Jumat, 25 September 2020

Produksi-Reproduksi yang Tidak Manusiawi

Lingkungan reproduksi hari ini memperlihatkan semua dosa dari mode produksi kapitalis. Reproduksi di sini dilihat dalam ruang lingkup dunia. Kita semua hidup dalam planet ekonomi dan akumulasi kapitalis masih menarik darahnya untuk memulihkan harga lanjutan dari buruh yang digaji maupun tidak digaji.Semua masuk dalam sosial reproduksi lanjutan dalam negara Dunia Ketiga. Marx menganggap tujuan dari ekonomi politik adalah kita akan menemukan penderitaan sosial dan ketidakbahagiaan, yang saat ini tengah terjadi di mana-mana

Reproduksi misal hari ini tengah banjir karena hukum akumulasi kapitalis: perampasan progresif dan terus menerus, dari perampasan primitif terhadap tanah sebagai basis produksi; hingga perampasan modern berupa perampasan jaminan hak individu dan kolektif untuk subsisten. Pebagian terus menerus terhadap masyarakat ke dalam hirarki konfliktual (kelas, jenis kelamin, ras, kebangsaan, dan pekerja yang tak dibayar). Produksi secara konstan ketidaksetaraan dan ketidakpastian. Produksi kemiskinan secara lebih luas.

Dalam Capital, Marx menulis: "Akhirnya hukun yang selalu memegang produksi surplus relatif atau tentara cadangan industri dalam keseteraan dengan perluasan dan energi akumulasi memaku pekerja pada kapital secara kuat dibanding cengkeraman Hephastus terhadap Prometheus terhadap batu karang. Ini membuat akumulasi penderitaan adalah suatu kebutuhan, berhubungan dengan akumulasi kekayaan. Akumulasi kekayaan ini satu kutub saja, kutub lainnya adalah akumulasi penderitaan yang menyiksa buruh: perbudakan, ketidakpedulian, brutalisasi, dan degradasi moral; sebagai sisi dari kelas yang memproduksi produknya sendiri sebagai kapital."

Kondisi yang dikatakan Marx ini relevan di abad ke-19 di era Revolusi Industri. Akumulasi kapital berlangsung melalui pabrik, perkebunan, bendungan, pertambangan, dan bahka produksi karpet yang tak jarang melibatkan anak-anak dalam perbudakan. Sungguh akumulasi kapitalis meluas ke seluruh dunia melalui memeras produksi dan reproduksi pekerja dalam stratifikasi yang berakhir dengan perbudakan. Ratusan juta orang hidup dalam sistem perbudakan ini.

Kekuatan ekonomi tersebut mendukung kekuatan politik, yang membentang selama periode akumulasi primitif di Eropa dengan tujuan merusak nilai-nilai individu terhadap hubungan dengan komunitasnya. Untuk membuat mereka "terpisah" dan menjadi individu tanpa nilai. Perbudakan ini menjadi fase awal ke abad selanjutnya dengan pertumbuhan pekerja rentan. Untuk menebus semua itu dibuatlah kemudian Negara Sejahtera (Welfare State). Saat ini tugas tersebut telah diatur langsung oleh agen-agen keuangan utama seperti IMF dan World Bank yang ada di negara-negara berkembang.

Hari ini, surplus (menghasilkan populasi planet yang dibasmi melalui kematian oleh dingin dan lapar di Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin, dll. Juga kematian akibat perang, genosida, militer, represi, hingga bunuh diri karena tidak ada kemungkinan untuk bertahan hidup.

Hingga yang terbaru adalah kasus pemusnahan dengan penjualan organ-organ tubuh manusia. Penjualan organ ini dihias dengan penculikan manusia dan kongkalikong dengan klinik. Di sisi lain yang terjadi di Inggris, di mana ada gelandangan, tuan feodal, kekerasan, pemerasan ilegal terhadap tanah, yang jika meereka tidak bekerja dikutuk sebagai pemalas. Terkait perbudakan pula, pekerja dibuat bekerja dalam kondisi terkurung pada berbagai sektor. Seperti perempuan yang bekerja dalam industri seks.

Menciptakan pula tenaga kerja perempuan untuk produksi dan reproduksi tapi mereka tak dibayar. Perempuan kemudian menghadapi dua kemungkinan untuk bertahan hidup: menikah dan prostitusi. Prostitusi semisal tumbuh di bawah label "sexual tourism" di destinasi-destinasi eksotik. Atau tanggungjawab dalam kerja-kerja ruah tangga membuatnya lemah.

Poin utamanya adalah: perkembangan kapitalis selalu tidak berkelanjutan karena dampak manusia yang ditimbulkannya. Untuk memahami ini, lihat berapa banyak mereka yang terbunuh karenanya, perbudakan, kekerasan, teror, serta produksi kelaparan dan penderitaan.

Terlebih pula dari sudut pandang perempuan, perkembangan kapitalis benar-benar tidak berkelanjutan karena menempatkan perempuan dalam suatu kontradiksi dengan menjadi pekerja yang tak diupah dalam ekonomi yang menuntut upah, serta menghilangkan hak-hak eksistensi mereka. Ekonomi yang subsisten yang layak adalah dengan tidak mencabut perempuan dari tanah dan air sebagai basis produksi yang fundametal dalam keberlanjutan seluruh komunitas.

Jika ini dilanggar maka berbagai bencana lingkungan akan terjadi pada ekosistem. Bumi sebagai kekuatan reproduksi pun dirampas dan dijadikan komoditas. Sebab itu dibutuhkan berbagai perlawanan dan gerakan anti-kapitalis secara global. Bukan dengan memberikan prioritas pada satu hal dan mengabaikan hal lainnya; sebab ini akan menciptakan logika yang sama dengan jiwa kapitalis.

Reproduksi dicapai dengan intensifikasi buruh secara umum, oleh jam kerja yang lebih, dengan tenaga kerja yang bisa dipotong seenaknya dan kurang upah, sehingga menciptakan stres dan pekerjaan ilegal. Perempuan terlebih berada dalam kondisi yang tidak beruntung, mereka mencari kemandirian keuangan dengan bekerja di luar rumah; di sisi lain mereka juga menjadi tenaga kerja produksi dan reproduksi yang semua itu menimbulkan ketidakstabilan.

Bukan bermaksud untuk memmbela adanya gaji, pelayanan, uang, atau lainnya; tapi lebih ke hal-hal pembelaan yang lebih mendasar seperti tanah, air, hutan, hingga waktu yang terus subsisten. Konsep kesejatehraan tidaklah cukup.  Kebutuhan lain adalah untuk secara sosial/kolektif melawan terpisahnya individu dalam tubuh masyarakat dan kehidupan alam secara keseluruhan. Juga adanya ruang publik untuk melawan privatisasi.

Akarnya apa? Rigoberta Menchu barangkali telah menjawab: “We started to reflect on the roots of the problem, and we came to the conclusion  that  its roots lay in possession of the land. We did not have the best land, the landowners did. And every  time we clear new land, they try to take it from us  or to steal it in some way."

Costa, M. D. (1996). Capitalism and reproduction. Capitalism Nature Socialism, 7(4), 111121.

Selengkapnya: http://dx.doi.org/10.1080/10455759609358712

Tidak ada komentar:

Posting Komentar