Jumat, 22 November 2013

Kisah 20 November 2013

Ini curhat nggak penting, jangan dibaca.
Kalau pengen baca, ya silahkan lah :)

Kemarin tuh aku sama Mifta bolos biologi demi ngliat Maher Zain di UII. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan panjang. Akhirnya kita sampai disana tepat waktu.
Ada tiga pembicara,  Rina Novita, Sharif Banna, dan yang ditunggu-tunggu "Maher Zain".
Akhirnya, ketemu juga aku sama dia dan bisa ngliat langsung :) Pernah ada mimpi gila sih.. pengen duet sama dia, hahaha #lupakan.
Dia tinggi, pakai jaket coklat, dan baret hitam. Mbak Rina (pembicara satu ngomong pakai bahasa Indonesia) tentang bisnis upin ipin dan konten-konten yang melingkupinya. Cukup menarik sih, jadi dari ipin upin dikembangin dari film, mrchandise, suara, wallpaper, sampai games.
Trus pembicara kedua, Sharif Banna (CEO Awakening Worldwide) ngomongnya pakai bahasa Inggris, sedikit yang aku ngerti. Intinya dia ngomong tentang kunci sukses dalam Islam, kayak: What is ur aim? Halal. Amanah. Qonaah. Plan, ability, dll. Trus si Maher... disambut tepuk tangan meriah melingkupi auditorium KHA Mudzakkir UII. Dia cerita tentang perjalanan hidupnya, "I am successful because Allah" :)

Sampai kita nimbrung foto bareng sama Maher Zain fans club :D
Sebenarnya si Mifta pengen banget ngajakin foto tapi Maher Zainnya di sembunyiin :D
Ehhh, kita nggak nyangka disana ada anak-anak yang foto sama pak rektor UII. Ikutan deh. Aduh, sama pak rektor sendiri aja belum pernah, haha. Kapan-kapan ya pak Musa :D
Ini video Maher Zain-nya... :)
 http://www.youtube.com/watch?v=vJCFR8ONHk0

Aku heran dengan diriku sendiri. Aku mencoba menganalisa diriku menurut konsep psikoanalisa. Dulu, aku itu “lebai” banget tiap ketemu orang-orang terkenal atau artis-artis gitu. Kayak ketemu vokalis Jikustik sampai vokalis Sheila on 7. Sekarang, entah kenapa biasa-biasa aja. Padahal kalau dipikir-pikir, keren juga ya aku bisa ketemu Maher Zain sampai nyium tangan alusnya Jusuf Kalla. Aku pernah berdoa sih, “Allah, manage-lah kelebaianku”. Intinya, aku mau bersyukur rasa lebai-ku bisa terganti dengan satu perasaan sederhana, yaitu “bahagia”. Senang banget bisa ketemu orang orang-orang hebat, dan mencintai sekaligus menceritakan mereka dengan sederhana. Semoga aku bisa menjadi seperti mereka #aamiin :) Sekarang, aku lebih tertarik diskusi tentang freedom education-nya Freire atau teori sok tahunya Robert Malthus. Sok-sok’an banget aku nulis ini, haha. #lupakan, nggak penting.

Jumat, 15 November 2013

Turun Aksi

Untuk pertama kalinya, hari ini tanggal 15 November 2013 aku mengalami hal yang tak pernah terlupa. Aku belajar banyak hal, oh gini yaa peran mahasiswa sebagai agent of control, agent of change.. Mahasiswa tidak sekedar mantuk-mantuk saja menerima yang ada atau 'penindasan' baik itu terang-terangan dan terselubung. Aku menyaksikan betapa beraninya seseorang itu berdialog dengan salah satu jajaran dekanat, mengkritik, menuntut bukti, dan tak gentar memperjuangkan aspirasi mulut-mulut yang terbungkam dan apatis.

Dari kita rapat-rapatan dulu. Trus, kumpul di panggung demokrasi, memakai pakaian solidaritas kemudian bersatu dalam tali revolusi. Kita teriak, nyanyi, puisi, orasi. Keliling fakultas, di tengah jalan, sampai puncaknya di rumah kita di saintek. Banyak yel-yel yang terekam. Hujan deras tadi sore menjadi bukti, korp kita telah lahir.

Deklarasi ini adalah awal perjuangan. Langkah kita tak bisa dihentikan.

Terima kasih sahabat-sahabat.

#FREKUENSI_Berkobar

Selasa, 12 November 2013

Seminar Fantastis (FKIST-EXACT): Belajar Di Luar Negeri


Bertempat di gedung teatrikal Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (9/11) pukul 08.30 WIB… Denny, Jadid, dan Riska dari MAN Maguharjo menampilkan pertunjukkan yang menegakkan bulu kuduk. Tiga anak yang mempunyai keterbatasan ini berkolaborasi menyanyikan lagu Seruan Kebaikan (Citra Scholastika), Jangan Menyerah (D’Masiv), dan Laskar Pelangi (Nidji). Kalau kamu lihat ini kamu bakal terharu dan malu banget, apalagi pas Riska bacain puisi sambil nyanyi #nangis. Salut banget buat mereka. Ris, suaramu ngalahin suaranya Citra, dan permainan gitar Denny dan Jadid aplause buat kalian.
 
Next, acara inti seminar yang disampaikan oleh pembicara pertama, Bapak Muhammad Rifqi Ma’arif tentang “Belajar di Luar Negeri”. Lulusan S2 Dongguk University Korea Selatan sekaligus dosen teknik informatika ini mengungkapkan bahwa motivasi kita mendifinisikan segalanya. Apa aja sih motivasinya? Ada banyak kemungkinan… misalkan.. pertama, mencari sistem dan lingkungan pendidikan yang lebih baik. Kedua, meningkatkan kompetesi diri. Ketiga, mengejar kemajuan IPTEK, dll.. kayak, pengalaman hidup di lingkungan dengan culture yang jauh berbeda bisa meningkatkan adaptasi, cara bertahan, dan terbiasa hidup di bawah tekanan.Meningkatkan empati dan tenggang rasa, kemampuan komunikasi dan softsklill juga.

Kata beliau, sekolah di luar negeri itu nggak ribet (kita yang bikin ribet), seperti halnya nyari kerja, lihat lowongan, siapkan aplikasi/berkas2, ndaftar, nunggu, keputusan.. diterima atau ditolak.. Kalau ditolak yaa coba lagi, “Teman saya aja ada yang nyoba sampai 12 kali” tutur beliau.

Trus, apa aja yang perlu dipersiapkan? Pertama (terpenting), kemampuan bahasa asing dan sertifikat resminya (TOEFL IELTS, dll) triknya, luangkan setengah jam atau satu jam sehari buat belajar TOEFL, jika kita sungguh2 kita akan terbiasa dan meraih nilai TOEFL setingginya. Kedua, track record studi dan aktivitas yang bagus. Ketiga, sempatkan waktu untuk melihat situs-situs informasi beasiswa dan situs-situs universitas di luar negeri (waktu buat FB-an ganti lah 15-30 menit buat buka ini :D). Biasanya yang menjadi kendala utama ketika mendaftar beasiswa ke luar negeri adalah mental yang down duluan gara-gara syarat2 dan berkas2 yang segungung. Tenang sis, bro, tarik nafas dalam-dalam, katakan “Oh, syaratnya cuma 30, sehari satu, sebulan selesai” #eaa, bisalah…

Sumber beasiswa itu dari mana aja sih? Pertama itu dari pemerintah, biasanya informasi mudah didapatkan tapi saingannya sangat ketat, dari beribu orang yang diambil Cuma 10. Difokuskan pada seleksi administrative dan record kamu di kampus, para aktivis kemungkinan besar berpeluang :D Kedua, Lab (By project), ini informasinya agak susah didapatkan, tidak seketat beasiswa pertama, dan kebanyakan mereka orang-orang yang benar-benar pintar dan ahli dalam satu bidang tertentu. Lebih kepada kemampuan daripada record.

Trus, tips dan triknya kayak apa sih? Simple kok, pertama, pasang mata, buka telinga lebar-lebar tentang informasi-informasi beasiswa. Kedua, surat rekomendasi yang pas dan kredibel (harus jadi mahasiswa aktif di kelas biar dosen kenal kamu dan mudah merekomendasikan kamu #aktifitumutlak).  Ketiga, perbanyak investasi sosial dan public track record. Keempat, pilih program dan supervisor yang tepat. Kelima, rajin buat proposal, isi formulir, dan kirim via email/pos. Keenam, rajin meniliti, dll.

Sumber pemberi beasiswa itu banyak, di luar negeri ada Erasmus mundus (Eropa), DAAD, SWAPT (Jerman), Fullbright, Ford (AS), Monbusho, Sanyo, Ajinomoto (Jepang), KGSP, StudNed, Nesso, ALAS, ADS, IPRS, dll. Dari dalam negeri sendiri, ada yang dari Depkominfo, Dikti, LPDP, dll. Beasiswa LPDP ini juga menarik, jadi kita harus masuk universitas yang kita tuju dulu baru kita ngajuin beasiswa (usahakan rangking universitasnya 100 besar terbaik dunia).

Trus, dalam memilih universitas.. secara umum, kita cari info sebanyak-banyaknya dari universitas tersebut. Ingat, jangan terjebak dalam informasi yang superfisial, misalnya kita tahu kalau Harvard itu nomor satu di dunia, tapi untuk jurusan teknik informatika, apa dia bagus? Nah, itu perlu dipertimbangkan. Kemudian, yang perlu dipertimbangkan lagi adalah reputasi, performance, program yang ditawarkan, fasilitas dan sumber daya, serta lingkungan. Ingat juga ya, yang terbesar belum tentu terbaik belum tentu paling cocok. Pilihlah yang PALING COCOK.
Sama halnya dengan memilih universitas, dalam memilih pembimbing pun kita juga harus memilih pembimbing yang cocok bukan pembimbing yang terkenal. 

Strategi belajarnya gimana? Hei, tingkat intelektualitas orang Indonesia itu nggak kalah kok sama yang di luar negeri kayak China, Jepang, Inggris, wtf.. yang membedakan adalah EFFORT-nya!! USAHA-nya yang membedakan!! Maka dari itu, berusahalah effort kita di atas mereka. Trus, kemampuan adaptasi yang sangat penting.

Yang terakhir, rencana masa depan. “Studying is not for the sake itself”, belajar di luar negeri perlu dikaitkan dengan rencana masa depan. Tanyakan, apa yang aku dapatkan setelah ini? Jawab dan rencanakan dengan matang. Kita bisa belajar dari kisah Andrea Hirata  dalam novel Maryamah Karpov, lulusan S2 ekonomi telekomunikasi Sorbonne tapi bingung mau kerja apa :)

Senin, 11 November 2013

UTN

"Masalahmu adalah kamu tidak suka bekerja keras"

"Hanya label semata"

"Ada sebuah jalan setapak yang menantiku, yang jika aku gagal mengambilnya maka jalan itu akan tergeletak terinjak-injak selamanya. Berapa lama lagi aku bisa menundanya? Inilah inti masalahnya dan semua hal yang lain adalah bayangannya"

"Tidur siang adalah tidur kutukan yang membuat seseorang bangun dalam keputusasaan. Matahari akan merasa tersinggung sekali"

"...kamu harus bangun demi dirimu sendiri."

"Pekerjaan itu mudah didapatkan oleh siapa pun kecuali orang lumpuh"

"Setiap orang harus bertindak dengan caranya sendiri.."

"Memulai sebuah novel seperti membuka pintu melihat pemandangn yang berkabut; anda dapat melihat walau sedikit meskipun Anda dapat mencium harumya bumi dan merasakan angin yang bertiup"

Sumber: Under The Net - Irish Murdoch