Senin, 30 Desember 2013

Dramaturgi


Kemah Seni V (Dok. Sanggar Nuun)
Pernah denger istilah “dramaturgi” sebelumnya? Mungkin masih asing ya di Indonesia, heehee. Dari Mbak Resty (anak ISI Jogja) kemarin saya belajar tentang dramaturgi. Orang yang melakukan kegiatan dramaturgi disebut dramatur. Trus apa itu dramatur?? Dramatur itu teman sutradara, pengontrol pertunjukkan, supervisor, sharing partner sutradara, dll. Kalau dari kacamata mbak Resty ia meyebutnya sebagai jembatan yang menghubungkan sutradara dengan elemen-elemen artistik. Dramatur merupakan mata ketiga sutradara. Tugasnya menganalisa naskah, mensinkronkan, controller sebuah pertunjukkan agar pertunjukkan itu bisa diterima atau enggak? Meski begitu seorang dramatur tidak boleh ikut campur dalam hal pembuatan. Jelasnya gini, dramatur itu menganalisa naskah, me-riset, apa-apa saja yang akan dipertunjukkan. Dari setting, bentuk, genre, dan elemen-elemen aktor dan aritistik lainnya di-combine agar bisa DITERIMA. Jadi seorang dramatur dituntut memiliki wawasan luas dan berinteraksi dengan banyak orang.
                Trus teman saya si Hafidz nanya: Dramatur itu perlu nggak sih?? Dijawab sama mbak Resty: tergantung sutradara. Dia perlu nggak? Karena proses penciptaan itu ada dua: dari sutradara dan dari dramatur. Trus, proses panjang dramatur itu seperti apa? Baca buku, riset, mencari referensi, berkomunikasi dengan banyak orang, dll.
Satu hal penting yang harus dipegang oleh seorang dramatur adalah KOMITMEN. Ini jadi alasan jelas yang menjadikan dramatur tidak hanya menonjolkan pengalaman empirisnya aja. Hal pertama yang paling penting dalam sebuah pertunjukkan adalah pesan. Kamu mau nyampein apa? Kowe ape matur opo? Gagasan, pesan, bentuk harus kuat dulu maka elemen-elemen yang lain (seperti musik, kostum, lighting, dll) akan mengikuti.
Trus, gimana sih cara membuat pertunjukan yang menarik? Dijawab sama mbak Resty, semua pertunjukan itu menarik tergantung bagaimana kita mengemasnya.Mbak Resty menuturkan, “ Dimulai dari hal-hal yang dekat dengan saya, dan menarik jika saya kupas. Bukan tergantung orang lain melihatnya kemudian senang. Karena kalau kita saja yang membuat itu merasa menarik dan YAKIN maka orang lain akan terpengaruh dengan energi kita”. Dicontohkan mbak Resty, dia pernah membuat film yang judulnya “Beautiful Nail”. Dimulai karena kecintaannya pada kuku, perempuan cantik kalau memakai cat kuku. Dari ide sederhana ini, bagaimana mengangkatnya menjadi sebuah film? Trus mbak Resty keinget pas SD dulu, dia nggak boleh manjangin kuku. Kemudia ia riset sepanjang pantai selatan Jogja tentang film ini. Dan tak diduga, film yang simple, sederhana, berkualitas ini mendapat sambutan dari berbagai festival dan disambut idenya oleh Aditya Gumay.
Then.. yang penting lagi, jangan minder. Jangan khawatir kalau gagasan itu nggak fresh, karena nggak ada hal orisinil di dunia ini. Tonton pertunjukan yang banyak, cari referensi yang banyak, MEMPERKAYAI DIRI SENDIRI :)
Yogyakarta, 29 Desember 2013
Depan Kantin Dakwah

Selasa, 17 Desember 2013

Membaca Diri


Mari kita berkawan untuk melawan.
Bacalah diri kita sendiri atas ketertindasan masing-masing.
Ayo kita mulai dari hal yang kecil.
Semisal cara kita berpakaian dan beraksesoris, hal itu menjadi sangat urgen bagi kita.
Ya pertanyaan kenapa kita butuh itu semua..
Ya sejauh ini aku butuh pembacaanmu.. 
Setajam apakah kamu tahu tentang ketertindasan dirimu sendiri
Dari itu banyaklah membaca.
Tidak harus dengan buku… baca diri dan realitas saat ini.
Dari-dari itu sering-seringlah berkumpul kepada orang yang lebih berpengetahuan.
Ok! Ajak temanmu mu yang lain..
Kita diskusi bareng-bareng aja.
Coba aja dulu

#Nasihat dan dialektika aku dan Seorang teman :)

Sabtu, 14 Desember 2013

Belajar “Cinta” dari Adam-Hawa, Rama-Sinta (Rahwana)

Terinspirasi dari dongengnya mas Opik :D yang super sekali, haha. Sebuah kisah klasik dengan improvisasi dan perenungan yang dalam… Based on true story… --dengan pengubahan dimana-mana-- :D

ADAM-HAWA
Jadi, dulu tuh gini… Di surga tuh Hawa BT banget gara-gara di cuekin Adam. Hawa cemburu gara-gara Adam lebih sering godain bidadari-bidadari surga daripada dirinya. Trus iblis ngrayu si Hawa buat makan buah khuldi, dimakan sama si Hawa, dan dia dikeluarkan Allah dari surga. Nah, si Adam galau ga ada Hawa (cintanya dia), iblis ngrayu buat makan buah khuldi, dimakan tuh sama si Adam, Allah bersabda, “Adam keluar kamu dari surga!”.Dari buah khuldi mereka belajar cinta.  Si Adam berkata, “Lebih baik hidup di dunia dengan cinta, daripada di surga tanpa cinta” #eaa. Adam diturunkan di Hindus, dan Hawa diturunkan di Jeddah. Mereka saling mencari, bersyair, bermain gitar (?) nyanyi lagunya D’Bagindas (?), Adam melatunkan lagu buat si Hawa. Hingga akhirnya mereka bertemu di Arafah. Dengan gaya slow motion mereka saling berteriak melepas rindu (kayak di film-film gitu), “adammm…”-“hawaaaa…”.
Cinta lahir sebelum agama itu ada. Asas dari semua agama adalah cinta. Hingga Al Farabi menulis dalam syairnya yang keren (puisinya dibacain sama mas Arif, tapi pas aku cari teksnya di google belum ketemu)...

RAMA – SINTA (DAN RAHWANA)
Rama dan Sinta saling berikrar untuk selalu setia. Namun, ada seseorang bernama Rahwana yang menculik Sinta. Rahwana sangat mencintai Sinta. Dewi yang ia sembah dalam mitologi adalah dewi durga (dewi yang memiliki banyak kasih sayang). Sinta diculik di kerajaan Rahwana. Sinta dimuliakan disana, Rahwana pun mengungkapkan rasa cintanya pada Sinta, tapi sayang, Sinta telah berikrar setia pada Rama. Peperangan dimulai, Rama ingin membebaskan Sinta dan membunuh Rahwana. Akhirnya Rama menang, Sinta bebas, dan Rahwana mati.

Namun setelah itu, ada kegelisahan di hati Rama yang meragukan kesucian Sinta. Rama bertanya-tanya, “Apakah Rahwana menjamahmu? Memperkosamu? Sudah di’apa’kan saja kamu sama Rahwana?”. Trus, Rama mendiamkan dan menjauh dari Sinta. Kemudian, Sinta menjelaskan, “Rahwana cuma sekali menyentuhku, saat ia meculikku, setelah itu ia tak pernah menyentuhku lagi, ia sangat menghargai aku sebagai wanita. Jika kamu cinta padaku, kamu tidak akan meminta apa-apa padaku sekali pun aku sudah tak suci lagi. Kau inginkan tubuhku yang suci, sedang tubuh itu sendiri tak memiliki apa-apa, tak tahu apa-apa, dan tak seorang pun di dunia ini yang tubuhnya suci. Kau menuntut kesempurnaan dariku, sedangkan dirimu sendiri tak sempurna. Justru Rahwana dengan cintanya telah menunjukkan kebesran hati sesungguhnya. Meski nyawanya terbunuh di tanganmu, ketulusan cintanya tak akan terbunuh”.
-----
Dua cerita ini lucu dan dalam banget pas diceitain sama Mas Opik, kita semua terpingkal-pingkal, eh, pas aku tuangin dalam bentuk tulisan jadi gini, hahaha. Punten mas Opik. Inti yang ingin disampaikan cuma satu: CINTA.
-----
Oya, makasih buat makan malam bareng-barengnya mbak-mbak, mas-mas di sarang revolutor sana. Pas hujan-hujan, malam-malam, perut lapar,  datang ayam goreng lagi. Kita jejer-jejer nasi dan bersantap bersama. Ga bakal kelupa :D Diskusi tentang teologi pembebasan dan logat kukuruyuk-nya belum selesai :D Kalian adalah guru-guruku.


Yogyakarta, 13 Desember 2013

Kamis, 12 Desember 2013

Belanja Sampai Mati


Tulisan ini terinspirasi dari kelas pak Nurrochman tadi di MP 2 UIN. Yang ingin beliau lakukan adalah membentuk kesadaran dari pengaruh tsunami kapitalisme. “Shopping until death” kata efek rumah kaca. Saat kamu ditanya, “kenapa sih mesti beli di Ind*m*rt?”, jawabannya mungkin, “kenapa tidak?”.  Kita dibentuk menjadi manusia-manusia dengan citra-citra kapitalistik. Seperti, saat kamu masuk c*r*four atau mall yang gedhe gitu, kamu akan dibuat merasa malu kalo cuma beli hanya satu item barang, apalagi ga beli, haha. Setiap tempat belanja selalu didesain agar kita itu membeli sebanyak-banyaknya. Sadar!! Kita digiring korporasi-korporasi besar untuk bekerja dan menghabiskan uang untuk mereka. Naif sekali. Kiita kadang membeli sesuatu itu bukan karena kita butuh, tapi karena kita ingin. Saat kamu ditanya, kamu butuh mobil ga? Mungkin ada yang jawab “tidak”, tapi pas ditanya, “kamu pengen mobil ga?”. Semua akan jawab “pengen”. Mobilnya pun milih-milih, jangan Av*nz* kelas menengah tapi T*y*t* f*rt*n*r, lebih gagah, lebih macho, meski perawatannya lebih susah dan bahan bakarnya banyak. 
 
Sistem kapitalis menekankan pada kemakmuran individu, privatisasi, pasar bebas, persaingan bebas, dan menjadikan Negara sebagai penonton. Dunia dikuasai hanya untuk orang bermodal besar (sumber daya kapital) dan orang kecil hanya jadi seorang proletar. Berlaku sistem piramida: yang lebih banyak bekerja yang bawah tapi yang paling banyak menikmati yang atas.

piramida kapitalis


Kita dimainkan dan digiring untuk consume, consume, consume… Ngikut trend yang terkenal dan dipakai  banyak orang. Kita dicuci otak kita untuk mempercayai pasar kapitalistik tanpa disadari. Contohnya gini, orang cantik harus putih itu siapa yang bilang? Apakah itu mitologi kapitalis atau hasil dari sosio budaya?? Tidak lain adalah mitos kapitalis yang didesain produk kosemetik untuk melariskan dagangannya. Kita tersangkut yang namanya neo-colonialism, penjajahan ini lebih kejam daripada kolonalisme klasik yang menggunakan kekerasan, karena sekarang cuma perlu tempat, iklan, selesai, otak kita dicuci. Kita seolah apatis, tanpa disadari kalau kebebasan ekonomimu mati. Kita dipaksa pragmatis. Apalagi coba yang akan dirampok? Jika setiap kita berhadapan dikasir membayar belanjaan kita masih ditawari, ada yang kurang mbak? Atau kelupaan? Ini ada promo minyak goreng? Pulsanya mbak? Pelayan seolah membodohi kita untuk spend ur money, spend ur money, jangan ada kembalian. Bahkan ada perusahaan perusahaan tertentu yang menggunakan permainan psikologi pada pembeli. Contohnya, jika ada pembeli yang menaruh kembalian langsung ke dalam dompet, berarti pembeli ini irit, hati-hati menggunakan uang, dan sulit diprovokasi. Kalau sebaliknya, naruh kembalianya di saku celana atau kaos, pembeli ini teledor, dekati dia.. ttawarkn barang.. habiskan uangnya… ckckck..

Mari kita sadar, sekali-kali radikal. Kalau di Ind*m*rt kembali seratus rupiah kita dikasi permen, sekarang diubah.. jika kita kurang seratus, kasirnya yang dikasi permen, haha. Dan jangan malu kalau beli satu item dan itu murah di tempat mall-mall gedhe gitu. Kalau yang dicari ga ada, langsung pulang aja, ga usah ngrasa ga enak gara-gara ga beli.

Sebagai penutup, kita lakukan yang namanya silent revolution. Kita bentuk kapitalisme yang manusiawi. Dalam Islam kita mengenal istilah tasawuf, yang intinya jangan bergantung pada dunia. Hidup ga usah lebai. Dan seseorang tidak akan melawan kalau dia tidak sadar.

*makasih pak Nurrochman, saya belajar banyak dari bapak*

Yogyakarta, 12 Desember 2013

Perbedaan Ideologi dan Filsafat ~Repost

Filsafat, dia bicara tentang konsep yang muluk-muluk, konsep yang awang-awang. Arti filsafat secara sederhana adalah “buah pikir manusia”. Ia bicara sampai akar-akarnya. Ada lima komponen pikir filsafati:

1.RADIKAL: Tidak biasa, mendobrak, sampai hal yang paling ekstrim.
Contoh, jika ada pertanyaan “nanti malam saya akan makan apa?” Bukan nasi, roti, atau kopi jawabannya. Dari sini timbul pertanyaan baru: kenapa saya harus makan? Apa hubungan makan dan manusia?
2. RASIONAL: Akal bisa menerima.
3. KRITIS
4. UNIVERSAL: Mencakup semua
5. KOMPREHENSIF

Dan sifat fisafati yang RADIKAL, RASIONAL, KRITIS, UNIVERSAL, dan KOMPREHENSIF itu berupa konsep-konsep ABSTRAK. Dia tidak secara langsung mengubah keadaan sosial. Filafat tidak seperti air mineral atau roti yang berupa produk jadi. Filsafat bisa dipraksiskan kalau dia ditarik menjadi ideologi. Ideologi adalah bahan bakar filsafat. Jika filsafat bicara A, ideologi bicara kalau sekarang A, kenapa jadi B? Dan itu direalisasikan melalui praksis-praksis dan strategi-strategi.

Karl Marx menulis dalam nisannya: “ Yang terpenting dalam filsafat adalah ketika dia bisa mengubah dunia”. Dan itu berlaku jika filsafat ditranformasikan menjadi ideologi.
nisan mark (sumber: google)
Melalui praksis dan strategi itu maka timbullah policy (kebijakan). Jika ia berhasil maka timbullah karakter masyarakat. Seorang ideolog, dia punya kepentingan orang harus ngikuti dia; sifatnya lebih menggebu, sedangkan seorang filsuf, dia netral, bebas, dan lebih leluasa.

NB: Tulisan terdikte yang bersumber dari kelas Pak Nurrochman, S. Fil. I, M. Hum. tanggal 19 Oktober 2013 di ruang 104 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.