Jumat, 18 September 2020

Upah Minimum Pekerja?

Konsep terkait upah minimum pertama kali diterapkan oleh negara New Zealand dan Australia pada 1800. Tujuannya untuk mengurangi perselisihan industri dan budaya sweatshop (julukan bagi pabrik yang memeras keringat pekerjanya). Upah minimum mencakup kebutuhan dasar dan perlindungan sosial.

Upah minimum sendiri masih jadi perdebatan hingga sekarang, baik upah minimum memberikan dampak negatif, positif, atau tak ada sama sekali. Standar teori ekonomi neoklasik menjelaskan penerapan upah dasar bisa menurunkan tingkat permintaan tenaga kerja.

Artikel jurnal dari Tifani Husna Siregar ini membahas terkait dampak upah minimun terhadap pekerja di Indonesia. Baik pekerja di sektor informal, sektor formal, maupun pengangguran; dengan menggunakan data dari Sakernas (2001-2015) di 26 provinsi di Indonesia.

Di negara berkembang kompleksitas terkait upah minimum relatif lebih tinggi. Terlebih bagi sektor informal yang tidak mematuhi kebijakan upah minimum ini, sedangkan jumlah pekerja sektor informal mencapai 58% (BPS, 2015).

Ditambah fokus upah minimum ini lebih fokus pada sektor formal dan wilayah urban. Imbasnya banyak pekerja yang tak ter-cover oleh kebijakan upah minimum ini. Bahkan ketika diterapkan, kepatuhan untuk mengikuti undang-undang upah minimum ini juga masih rendah.

Penelitian menunjukkan, upah minimum tidak memberi dampak signifikan terhadap pekerja, malah memiliki kecerendungan negatif. Kenaikan upah minimum sebesar 10% diperkirakan akan menurunkan lapangan kerja sektor formal sebesar 2%.

Sedangkan untuk sektor informal, kenaikan upah minimum diperkirakan akan meningkatkan pekerjaan di sektor informal. Untuk pengangguran, kenaikan 10% upah minimum diperkirakan akan menurunkan pengangguran sebesar 3% dan diharapkan menurunkan jumlah angkatan kerja sebesar 0,2%. Serta kenaikan 10% upah minimum diharapkan menurunkan jumlah pengangguran muda sebesar 4%.

Tren pasar tenaga kerja Indonesia sendiri menunjukkan, partisipasi dan tingkat pekerjaan lebih dari separuh penduduk (65%) usia kerja aktif di pasar tenaga kerja. Terlebih, tren mencari kerja di Indonesia dimulai setelah seseorang lulus dan butuh waktu yang relatif lama. Di mana jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. 

Pengukuran upah minimum dipengaruhi oleh indeks Kaitz. Yaitu rasio upah minimum terhadap upah rata-rata. Semakin rendah indeks Kaitz, semakain kurang upah minimum memberi dampak. Ketika pemerintah menaikkan upah minimum, permintaan tenaga kerja di sektor formal akan turun, dan jumlah pekerja yang dipekerjakan di sana berkurang. Ini menyebabkan pasokan tenaga kerja jadi berlebih, akibatnya mereka yang hendak bekerja di sektor formal harus pindah ke sektor informal atau jadi pengangguran.

And of course, “…this study supports the view that there are obvious winners and losers from this policy.” 

Siregar, T. H. (2019). Impacts of minimum wages on employment and unemployment in Indonesia. Journal of the Asia Pacific Economy, 1–17.

Selengkapnya: www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/13547860.2019.1625585?journalCode=rjap20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar