Kamis, 24 September 2020

Gotong Royong Petani

Mukadimah: Saya mengangkat jurnal betarikh lama ini karena saya menganggap jika aksi kolektif antar petani masih relevan hingga sekarang. Di mana budaya gotong royong antar petani mulai luntur di bawah sistem yang hanya mengandalkan modal dan kapital. Selamat Hari Tani.

--

Pada masyarakat Asia, khususnya di daerah marjinal, komunitas menjadi sesuatu yang sentral. Terlebih di kalangan petani yang menanam untuk konsumsi rumah tangga mereka sendiri; meski menjadi petani yang murni subsisten untuk rumah tangga sendiri dan tidak terikat oleh pasar sangat susah ditemukan sekarang ini. Sekalipun di pedesaan, petani (gurem) tetap terhubung dengan pasar.

Aksi-aksi kolektif antar petani pun dilakukan. Semisal koordinasi distribusi, irigasi air, keamanan anggota bersama, dll. Komunitas tidak hanya menjadi tempat anggota hidup, tapi juga penyediaan sistem produksi yang saling melibatkan. Paper Kawagoe, et al. ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari organisasi dan aktivitas kelompok di tingkat desa. Serta menyelidiki faktor-faktor utama yang membentuk partisipasi petani dalam kegiatan kelompok.

Studi dibuat berdasarkan survei lapangan Jawa Barat, Indonesia. Lalu meringkas pula kondisi sosial, ekonomi, dan agroekonomi; struktur dan fungsi berbagai organisasi dan kelompok di pedesaan' menyelidiki budaya gotong royong; dan menyelidiki hakikat jenis aksi kolektif di komunitas desa.

Penelitian dilakukan di Majalengka, Jawa Barat (penghubung Bandung dan Cirebon). Secara umum wilayah tanahnya berombak hingga terasiring. Ada tiga kampung yang diteliti di sini. Mayoritas masyarakatnya Sunda dan Muslim. Populasinya pada 1988 sebanyak 1.710 orang dalam 403 keluarga. Pekerjaan utama mereka adalah petani sebanyak 90% dan 10% berdagang, guru, bekerja di pemerintahan, dll.

Di desa ini juga ada warganya melakukan migrasi, saat itu pertumbuhan penduduknya relatif kecil. Sedangkan kaum mudanya lebih memilih bekerja di wilayah sektor informal urban seperti di kota Bandung dan Jakarta. Ada sekitar 290 hektare tanah yang layak tanam. Padi ditanam sekali tiap tahun, selain padi petani juga memanam kedelai, jagung, singkong, dan sayuran.

Di kampung-kampung ini, kegiatan ekonomi desa tak hanya dilakukan oleh individu saja, tapi juga secara kolektif oleh masyarakat desa yang disebut gotong royong (mutual help). Gotong royong bisa diartikan kegiatan saling membantu antar tetangga. Kegiatannya bisa bermacam-macam, tak hanya di masalah pertanian tapi juga membangun jalan, masjid, jembatan, di bawah aksi kolektif ini.

Di sini para penulis paper menjelaskan 3 institusi utama aktivitas kolektif (2 formal, 1 informal): 1. Kelompok Tani, 2. Kelompok Perempuan (PKK), 3. Arisan; di sisi lain ada juga komunitas Karang Taruna dan Koperasi Unit Desa (KUD), Lembaga Masyarakat Desa (LMD), pengajian, pencak silat, dll, sesuai tujuan dan fungsinya masing-masing. Komunitas ini selain menyediakan pelayanan publik juga untuk mencapai tujuan kebijakan nasional.

Keuntungan kelompok bisa dicapai bersama melalui kerja-kerja kolektif daripada kerja terpisah. Kerja kolektif ini lebih memberi keuntungan besar unutuk setiap anggota. Seperti yang ada pada KUD yang yang membantu distribusi, bibit, pupuk, dll, lebih untung ketika dibeli di KUD daripada  dibeli secara privat. Juga terjadi pada Kelompok Tani yang pertama kali diperkenalkan pada 1968. Ada hirarki tersendiri dalam kelompok ini, semisal tani maju (progressive farmers) beranggotakan beberapa petani biasa. Lalu ada kegiatan penyuluhan, pemberian informasi, pengembangan teknologi, dll.

Untuk ibu-ibu PKK, diperuntukkan bagi perempuan yang berusia di atas 17 tahun, telah menikah, ketua PKK biasanya diketuai oleh istri ketua RT. Mereka memiliki kegiatan rutin tiap bulan atau waktu tertentu lainnya. Programnya berhubungan dengan kerja kesejahteraan anak, ibu, dan bayi. Pemeriksaan medis, pelatihan rumah tangga, arisan, hingga simpan pinjam.

Untuk arisan (rotating credit associations), biasanya menjadi sandaran warga desa untuk jaga-jaga tabungan mereka. Tiap anggota membayar uang pokok dan akan diundi dalam tempo waktu tertentu. Yang menarik dalam penelitian ini ada yang namanya arisan padi yang diundi tiap panen tiba setahun sekali dan hasilnya dibagikan pada anggota. Arisan ini berbeda dengan arisan uang.

"... arisan in the village as a credit institution is so elemental that it cannot be compared with sophisticated modern banking systems, the arisan with its local popular appeal is one solution for easing financial constraints on villagers in rural communities where the formal financial market remains underdeveloped."

Di dalam kolektif, selain diisi oleh orang-orang yang satu tujuan; ada pula yang namanya free rider, mereka yang mengambil keuntungan dari kolektif orang lain untuk dirinya sendiri dengan sedikit atau tanpa memberikan sumbangsih. Jika perilaku oportunistik seperti ini bertahan akan membahayakan ketahanan kelompok itu sendiri.

Toshihiko Kawagoe, et al. (1992). Collective Actions and Rural Organizations in a Peasant Economy in Indonesia. The Developing Economies, XXX-3, 215-235.

Selengkapnya: https://doi.org/10.1111/j.1746-1049.1992.tb00014.x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar