Cerpen yang paling kusukai adalah cerpen terakhir, "Bella Biutiful". Cerita menyentuh tentang seorang pembantu dari Lampung bernama Ida yang bekerja sebagai ART di Jakarta di rumah nyonya bernama Lisa. Sebelum ke Jakarta, hidup Ida di Lampung sungguh menguras empati. Suaminya lumpuh, anak tertua pemalas, dan anak kedua si Bella punya keterbelakangan mental. Dengan segala cara Ida bertahan dan bekerja apa pun asal menghasilkan uang, menghidupi keluarganya. Circle Lisa sendiri tipe keluarga kelas menengah yang rentan depresi, dan punya anak laki-laki queer yang tak mau membuka identitas diri. Semua bertautan dan saling melengkapi.
Cyntha dalam buku ini juga intens menjelaskan dengan detail pola hubungan antara majikan dan pembantu, tuan dan sopir, atau hubungan serupa itu dengan baik. Melalui cerita itu jadi paham latar-latar psikologis kedua kelas berbeda ini dalam menjalani hidup. Dan dapat kusimpulkan, apa pun posisinya, semua orang punya deritanya masing-masing yang tak bisa disamaratakan. Seperti diceritakan dalam cerpen mayan thriller berjudul "Ikatan", saat seorang sopir menyelematkan harkat dan martabat si bos (direktur keuangan perusahaan yang hidupnya tak kurang apapun) yang bunuh diri, dengan menutupi kasusnya seolah-olah dia kena serangan jantung. Meski di akhir cerita saya masih mangkel tidak diberi alasan kenapa si bos mati?
Yang paling berkesan tentu, buku ini dengan indah menceritakan pola hubungan antara ibu dan anak. Seperti kisah dalam "Holy Orange Bottles", si ibu digambarkan menjadi sahabat paling dekat bagi si anak, tak ada cerita apa pun yang hebat bagi si ibu kecuali cerita terkait apa yang terjadi pada si anak dan orang-orang di sekitar si anak. Anaknya pun sayang pada ibunya, meskipun dia juga sedih karena ibunya menderita kanker yang harus minum obat warna orange tiap hari. Pola hubungan ibu-anak ini juga tampak di cerpen "Ke Planet Lain Bersama Aluna" dan "Mimi Lemon", bagaimana dunia anak dan orangtua begitu berseberangan, susah disatukan dan menciptakan teror mental.
Meski di balik itu, kita bisa dengan mudah menghayati kehidupan yang sekuler dan liberal ala Lusia di cerpen "Lusia et ses Enfants", yang hidup bebas dan menggunakan kebebasannya untuk menolong jiwanya sendiri. Prinsip bebas dan mandiri itu pula yang nampak dalam cerpen " Coco De Mer". Atau memilih dunia kerangkeng seperti dalam cerpen "Formula 44", suatu paradoks kehidupan tetangga yang satu milih single, yang satu orangtua yang punya lima anak. Dan tentu, orang single lah yang justru cari moment untuk terhubung dengan yang lain. Keseluruhan, cerpen-cerpen Cyntha mengingatkanku dengan cerpen-cerpen Budi Darma, yang tokohnya punya rentang dimensi yang tidak hitam-putih dan punya motif kuat untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Cyntha dalam buku ini juga intens menjelaskan dengan detail pola hubungan antara majikan dan pembantu, tuan dan sopir, atau hubungan serupa itu dengan baik. Melalui cerita itu jadi paham latar-latar psikologis kedua kelas berbeda ini dalam menjalani hidup. Dan dapat kusimpulkan, apa pun posisinya, semua orang punya deritanya masing-masing yang tak bisa disamaratakan. Seperti dikisahkan dalam cerpen mayan thriller berjudul "Ikatan", saat seorang sopir menyelematkan harkat dan martabat si bos (direktur keuangan perusahaan yang hidupnya tak kurang apapun) yang bunuh diri, dengan menutupi kasusnya seolah-olah dia kena serangan jantung. Meski di akhir cerita saya masih mangkel tidak diberi alasan kenapa si bos mati? Pola ini juga ada di cerpen "Formula 44" dan "Bella Biutiful".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar