Jumat, 18 September 2020

Tentara Cadangan Pekerja

Sebagian besar populasi dunia hidup sebagai surplus untuk kepentingan akumulasi modal. Mereka bekerja dan hidup rentan dalam konteks rural atau urban, khususnya di negara-negara pinggiran seperti Indonesia. Artikel jurnal ini menjelaskan terkait pekerja tersebut menggunakan konsep dari Marx yaitu relative surplus population (RSP)-- disebut juga tentara cadangan pekerja, di bawah kerangka rezim neoliberal dengan banyaknya kerentanan kerja yang terus menerus diproduksi.

Aturan neoliberal membentuk perkembangan RSP ini dalam tiga cara: (1) mengubah relasi kelas dan transformasi negara, (2) konfigurasi ulang dinamika kelas dan keadaan yang membentuk model akumulasi, (3) model akumulasi ini akhirnya mempengaruhi jumlah RSP. Sesuai dengan penelitian Kay (2009), putusnya hubungan pembangunan antara sektor pertanian dan industri membuat jumlah RSP ini membludak di Indonesia. Fluktuasi jumlah RSP menyiratkan 2 hal: mobilitas sosial dan proletarianisasi.

Pada penelitian Neilson and Stubbs (2011), angka RSP di seluruh dunia pada 2007 berjumlah 2,9 juta orang dari total populasi tenaga kerja 4,8 juta. Mereka berjuang dengan kehidupan yang miskin, gaji rendah dan tak pasti. Artikel jurnal ini menyelediki terkait pola RSP yang ada di Indonesia, mengidentifikasi proses dan mekanisme yang menciptakannya.

Konsep Marx, RSP merupakan corak produksi kapitalis yang diperlukan untuk kepentingan akumulasi modal. Corak ini butuh persediaan tenaga kerja dari buruh bebas yang tidak punya alat penghidupan lain selain tenaga kerja mereka sendiri. Atau populasi ini meruapakan populasi lebih dari rata-rata kebutuhan kapitalis untuk menciptakan nilai. Ada empat kategori RSP: mengambang ( pekerja kerah putih, dll), laten (pekerja sektor agrikultur, tani, dll) , stagnan (pekerja domestik, buruh industri, dll), dan fakir/buangan (pengangguran, dll).

Akumulasi kapitalis di Indonesia dimulai secara sungguh-sungguh setelah Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno usai dugaan kudeta komunis pada 1965. Di era Orba ini perekonomian bergantung pada ekspor minyak, dengan kebijakan politis terkait penekanan pasar, perdagangan, investasi dan liberalisasi keuangan, deregulasi, desentralisasi, privatisasi, disiplin fiskal, dan berkurangnya peran negara. Ciri-ciri ini berhubungan dengan konsep neoliberalisme.

Harvey (2005) mengartikan neoliberalisme sebagai seperangkat gagasan terkait kesejahteraan dengan cara membebaskan usaha dan keterampilan individu dalam kerangka kelembagaan, yang berciri adanya hak milik pribadi yang kuat, pasar bebas, dan perdagangan bebas. Kondisi ini menciptakan iklim investasi yang baik bagi akumulasi kapital. Tiga yel utamanya adalah liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Para kroni kapitalisme.

Habibi, M., & Juliawan, B. H. (2018). Creating Surplus Labour: Neo-Liberal Transformations and the Development of Relative Surplus Population in Indonesia. Journal of Contemporary Asia, 48(4), 649–670.

Selengkapnya: https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/00472336.2018.1429007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar