hanya dengan melihat wajahnya saja. Orang ini kemudian bisa memutuskan apakah akan menjalin hubungan lebih lanjut atau tidak. Jika dia terus berbuat baik, maka kebaikan juga akan mengikutinya; jika tidak, bisa jadi ilmu itu akan hilang. Kalah oleh ego yang tinggi, nafsu, keinginan, dan harapan. 

Bumi itu berada di tengah-tengah antara neraka dan surga. Golongan makhluk dari neraka inilah yang mengganggu manusia. Berhati-hatilah. Di Jawa ada yang namanya tradisi ruwatan untuk membuang sial. Dan kenapa sesaji di beberapa tempat itu penting, bukan karena syirik, tapi sebagai bentuk harmonisasi, penghormatan pada makhluk halus ini; yang keberadaannya memang ada seperti manusia meski dia tak terlihat. Bagus mengatakan, kenapa Bali terasa damai, karena masyarakatnya benar-benar menjaga leluhur.

Aku bertanya pada Bagus juga, apakah seseorang membutuhkan guru? Bagus menjawab sangat butuh. Guru berfungsi untuk menghapuskan halangan-halangan, hijab-hijab, atau kotoran-kotoran yang menghalangi kita pada yang hakiki: kesadaran dan Tuhan. Aku bertanya lagi, "di mana aku harus mencari guru?" Jawaban Bagus tak kuduga, "guru tak perlu dicari. Nanti dia akan datang sendiri jika Mbak sudah siap." Guru dalam hal apapun, entah spiritual atau bidang lain. Akan ada jalan sendiri yang menuntun, jika dicari nanti yang ditakutkan dia malah bukan guru, tapi orang yang justru ingin memanfaatkan materi, tubuh, atau hal lain dalam diri kita untuk kepentingannya. Saya kemudian menariknya ke konteks yang lebih luas, tak hanya guru, tapi juga hal-hal yang telah diatur seperti jodoh, rejeki, dan pati (nyawa).

Setelah motoran sekitar lima jam, dengan istirahat sekali, kami berempat akhirnya sampai di rumah Doel kembar, Rohman dan Rohim. Rumah Doel khas bangunan desa, beralas tanah, terbuat dari kayu, di belakangnya sawah, di samping ternak bebek, dengan rumah tetangga yang masih jarang. Strukturnya seperti rumah Joglo pada umumnya. Kami disambut oleh orangtua Doel, dan disuguhi pisang godog, pisang goreng, teh, kopi, dan buah-buahan (buah naga dan apel). Kami cangkruk sejenak selama sekitar satu jam sebelum bersama-sama datang ke tempat nikahan Rouf. Di sanalah diskusi budaya terjadi.

Kisah tentang Islam, Jawa, Katolik, dan keraton Jogja menjadi tema mayor yang kami bicarakan. Rohman bercerita bagaimana kewibawaan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX beserta track record-nya sebagai didikan langsung Belanda dan menjadi orang Jawa sekaligus. HB IX dinobatkan menjadi raja saat usia yang masih muda, dikira saat itu raja muda akan mudah untuk dibodohi, tapi sebaliknya, dia tak asal tanda tangan. Perjanjian penobatan raja dia pelajari dokumennya hingga setengah tahun sendiri, memeriksa pasal-pasal mana yang merugikan. HB IX posisinya strategis pula di zaman Soeharto, pernah jadi wakil presiden untuk mengimbangi kediktatoran Bung Besar meski HB IX sendiri kemudian turun. Sosok yang diam, tenang, kharismatik. 

Juga terkait perebutan simbol kebudayaan di masa sekarang ini. Melawan kapitalisme dengan budaya sebagai counter dari komodifikasi eksotisme di mana hal-hal yang indah kemudian jadi produk dan menjadi kapital. Padahal eksotisme sendiri itu hal yang rapuh dan remeh, jika dibanding dengan kemanusiaan dan nilai yang baik dan luhur. 

Selamat Rouf dan Fitri
Sekitar jam 2-an, kami berangkat ke Jaken, tempat Rouf yang ternyata jaraknya cukup jauh pula sekitar 35-an kilometer. Sayangnya di tengah jalan, motor mogok karena tua, digas tiba-tiba mati sendiri. Kami berhenti di tengah lautan padi. Mesin kemudian diademkan sebelum lanjut. Kami pun sampai pada yang dituju, prosesi mantenan sudah selesai, tapi jagongan masih berlangsung. Aku menyalami Rouf, ada sedikit haru dan melankolis yang tiba-tiba menyergapku. Kemudian aku juga menyalami Fitri sebagai ucapan selamat. Saat itu, jagongan kebanyakan anak-anak dari Wisma Dangkang, Pati. Ya, aku cuma mendengarkan saja. Fokusku makan, minum, nyemil, repeat. Haha. Sebab motor mogok, akhirnya motor dicoba untuk diservis ke bengkel terdekat. Rencana kami habis dari Rouf akan menginap di rumah Dzaki, anggota Arena lain di daerah Tayu yang jauh juga. Sayang lagi, servisan pada tak bisa dan terlanjur malam. Kami pun memutuskan untuk menginap di rumah Doel.

Usai foto-foto dengan pengantin baru, kami pun pulang. Kami istirhat untuk mendinginkan motor sekali, solat magrib (di masjid kami bertemu orang gila), dan makan malam bakso-mi ayam di tempat langganan Doel kembar. Ketepatan saat itu kondisinya turun hujan. Bakso jadi semakin tambah nikmat saja rasanya. Sampai di rumah Doel, kami duduk-duduk di depan sambil diskusi hingga jam 2 dini hari. Banyak sekali yang kami bicarakan dari kesadaran, Ibn Arabi, dharma, cahaya, hingga Arena, Balairung UGM, PPMI, rektorat, kepercayaan diri, gaya retorika kawan-kawan kami sendiri, dll.

Pesan yang kucatat di kepala: dharma bisa kita ketahui dari dalam diri kita sendiri, yang itu berasal dari nurani, baik, dan memberi kebermanfaatan bagi banyak orang. Setelah tahu dharma, seseorang belajarlah untuk taktis dengan menambah semangat survival--sebagaimana tulisan di belakang truk: "kuat dilakoni, lek ra kuat ditelateni."

Terkait teori cahaya pula yang memiliki tingkat-tingkat yang diketahui oleh orang arif (mengetahui). Dari tingkat cahaya lampu, cahaya mata, cahaya matahari, hingga cahaya yang sejati, kesadaran, Tuhan. Kesadaran ini selalu hidup dan menyaksikan. Hal-hal di luar kesadaran ini yang menjadi tantanngann kehidupan seseorang. Rasanya, aku seperti menemukan hidup kembali berada di lingkaran ini. Persahabatan, kekeluargaan, dan diskursus pemikiran ini menjadi harta berharga yang aku miliki. 

Sarapan bersantan khas Pati

Keesokan harinya, emakya Doel membuatkan kami sarapan dengan sayur jantung pisang bumbu santen, ikan bandeng khas Pati, dan tempe goreng. Sungguh nikmat sekali pagi itu. Usai itu, kami pulang ke Jogja, berangkat siang sampai sore. Aku pun teringat dengan film Tiga Hari Untuk Selamanya, film Nicholas Saputra dan Adinia Wirasti terkait perjalanan mereka dari Jakarta ke Jogja untuk menghadiri pernikahan. Terinspirasi dari judul itu, aku pun ingin memberi judul Dua Hari Untuk Selamanya pada tulisan ini, lalu aku ubah lagi agar konteksnya lebih tepat dari pegnalamanku: Dua Hari Untuk Dikenang

Aku ingin menutup tulisan ini dengan lagu Monolog dari Pamungkas: 'alasan masih bersama, bukan karena terlanjur lama... tapi rasanya, yang masih sama...' Terima kasih kawan-kawan.

Godean, 28 Desember 2020

Jumat, 25 Desember 2020

25 Desember 2020

Ukuran dewasa adalah bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk. Lalu bisa memilih salah satunya untuk dijadikan prinsip yang fundamental dan berkelanjutan. Dari pilihan itu akan menjadi sifat dan sikap. Dewasa bukan soal hal-hal yang mudah untuk dilihat dan diukur, tapi bagaimana orang menjalani apa yang dipilihnya sebagai kebaikan; baik tak hanya dari dirinya sendiri, tapi juga orang lain dan lingkungan. Bertanggungjawab akan itu.

Rabu, 23 Desember 2020

Lembayung Langensari


 

Monolog 1:

Desember dan Januari duduk berdua

"Rasanya aku ingin berjalan ke timur

Ada semacam firasat yang coba menggandengku ke sana

Mungkin akan merombak total rencana-rencanaku yang tak matang

Semacam suara dari balik awan pada hidupku yang tergesa-gesa

Juga lambat sekaligus," kata Desember

Januari melihatnya yang letih

Sedang mimpi-mimpinya sendiri masih tersasar


Monolog 2:

Desember datang membawa segelap rahasia

Januari menyambut tanpa suara

Memotong ragu

Menanam rindu

 

Monolog 3:

Tak ada tempat yang seindah ini

Dengan suasana yang sesegar dan senyaman ini

Apalagi melihat wajahmu, dengan menghitung laju putaranmu yang tak mampu

Kuhitung

Juga tatapan di sisi mata kananmu

Yang jatuh di mataku tanpa sepengetahuanmu

 

Langensari, 23122020

Sabtu, 19 Desember 2020

19 Desember 2020

Apapun yang aku miliki (atau yang terjadi padaku), aku ingin menyayanginya, merawatnya, mempedulikannya. Tak perlu dengan hal-hal besar, tapi dengan hal-hal sederhana yang tulus dan yang baik. Segala hal berangkat dari latar belakang, yang mungkin aku juga tak tahu, tak paham, dan tak sepantasnya aku menghakimi sesuatu dengan pikiran-pikiran dan prasangka-prasangka buruk, kotorku (sekalipun hal itu benar). Aku ingin menerima segala sesuatu dengan tulus dan penuh kepedulian.

Kamis, 10 Desember 2020

10 Desember 2020

Doa yang akhir-akhir ini sering aku panjatkan adalah: "Ya Allah, jadikan aku manusia yang selalu berlapang dada." Lapang dada bagiku adalah kata-kata yang magic. Aku rasanya bisa menghadapi apapun dengan mantra satu ini. Sebab pikiran, hati, dan jiwaku tak sempit. Berlapang dada berarti menjadikan diri sebagai baruna (laut) yang enteng dan tenang dengan apa yang dikandungnya; dengan segala musibah yang menerpanya;  tidak meratap, mengeluh, dan menuntut; tidak pernah merasa kurang dan menerima keadaan. Meyakini segala hal yang terjadi padaku semata-mata demi kebaikan.

Selasa, 08 Desember 2020

8 Desember 2020

Dalam cinta dua orang laki-laki dan perempuan (apalagi rumah tangga), batasanku satu: aku tak mau berjuang sendiri. Kalau aku berjuang sendiri lebih baik aku single saja. Cukup pengalamanku yang sudah-sudah, gak boleh terulang lagi, entah dengan abcde atau siapa. Aku tak peduli secinta apapun sama dia, kalau aku berjuang sendiri, aku mundur. Sebab aku mencintai manusia yang sama-sama memiliki perasaan, jika dia membiarkanku berjuang sendiri, tanda bahwa dia memang tak peduli--meski aku telah memperjuangkan cinta itu hingga berpuluh, beratus, beribu kali. Rasanya seperti berjalan dengan satu kaki. Baik, aku terima. Cinta tak bisa dipaksa bukan? Hanya ingin bilang, "Aku menghargaimu dan menghargai diriku sendiri."

Cepu, 08122020

Senin, 07 Desember 2020

20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im

  1. Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki.
  2. Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain.
  3. Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia.
  4. Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok.
  5. Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini.
  6. Setiap kali ada orang memberimu satu kebaikan, kamu harus mengembalikannya sepuluh kali lipat.
  7. Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu berikan pada orang lain.
  8. Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan mendapatkan pahala.
  9. Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman.
  10. Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat.
  11. Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tetapi kamu menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah.
  12. Jangan selalu melihat/mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran.
  13. Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani.
  14. Kalau wajahmu senyum hatimu senang, pasti kamu akan aku terima.
  15. Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa.
  16. Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan.
  17. Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya.
  18. Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar.
  19. Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung dengan kata-kata yang lemah lembut hingga orang itu insaf.
  20. Doamu akan diterima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalanku.

(Wikipedia, 2020)