Selasa, 28 Februari 2023

Precarization or Protection? The Role of Trade and Labour Policies on Informality

Jurnal ini mengkaji dampak dari kebijakan perburuhan yang kaku dalam sektor informal, dan bagaimana institusi mengatur dampak tersebut.

Penelitian meneukan, sefleksibel mungkin aturan, akan memudahkan dan membuat efisien dan produktif para pekerja. Peraturan perburuhan yang kaku akan menggiring pada prekarisasi pekerja, alih-alih melindungi pekerja. Situasi khusus lainnya, industri yang berlokasi di kotamadya yang melaksanakan undang-undang dengan baik dapat menambah pekerjaan formal dan mengurangi pekerja informal, dibanding dengan industri yang berlokasi di kotamadya dengan pelaksanaan undang-undang yang lemah.

Data bersumber pada sensus di Brazil terkait demografi dan pekerjaan, termasuk daerah penelitian di kotamadya. Data diambil dari sensus penduduk Brazil periode 2000-2010, dibagi berdasarkan status pekerja dibayar (wage employment) dan mandiri (self-employment). Secara empiris membedakan tiga perbedaan: kotamadya, industri, dan waktu.

Dua fitur penting dalam institusi perburuhan di Brazil: 1/ penentuan anggaran berdasarkan jumlah sumber daya untuk inspeksi yang tersedia di tingkat federal, 2/ penentuan keputusan berdasarkan di mana inspeksi dilakukan atau jaraknya dari ibukota dan kotamadya.

Jurnal ini menginvestigasi, kebijakan yang didesain untuk menghubungkan perusahaan-perusahaan di negara berkembang dengan pasar-pasar di negara berkembang melalui akses terhadap pasar, dapat meningkatkan kualitas pekerja di negara-negara berkembang, sebagaimana perubahan pekerja dari pekerja informal ke pekerja formal.

KUTIPAN:

"More flexible labour markets allow workers to reallocate to their most efficient use, enhancing the productivity gains associated with a globalizing world."

"The fact that rigid labour policy may unintentionally amplify the income inequality effects of these shocks, pushing workers into unemployment and increasing the precarization of jobs, should give policymakers serious pause."

"...we next distinguish workers between self-employment and wage employment."

"Industries located in strongly-enforced municipalities could increase formal employment and decrease informal employment by more than industries located in weakly-enforced municipalities, if the first enforcement impact on informality dominates; that is, that job quality increases and workers are induced to register formally."

"However, the data may also show that companies located in strongly-enforced municipalities will increase formal employment and decrease informal employment by less than otherwise identical companies located in weakly-enforced municipalities, in response to the same currency depreciation, if the second enforcement impact on informality dominates; that is, that the cost to Brazilian businesses of employing formal workers increases and so they hire fewer formal workers to circumvent mandated benefits."

Almeida, RK., Paz, LS., & Poole, JP. (2022). Precarization or Protection? The Role of Trade and Labour Policies on Informality. The Journal of Development Studies, 58(7), 1116-1435.

Link: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00220388.2022.2061850

#precariat #labour #policies #informality #brazil #trade

Senin, 27 Februari 2023

Urban Informality as a Site of Critical Analysis

Informalitas sering digambarkan karena kritik dikotominya: di satu sisi problematik tak teratur/teregulasi, suatu realitas yang tak terencanakan dan harus dikenali lewat regulasi; dan di satu sisi sebagai perayaan atas ketekunan/kegigihan kelompok marjinal yang ada di tengah-tengah kondisi sosial, ekonomi, pollitik, dan geografi yang terabaikan.

Banks et al. mengenalkan istilah a-formal yang menunjukkan istilah ketika sektor informal tidak harus dipaksa menjalani proses formal (legal), meskipun dikontrol oleh proses institusional yang lebih kuat dan berdasarkan peraturan formal yang ada.

Hirarki formal sebagai sebuah norma, dan informal sebagai bagian inferior/tidak normal memberikan respons kebijakan yang berbeda.

Jurnal ini cenderung memperluas studi informalitas tak sekadar sebagai sebuah sektor, kondisi, atau sekadar pendapatan, tapi juga memberi batas buatan yang lintas domain ekonomi, politik, dan ruang. Melampaui dikotomi biner formal-informal. Karena batas antara formal dan informal berubah sepanjang waktu berdasarkan konteks dan analisis yang berkembang.

Mereka menganalisis informalitas lewat kacamata ekopol secara lebih dalam karena dari situ jadi terlihat bagaimana distribusi kekuasaan berjalan. Bisa menentukan siapa pemenang dan siapa yang kalah, siapa yang diuntungkan dan siapa yang tidak. Menurut mereka, berfokus pada domain pekerjaan individu atau sub kelompok tertentu akan memudahkan pemahaman akan informalitas urban yang kompleks.

Dimensi urban dari informalitas, strategi akumulasi dan daya hidup yang berbeda, dimanfaatkan tidak hanya bagi kelompok subaltern, tetapi juga kelompok elite.

Mengutip Ananya Roy, yang memahami informalitas urban sebagai pengorganisasian logis, sebuah sistem norma yang membangun transformasi urban itu sendiri.

Kasusnya semacam, mengapa perencanaan urban tak bisa cocok dengan kebutuhan kaum miskin kota, karena sifat elitis dari standar perencanaan dan pembangunan yang menempatkan kaum miskin kota harus "mematahkan" hukum dulu untuk mengamankan tanah dan pemukiman mereka.

Tiga perkembangan teoritis dan empiris yang membantu memberikan interpretasi terhadap informalitas:
1. Interaksi negara-masyarakat dan perubahan sikap negara terjadap sektor informal: Sulitnya aktivitas informal masuk kedalam model bisnis negara. Dari politik, arsitektur birokratik, dan praktek pemerinahan, kebijakan yang secara langsung dan tidak langsung menempatkan informalitas sebagai ekonomi pinggiran (atau lebih buruk waste economy). Terdapat pola dualist, legalist, dan structuralist dari kelompok elit pada pekerja rentan.
2. Signifikansi agen kelompok yang berbeda dalam sektor formal dan informal: Berhati-hati untuk tidak mengglorifikasi kelompok berpendapatan rendah untuk bernegosiasi terkait ruang urban, ekonomi, dan politik. Lebih kepada mengenali batasan dari agensi, khususnya relasi terhadap kelompok-kelompok berpenghasilan rendah dengan para agen yang lebih kuat seperti grup mafia tertentu.
3. Informalitas sebagai strategi kelompok yang berbeda: Terutama di Global Selatan, informalitas urban tidak hanya tentang kerhidupan yang tak resmi, tapi juga sebagai bentuk kebebasan dan pengorganisasian. Bagaimana informalitas bisa memperoleh kebutuhannya sendiri.

KUTIPAN:

"Understanding social and political relationships within and between the state and multiple sets of actors across these spaces (and across economic, spatial, and political domains within them) helps us to understand how resources are distributed and power secured and consolidated."

"Formality offers state resources and social status, and hence power."

"We suggest that reconsidering informality as a site of critical analysis, rather than a setting, sector, or outcome, requires ‘zooming out’ to explore patterns and processes at the meso- and macro-level, as well as ‘zooming in’ more narrowly on given sectors, settings, or outcomes, or particular groups within these."

"[E]merging theoretical and empirical developments, particularly changing attitudes to informality; the increasing salience of the agency of diverse groups of actors within informal processes and practices (but also limitations to that agency for certain groups); and practices of informality as strategy for elite and subaltern groups."

"This conceptualisation presupposed formality as the norm, and informality as an aberration, a notion that has persisted despite vigorous contestation."

".....to advance this mode of thinking."

"She finds evidence of dualist, legalist, and structuralist forms of informality at play simultaneously, illustrating how social and economic segmentation in the waste economy drives all three theorised relationships, as well as generating processes of accumulation for elites, and social marginalisation and precarity for low-paid vulnerable
workers."

"We must also be careful not to over-glorify the ‘heroic’ nature of low-income groups’ uses of urban informality to negotiate urban spaces, economies, and politics."

Banks, N., Lombard, M., & Mitlin, D. (2020). Urban Informality as a Site of Critical Analysis. The Journal of Development Studies, 56(2), 223-238.

Link: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00220388.2019.1577384

#nicolabanks #melanielombard #dianamitlin #journal #developmentstudies #informality #urban

Minggu, 26 Februari 2023

26 Februari 2023

"Menemui diri sendiri adalah sumber kreativitas dan kesejahteraan hidup." Ida Bagus Mantra

The Skills Spaace in Informal Work: Insights from Bangalore Slums

Penelitian ini memetakan dan menganalisis keterampilan 1.500 pekerja informal yang berada kawasan kumuh (slums) di Bangalore, India. Data dibagi menjadi dua ronde: ronde 1 sebanyak 698 data dan ronde 2 sebanyak 784 data, dari sensus data di India tahun 2011.

Para peneliti mengembangkan teknik mesin pembelaaran untuk mengetahui hubungan dari urundaya yang dilakukan oleh para responden.

Mereka menemukan pekerja informal bersandar pada berabagai keterampilan, seperti bagaimana menegur orang, mengerjakan tugas yang susah, kemampuan bahasa, hingga keterampilan personal dan sosial. Keterampilan tersebut berhubungan dengan tingkat stabilitas pendapatan (upah).

Mereka juga mencatat bahwa kemampuan bahasa Inggris dan komputer secara konsisten berhubungan dengan pendapatan yang lebih baik di antara berbagai keterampilan lunak yang ada.

Temuan menarik dari jurnal ini adalah, para peneliti di sini menolak penggunaan diksi/konsep "unskilled worker" atau "low skill" yang dilekatkan pada pekerja informal.

Karena penelitian mereka menunjukkan temuan sebaliknya. Skill mereka bahkan melebihi standar yang mungkin ditetapkan pada pekerja formal.

Kondisi pekerja informal di India dan Indonesia, terutama untuk daerah kota tak berbeda jauh. Tapi barangkali India lebih (maaf) parah kondisinya.

Dari penelitian tahun 2009, lebih dari 90 persen angkatan kerja di India bekerja di sektor informal. Di mana sektor informal urban menjalankan peran krusial dalam memberikan kehidupan bagi para bekerja migran dan pekerja rumah tangga berpenghasilan rendah di kawasan kumuh kota.

Kutipan:

"Our findings suggest that informal workers not only possess a large number of skills, but they are able to readily articulate these skills with, in many cases, a widely shared vocabulary. This is especially apparent when we consider some of the specific and nuanced responses elicited..."

"We report here some of these responses verbatim.24 (1) Some personal qualities: ‘tension-free’, ‘(possessing a) happy face’, ‘taking initiative’, ‘(making a good) self-introduction’, ‘ability to explain complex information clearly and simply’, ‘well-behaved manner with higher persons’. (2) Skills relating to work environments: ‘ability to work at heights’, ‘ability to work in unclean environments’, ‘ability to work independently at home’. (3) Some highly specific skills: ‘knowledge of removing skin from goats and beefs’, ‘demolition of houses’, ‘using granite polishing machine to polish granite and tiles’, ‘ability of knowing colour coded wiring’, ‘shouting loudly to attract customers’."

"Our distributional results suggest the following policy implications: (1) developing large-scale financial and computer literacy programs targeted specifically at women; (2) retiring
the concept of ‘unskilled’ when referring to informal workers"

"For local workers in low-wage employment, the ability to speak English or Hindi may be associated with greater employment opportunity."

Sengupta, N., Gaurav, S., & Evans, J. (2021). The Skills Space in Informal Work: Insights from Bangalore Slums. The Journal of Development Studies, 57(10), 1662-1689.

Link: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00220388.2021.1898593

#nandanasengupta #sarthakgaurav #jamesevans #informalwork #bangalore #slums #india

Sabtu, 25 Februari 2023

What Sustains Informality?

Sumber: What Sustains Informality? A Study of the Interactions between Formal and Informal Sector Firms by Ajit Mishra

Poin:

Jurnal ini meneliti terkait hubungan vertikal antara sektor formal dan informal. Alih-alih berkompetisi dengan usaha di sektor formal, sektor informal memproduksi barang-barang produk setengah jadi untuk perusahaan yang lain. Dan sektor formal mengubahnya menjadi barang jadi.

Ketika sektor formal-informal sama-sama bekerja pada produk yang sama, kualitas yang mereka hasilkan berbeda. Ini dikarenakan karena tidak setaranya kekayaan atau distribusi aset potensial pekerja, dan distribusi pendapatan konsumen tersebut penting bagi keberlanjutan informalitas. Jadi dengan jalur ini pula, sektor informal bisa berlanjut (sustain).

Produk akhir dari sektor formal dan informal dibedakan oleh kualitas dan permintaan konsumsi. Di mana untuk sektor informal menghasilkan permintaan yang berharga rendah dan berkualitas rendah. Sektor informal menyediakan barang setengah jadi ke sektor formal, alih-alih berkompetensi di barang jadi (produk jadi) yang dikerjakan sektor formal.

Contoh beberapa bidang vertikal yang menghubungkan sektor formal-informal dalam studi kasus di negara penulis India, di antaranya:

  1. Retail: Di bawah payung 'pedagang eceran', kedua sektor baik retail yang terorganisasi dan tidak terorganisasi saling terhubung.
  2. Tekstil: Di industri tekstil juga terlihat spektrum pekerjaan formal-informal berbagi ruang.
  3. Komponen-kendaraan: Meski industri ini diorganisasikan oleh sektor formal, namun pekerja informal yang menyokongnya sangat tinggi.

Dampak lain yang ingin disoroti adalah terkait standar kehidupan karena sektor informal cenderung kurang produktif dan memperoleh pendapatan yang rendah. Penurunan proses birokratik dan penyederhanaan pajak sebagai cara untuk mengurangi informalitas.

Kutipan:

".... coexistence of different quality levels (vertical product differentiation) is possible when there is an unequal distribution of income and the willingness to pay for quality depends on individual’s income level."

"A formal sector firm can contract with an informal sector firm for supply of intermediate goods without having to expand its own labour force. Since the informal firm is non-compliant on many fronts, it can produce those intermediate goods at a lower cost and the formal firm can benefit from this lower cost of production."

"There are two major concerns. Firstly, the skill level, human capital and productivity of informal sector workers remain low. This obviously affects aggregate output and income. More importantly, a large majority of the informal sector workers have no social security of any kind."

"Transforming Informal Work and Livelihoods Workshop, held in Helsinki 12–13 November 2020"


Mishra, A. (2022). What Sustains Informality? A Study of the Interactions between Formal and Informal Sector Firms. The Journal of Development Studies, 58(7), 1403-1415.

Link: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00220388.2022.2061853

#informalsector #informality #ajitmishra #journal #developmentstudies #routledge

Senin, 13 Februari 2023

13 Februari 2023

John wrote: You expressed yourself beautifully when talking about your dream: "My ultimate dream is to be a useful person to others by using my skill in writing to write about social issues and marginalized people." Excellent, Isma.

John, I hope this is not just a dream, but I can embody it. Thanks for your support John.

Rabu, 01 Februari 2023

1 Februari 2023

Mencatat ulang status WA Mbak Ina Minasaroh yang bagiku cukup penting:

"Pekerjaan tetap itu yang gimana sih? Jadi presiden itu pekerjaan tetap nggak? Kata simbahku, pekerjaan tetap orang zaman doeloe adalah 'ngibadah', sedangkan jadi guru, petani, kuli, dll, hanyalah 'samben' (pekerjaan sampingan, red.)."