Lalu Jiro belajar sangat keras, saking kerasnya, dia bermigrasi kesana dan kemari. Belajar dari orang satu ke orang lain. Masa-masa itu di tengah kondisi negara Jepang saat perang, saat negara yang ringkih dengan bencana alam baik tsunami maupun gempa bumi mengalami masa-masa gelapnya. Di salah satu scene, aku merasa negara kecil Jepang itu memang telah mengalami berbagai ingatan massal yang panjang akan penderitaan, tak heran jika mereka menjadi bangsa yang kuat hingga sekarang ini.
Di tengah perjalanannya menjadi seorang insinyur, di sebuah kereta, Jiro yang saat itu mungkin lulusan SMA, dia bertemu dengan seorang perempuan yang sepertinya masih SMP awal bernama Nahoko Satomi (Miori Takimoto), pertemuan keduanya romantis, saat topi mereka diterbangkan angin, salah satunya menyelamatkan. Lalu saat terjadi tsunami dan kota terbakar, Jiro menyelamatkan perawat yang menjaga Nahoko, seorang gadis yang juga ringkih karena mewarisi penyakit TBC dari ibunya. Suatu masa, kedua orang ini dipertemukan saat Jiro ditugaskan di sebuah kota dan ternyata dia menginap di hotel milik orangtua Nahoko.
Perjalanan cinta yang cepat tapi sesungguhnya panjang itu kemudian dipersatukan. Mereka kemudian memutuskan untuk menikah, atau dinikahkan dengan cara yang unik, hanya dihadiri oleh dua orang, Kurokawa dan istrinya, yang juga kolega kantor Jiro. Kurokawa yang menikahkan keduanya, dengan upacara yang juga sangat minim dan sederhana. Aku berpikir, ada ya pernikahan seperti itu. Kalau di Islam kan minimal ada dua orang saksi dan yang menikahkan, mungkin konteks adat di sana seperti itu.
Namun, lama kelamaan penyakit Nahoko tak bisa ditahan-tahan. Meski adik Jiro yang juga memilih sekolah kedokteran mengunjungi kakak dan iparnya, Kayo Horikoshi (Mirai Shida) tak bisa melakukan apa-apa. Namun, kerja keras Jiro dibayar lunas dan tuntas. Mimpinya untuk membuat pesawat terbang akhirnya terwujud meski hidupnya dipenuhi dengan berbagai hambatan-hambatan. Akhir Nahoko yang tidak jelas, apakah dia meninggal atau bagaimana, tetapi mimpi Jiro terwujud.
Pesawat yang diimpi-impikan tersebut akhirnya jadi juga. Sebuah pesawat dengan desain yang tidak biasa, dan bisa menampung banyak penumpang terwujud. Filosofi Jiro pun unik, selagi angin masih berhemus, maka bergeraklah untuk mewujudkan mimpi. Membaca bacaan di Google, film ini berasal dari sebuah cerita pendek dari karya Tatsuo Hori. Kalau jeli lagi, kisah "The Wind Rises" ini mayan mirip dengan kisahnya Presiden Habibi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar