Selasa, 17 Maret 2020

Dinda Bestari, Rama Aiphama, dan Sebuah Kenangan Keluarga

Pagi tadi Bulek (adik Bapak) di Surabaya membuat status WA, video clip lagu berjudul "Dinda Bestari" ciptaan RBY Soeprono dan RM Soenandar Hadikusumo yang dinyanyikan oleh penyanyi Rama Aiphama. Mendengarkan lagu itu sebentar, ingatan saya langsung menuju ke rumah. Ingatan yang mungkin sangat purba ketika kecil. Bapak sering sekali menyanyikan lagu ini dengan gitarnya. Terlalu sering sampai saya hafal lirik-liriknya. Lirik yang dulu sama sekali tak saya pahami dan hanya sekilas dengar. Siang ini saya memaknai ulang liriknya.

Dinda Bestari

Hati tenang melamun, oh dinda juwitaku
Ingat beta riwayat yang dulu
Waktu beta bertemu

Hati rindu berduri sayang tidak tersampai
Retak patah jiwa tak bernyali
Ingat dinda bestari

Maafkan dindaku beta lama tak bersua
Karna sedang membela negara
Yang terserang bahaya

Do'a puji juwita
Ku harapkan bersama
Sampaikanlah dindaku segera
Untuk medan teruna

Karna sedang membela negara
Yang terserang bahaya
Do'a puji juwita
Ku harapkan bersama
Sampaikanlah dindaku segera
Untuk medan teruna
Kemudian saya baca-baca komentar para warganet di YouTube sekilas. Ternyata, Pak Rama (Sayyid Muhammad bin Syagab Al-Idrus) si musikus legend berdarah Arab-Gorontalo ini enam hari yang lalu, Rabu, 11 Maret 2020 meninggal dunia. Langsung sedih, tak tahu kenapa. Pak Rama merupakan salah satu musikus alternatifnya Indonesia. Busana yang dia kenakan sering nyentrik, warna-warni mencolok, topi khas, dan aliran musiknya antara campuran melayu, keroncong, dan dangdut.

Lalu saya dengarkan khusus lagu Dinda Bestari berulang kali, lagu ini meski dengan nada mayor isinya sangat sedih. Saya membayangkan riwayat lagi yang mungkin menceritakan seorang prajurit pada masa perang tengah merindukan kekasihnya yang bestari. Bestari berarti seseorang yang memiliki budi pekerti yang baik dan pengetahuan yang luas. Sayang rindunya tak sampai, meski begitu doa yang dengan segenap ketulusan dia panjatkan pada si juwita. Prajurit ini lama tak berjumpa karena negara sedang bahaya dan harus dia bela sampai medan taruna. Lirik yang bagi saya begitu mengiris: "Hati rindu berduri sayang tidak tersampai. Retak patah jiwa tak bernyali. Ingat dinda bestari."

Lagu ini memang tenar pada zamannya, umur penyanyinya tak beda jauh dengan Bapak. Bapak kini berusia  70 tahun, sedang Pak Rama berusia 64 tahun ketika meninggal. Melihat status Bulek kayaknya bukan Bapak saja yang menyukai lagu ini, tapi juga keluarga besar Bapak di Bojonegoro, anak-anak Mbah Kung. Lagu ini menorehkan sejarah khususnya tersendiri dalam relung ingatan.

Isinya mengajari saya pula tentang pengorbanan, ketulusan, cinta, rindu, kasih sayang, sampai jika ingin belajar tentang nasionalisme sepertinya orang harus mendengarkan lagu ini. Salam Pak Rama, semoga hidup indah di alam sana. Aamiin.

Taman Budaya Raden Saleh, Semarang, 17 Maret 2020