Selasa, 29 September 2020

Reproduksi Sosial Kelas Pekerja - Tithi Bhattacharya

Semenjak pembentukannya, khususnya sejak akhir abad 20, kelas pekerja global menghadapi tantangan yang serius: bagaimana mengatasai semua pembagian divisi yang muncul dalam keadaan rapi, penuh bentuk perlawanan untuk merobohkan kapitalisme. Setelah perjuangan kelas pekerja global gagal mengatasi tantangan ini, kelas pekerja sendiri menjadi objek penghukuman teoritik dan praktik yang lebih luas.

Sebagian besar, penghukuman ini mengambil bentuk deklarasi atau prediksi tentang kematian kelas pekerja atau argumen bahwa kelas pekerja bukan lagi agen perubahan yang valid. Calon-calon lainnya (perempuan, rasial/etnik minoritas, gerakan sosial baru, orang-orang tak berbentuk tapi pemberontak, atau beberapa komunitas) semua memberikan kemungkinan alternatif untuk perkiraan hampir mati ini, atau kategori ekonomistik dan maskulinis dalam kelas pekerja.

Yang membuat penghukuman ini umum adalah ketidakpahaman terkait sejarah kelas yang diungkapkan oleh teori Marxis. Yang memperlihatkan suatu pandangan kekuatan kelas pekerja pemberontak dalam melampaui sekat-sekat kategori. Hari ini kritik bersandar pada visi yang dangkal terkait kelas pekerja di mana pekerja adalah orang yang memilki pekerjaan tertentu yang spesifik.

Dalam esai ini Tithi ingin menolak konsepsi tersebut dengan mengaktifkan kembali pandangan fundamental Marxis tentang pembentukan kelas yang telah digelapkan oleh 4 dekade neoliberalisme dan banyak menaklukan kelas pekerja global. Tithi akan menjelaskan kerangka kerjanya menggunakan konsep reproduksi sosial.

Berpikir tentang kelas pekerja ini penting untuk mengakui bahwa pekerja memliki eksistensi di luar tempat kerjanya. Tantangan teoritis sebelumnya bersandar pada pemahaman hubungan antara eksistensi dan kehidupan produktif mereka di bawah dominasi langsung kapitalis. Hubungan antara bidang ini akan membantu kita mengambil arah strategis untuk perjuangan kelas.

Sebelum sampai kesana, Tithi menjelaskan konsep awal, dari kritik ekonomi politik Karl Marx. Sebab akar dari konsepsi terbatas hari ini terkait kelas pekerja merupakan bagian yang lebih luas dari suatu pemahaman terbatas yang sama dari ekonomi itu sendiri. Seperti membaca ekonomi sebagai tekanan pasar netral yang menentukan takdir manusia karena kesempatan, atau birokrat serikat dagang yang memahami bahwa pekerja dibatasi (bahkan dilarang) untuk perolehan upah.

Kritik Marx terhadap pembatasan ini tidak sesederhana poinnya terhadap basis materialis-historis, pertama-tama, materialis-histroris harus dipahami bahwa kenyataan tidak sebagaimana kelihatannya. Pun ekonomi tampak pada kita tidak sesederhana kita bekerja dan digaji karenanya. Beberapa upah bisa jadi lebih rendah atau lebih tinggi.

Namun prinsip dari struktur ekonomi ini adalah kapitalis dan pekerja adalah makhluk setara yang terlibat dalam transaksi yang setara. Berdasarkan Marx dalam lingkup ini “faktanya seseorang yang sangat Surga, sangat halus haknya; ada peraturan sendiri terkait kebebasan, kesetaraan, kepemilikan... Ini menjadi keyakinan fundamental terkait  hak-hak hukum kita. Dan hak atas hukum ini bukan sesuatu yang fiktif, tapi ada dalam relasi pasar.Transaksi antara pekerja dan kapitalis adalah setara. Marx berpendapat bahwa tidak ada hak-hak yuridis ini, bahwa mereka (kapitalis) menyembunyikan realitas penindasan.

Jika kita hanya memahami eknomi secara sederhana, apakah rahasia kapital telah mengelola kita untuk menyembunyikan hal itu dari kita? Bahwa kekuatan yang bernyawa ini adalah buruh manusia. Bahwa buruh adalah sumber daya nilai di bawah kapitalisme dan proses ekonomi berlangsung secara kotor, morat-marit, rasis, bias gender, dan komponennya tak patuh.

Ekonomi Sebagai Relasi Sosial

Kenyataan konkret dari ekonomi yang bersifat permukaan ini adalah kenyataan untuk menggelapkan dua proses yang saling berhubungan: (1) Pemisahan antara politik dan ekonomi yang unik dalam kapitalisme, (2) Proses aktual dominasi dan pengambilan alih bahwa peristiwa melampui lingkungan pertukaran yang setara.

Yang pertama, proses itu akan meyakinkan kita bahwa aksi pemberian/derma kapitalis tampak menyelubungi pakaian ekonomi, tidak dapat dipisahkan oleh proses produksi itu sendiri. Sebab proses ini membuat (memungkinkannya) tindakan eksploitasi ‘kesetaraan’ dengan negosisasi, alih-alih mempertanyakan terkait bentuk upah. Proses kedua tak kehilatan bahwa bentuk-bentuk poros kehidupan sosial, menyembunyikan keadaan produksi.

Marx tengah mengundang kita untuk melihat ekonomi sebagai suatu hubungan sosial: bahwa seseorang terlibat dalam dominasi dan pemaksaan. Bahkan jika bentuk-bentuk yuridis dan institusi politik mencari cara untuk menghalanginya.

Ada tiga klaim fundamental terkait ekonomi sejauh ini: (1) Ekonomi berdasarkan apa yang kita lihat, adalah tampilan permukaan. (2) Tampilan itu dipenuhi benci oleh retorika kesetaraan dan kebebasan, menghilangkan fakta tersembunyi terkait dominasi dan paksaan, bentuk relasi poros kapitalisme. (3) Ekonomi juga adalah hubungan sosial, di mana kekuasaan berkebutuhan untuk menggelapkannya, untuk membuat pekerja berada dalam mode dominasi, ini juga berguna bagi kekuatan politik.

Inti dari paksaan dan dominasi kapitalis adalah untuk membuat pekerja memproduksi lebih daripada nilai kekuatan buruh mereka (the value of labour-power). Nilai lebih yang diproduksi selama bekerja ini oleh kapital disebut sebagai nilai surplus. Bentuk upah tak berarti apa-apa tapi nilai kebutuhan untuk mereproduksi kekuatan pekerja.

Untuk menjelaskan bagaimana pencurian ini terjadi setiap hari. Marx memperkenalkan konsep waktu kebutuhan buruh dan waktu surplus buruh. Di mana waktu kebutuhan buruh adalah prosi kerja yang setara antara kebutuhan produksi dan reproduksinya Waktu surplus buruh adalah waktu tambahan nilai yang dilakukan pekerja untuk kapital. Konsep secara umum dikenal sebagai teori nilai pekerja. Ada dua hal pokok: kekuatan buruh sendiri (komposisi, reproduksi, dll) dan ruang kerja (buruh pada poin produksi).

Kekuatan Buruh Sebagai Komoditas Unik dan Reproduksi sosialnya

Marx mengenalkan konsep kekuatan buruh dengan semangat pembebasan yang hebat. Kekuatan buruh dalam pengertian Marx adalah kapasitas pekerja. Yakni keseluruhan kapabilitas mental dan fisik yang ada dalam bentuk dan kehidupan nyata, yang secara personal ada sebagai manusia, kapabilitas yang bergerak ketika memproduksi nilai guna dari sesuatu hal.

Di bawah kapitalisme, bentuk komoditas umum ini adalah kapasitas manusia. Kita bisa menyebut itu sebagai kekuatan pekerja ketika pekerja menggunakan kapasitasnya itu, ketika direalitaskan, dan diekspresikan oleh buruh.

Pertanyaannya, bagaimana kekuatan buruh ini dikembalikan? Marx tidak cukup penjelasan terkait poin ini. Konsep pengembalikan ini berkaitan dengan reproduksi sosial. Para teoritis reproduksi sosial mengembangkan apa yang tak diuji dan dibuktikan oleh Marx. Yakni dampak kekuatan buruh di luar sirkuit komoditas produksi.

Secara historis, reporduksi kekuatan buruh ini bersadar pada apa yang kita sebut keluarga. Yang memerankan peran kunci reproduksi biologis yang meneruskan kelas pekerja. Dalam lingkup ini reproduksi pekerja seperti makan, tempat tinggal, perawatan, dll, untuk bekerja di hari berikutnya dilakukan.

Fungsi-fungsi ini tak sebanding dengan apa yang terjadi pada perempuan di bawah kapitalisme dan menjadi sumber eksploitasi sistem. Dimensi reproduksi sosial ini kemudian menjadi sangat luas jika dikaitkan dengan kapiler-kapiler lainnya tak hanya rumah dan tempat kerja, tapi juga sekolah, rumah sakit, ruang publik, dll.

Produksi dan Reproduksi

Ada dua perbedaan dalam produksi dan reproduksi: ruang produksi nilai dan ruang reproduksi kekuatan pekerja. Kedua ruang ini bisa beroperasi dalam ruang dan operasional yang sama. Namun, proses reproduksi sosial yang tak dibayar terjadi di rumah. Atau reproduksi sosial ini sering dipahai sebagai dua proses yang berbeda: ekonomi yang terjadi di tempat kerja dan sosial yang terjadi di rumah.

Reproduksi sosial dalam sistem kapitalis, tidak tentang pembagian antara lingkup non-ekonomi dan ekonomi, tapi tentang bagaimana ekonomi menggerakkan kondisi produksi kapitalis yang konon kita sebut non-ekonomi. Marx mengatakan, setiap proses produksi pada waktu yang sama juga adalah proses reproduksi.

Untuk proses reproduksi ini Michael Lebowitz menyebutnya sebagai ‘momen kedua’ yang berbeda dengan proses produksi kapital tapi masuk dalam sirkuit kapital, sirkuit upah pekerja. Dan kita perlu merevisi anggapan umum bahwa kapital melepaskan seluruh kontrolnya pada pekerja ketika dia meninggalkan tempat kerjanya.

Lalu skema hubungan buruh-kapital ini dapat dikatakan dalam dua hal: (1) Pekerja dipaksa masuk dalam relasi ini karena dia seagai manausia butuh mereproduksi hidupnya, tapi tidak bisa menjadi dirinya sendiri, karena dia dipisahkan dari sarana produksinya oleh kapital. (2) Dia masuk ke dalam relasi upah untuk kebutuhan subsistens, yang dikatakan sebagai kebutuhan untuk hidup tadi memiliki koneksi integral dalam kenyataan kerja/eksploitasi.

Tithi Bhattacharya. “How Not to Skip Class: Social Reproduction of Labor and the Global,” dalam Tithi Bhattacharya (ed), Social Reproduction Theory (London: Pluto Press, 2017).

Selengkapnya: http://www.jstor.org/stable/j.ctt1vz494j.8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar