Sabtu, 19 September 2020

Tubuh Pemberontak Bagian 2

Bagian 2 esai Silvia Federici ini menguji perkembangan minat akan tubuh di abad ke-17. Suatu usaha untuk membahas disiplin kerja terhadap pekerja yang bandel. Bagaimana keasyikan tubuh bekerja dan konstitusinya menjadi mesin kerja dalam filsafat mekanik. Federici juga menggambarkan bagaimana kompleksitas antara kebijakan institusional, wacana pendisiplinan, dan naiknya identifikasi metaforis antara "tubuh dan proletariat".

Masyarakat pra-kapitalis dimulai pada abad ke-17, kongruen dengan intervensi negara. Keduanya tak menaruh kasihan terhadap segala aspek yang mendukung jalannya kapital. Tampak pada adanya legislasi sosial di Inggris dan Prancis. Saat permainan, mabuk, judi, telanjang, seksualitas, dilarang dan dibatasi untuk menaikan tanggungjawab terhadap kerja. Dalam konteks ini, Federici ingin membaca ini sebagai serangan terhadap ilmu sihir (suatu pandangan ajaib akan dunia, sebagaimana Gereja di abad pertengahan).

Basis ajaib ini merupakan konsepsi animistik alam yang tidak membedakan antara materi dan roh. Yang berdiam dalam kekuatan gaib. Melihatnya sebagai suatu organisme yang kosmos. Foucault menyebutnya sebagai jaringan tanda dan penanda, mengandung daya tarik yang mesti diuraikan. Setiap elemen, entah itu tumbuhan, logam, dan tubuh manusia menyimpan nilai dan kekuatan anehnya sendiri.

Maka, segala praktif didesain untuk menguak rahasia alam ini. Dari ramalan, penggunaan simpati, magic dianggap Federici sebagai hal yang bisa membuka kemungkinan (hal-hal lain yang tak terakomodasi) dengan cepat. Magic bisa membuat seorang anak kecil tidur, menjadi hal yang tak kelihatan untuk memenangkan cinta, meraih imunitas saat perang, dll. Kondisi magic inilah yang coba dibasmi oleh rasionalisasi kerja. Magic membuat seseorang menginginkan sesuatu tanpa kerja, atau dalam terma Francis Bacon, "magic kills industry".

Magic dilihat pula sebagai konsepsi kualitatif akan ruang dan waktu yang menghalangi regularisasi proses perburuhan. Tidak ada pola kerja yang mempercayai adanya hari beruntung dan tidak beruntung. Ini tidak cocok dengan disiplin kerja kapitalis. Praktik-praktik magic ini ketika disebut atau dilakukan, pasti sudah dicurigai sebagai santet.

Contohnya tumbuhnya peminatan akan dunia parapsikologi atau praktik pengobatan bio atau ilmu perbintangan atau astrologi dll. Kebangkitan kepercayaan magic ini memungkinkan hari ini karena mekanisasi terhadap tubuh konstitutif terhadap individu.

Kepercayaan akan kemungkinan ini menyembunyikan kekayaan magic yang membuat sukar pendisiplinan kerja. Perjuangan ini pernah digunakan oleh kelas bawah dari ahli nujum selama masa Perang Sipil Inggris menyusun  strategi perlawanan.

Kita lihat di sini, ahli nujum faktanya bukanlah golongan falistik yang mengantisipasi masa depan, tapi seseorang  yang melegitimasi hasrat manusia dan memacu tindakan. Kaum borjuis tentu gerah dengan ini karena merusak tanggungjawab individu dan tak bisa dikontrol--sehingga meminimalisasi perubahan mayor dan revolusi.

Ketidakcocokan magic dalam ranah ruang-waktu ini membuat kenapa kapitalis melawannya. Magic kemudian dihukum karena dianggap sebagai kepercayaan yang salah. Tahayul kemudian dieliminasi untuk membuat masyarakat sipil patuh. Ini yang membuat "tubuh sosial" jadi homogen, mudah diramal, dan dapat dikontrol sebagaimana “binatang”.

Dalam konteks sosial inilah, praktik-praktik aborsif terjadi, setiap bentuk seksualitas yang tidak produktif dengan pemasrahan tubuh perempuan. Uterusnya beralih menjadi mesin alami yang mereproduksi tenaga kerja.

Melalui serangan terhadap yang ajaib ini, proletariat mengambil alih tubuh dari tanah mereka. Pengambil alihan ini merujuk pada destruksi kemampuan tetentu dan men-subordinasi kemampuan mereka. Perburuan penyihir ini adalah aspek sentral dari pembebasan tenaga kerja, aspek sentral yang membuat petani gurem lepas dari tanah mereka. Memiskinkan tubuh proletariat, yang mengganti hubungan kerja berdasarkan penjualan sukarela dari tenaga kerja seseorang.

Kasus perselisihan tubuh ini telah digambarkan dengan apik oleh Peter Linebaugh dalam “The Tyburn Riots Against the Surgeons.” Sadar atau tidak, dampak secara sosial-politik, rasionalisasi ilmiah berhubungan dengan usaha kapitalisme membangun kontrol akan tenaga kerja. Mesin menjadi model perilaku sosial.

Lalu kemampuan seseorang di-dekarakterisasi hanya berdasarkan aspek-aspek standar. Kontruksi individu baru ini sebagaimana yang William Petty bilang sebagai Hitungan Politis (Political Arithmetics). Studi yang membahas perilaku sosial dalam angka, berat, dan ukuran. Yang menampilkan tubuh sosial sama performanya dengan tubuh individu.

Masalahnya kemudian, jika tubuh itu sebuah mesin, bagaimana dia dapat bekerja? Ada 2 model terkait tubuh-pemerintah yang diturunkan dari teori filsafat mekanis. Model Cartesian dengan postulatnya kemungkinan mengembangkan mekanisme individu terhadap disiplin diri (manajemen sendiri, regulasi sendiri), yang membiarkan adanya hubungan kerja seukerala dan pemerintah menyetujuinya. Kedua model Hobbesian, yang menolak kemungkinan nalar bebas tubuh, mengeksternalisasi semua fungsi menjadi perintah, menyerahkan mereka pada otoritas absolut monarki.

Filsafat Cartesian yang membuat dualisme antara roh dan tubuh memberi banyak penjelasan. Bagaimana kemudian tubuh tanpa jiwa ini dianggap sebagai sesuatu yang mati, atau tubuh dianggap sarang dari hal-hal yang merusak. Sialnya logika Cartesian ini kukuh hingga sekarang, dan gagal untuk memberi penjelasan praktik-praktik konkrit dari tubuh itu sendiri untuk kehidupan roh.

Ini berbeda dengan rivalnya Thomas Hobbes yang menolak konsep Descartes. Kata Hobbes, perilaku manusia adalah kumpulan tindakan spontasn yang mengikuti hukum alam yang berharga dan mendorong seseorang untuk mendominasi yang lainnya.

Di sisi lain, Foucault menganggap mekanisasi tubuh ini tidak sesederhana represi terhadap hasrat, emosi, atau bentuk perilaku yang dihilangkan. Namun juga ketermpilan baru yang menjadi agen transformasi. Dan pembedaan historis antara pikiran-tubuh menunjukkan lahirnya individu dalam masyarakat kapitalis. Yang menghadapi tubuh sebagai alien.

Federici, S. (2004). The great Caliban the struggle against the rebel body – part two. Capitalism Nature Socialism, 15(3), 13–28.

Selengkapnya: https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/1045575042000247211

Tidak ada komentar:

Posting Komentar