Ada 10 cerpen dalam buku ini, semuanya terkait Jakarta dan menarik. Kota ini rasa-rasanya jadi tempat yang tak habis untuk digali. Karakter orang-orangnya beragam, moral hidup dan matinya juga beragam. Ada yang memilih berjalan di atas sepatu ketakutan, atau karena saking kayanya, bisa kebal bencana terhadap apa pun.
Cerita berpusat soal pola relasi urban khas Tinder pemuda Jakarta, yang sehari sebelum pernikahan masih pergi bareng stranger keliling pinggiran kota dan makan makanan serupa pecel lele di pinggiran jalan (B217AN, Ratri Ninditya). Judulnya singkatan dari 'Berdua 1 Tujuan', wkwk).
Sebagai etnia China, aku tak menyadari jika membuat paspor akan bisa serumit dan memusingkan itu seperti dialami oleh cici muda yang ngurus paspor di cerpen "Aroma Terasi" karya Hanna Fransisca. Dia bahkan harus memakai calo agar proses dipercepat, dia juga harus mengaku sebagai anak di luar nikah karena ngurus surat nikah ortunya yang susah. Di kejengkelan yang puncak, si cici tokoh utama harus meminjam sarung bau terasi penjual makanan di luar kantor imigrasi karena dia pakai celana pendek.
Hal lain tentu, urban tak lepas dari pengamen. Aku memperkirakan 90℅ pengamen hidup di urban daripada rural, hal itu yang diangkat Sabda Armandio dalam cerpen "Masalah", si tokoh Yuli, Gembok, dan kawannya yang diduga intel menjalani hidup khas jalanan. Meski ilmu mereka akan musik terlalu tinggi pula seperti bukan khas anak-anak jalanan, tapi lebih ke pengetahuan anak-anak skena. Yang pokok di cerpen Dio, bagaimana negara dan suprastruktur yang dimiliki bisa menindas siapa pun. Bahkan lewat orang-orang yang mengaku teman tapi bukan teman.
Cerpen "Buyan" dari utiuts seperti mengajak tamasya ke masa depan dengan menghadirkan tokoh yang terjebak dalam kendaraan yang tak ada sopirnya, lalu dia terjebak di banjir Jakarta. Driverless car ini nyasar dan tokoh kebingungan.
Berbeda dengan cerpen-cerpen sebelumnya, di cerpen "Rahasia dari Kramat Tunggak" karya Dewi Kharisma Michellia bercerita terkait nasib PSK Kramat Tunggak yang memiliki anak di luar nikah. Lalu mereka harus melarikan diri dari ayah kandung yang mau lepas dari penjara. Yang menarik di cerpen Michel ini lebih ke penggambaran suasana hidup dan tinggal si ibu sebagai PSK.
Lalu, cerita dari Ziggy Zesyazeoviennazabriskie selalu bisa mengernyitkan dahi, tema-tema pilihannya selalu jarang ditulis. Seperti saat dia menulis "Anak-Anak Dewasa", tentang para manula di kompleks yang ingin main di sebuah wahana hysteria di Ancol, tapi berakhir dengan kematian beberapa teman manula tokoh utama. Penyebabnya, si pihak pembikin wahana ini cuma mau untung tapi tak memikirkan keselamatan penumpang. Jadi sadar pula begitu kompleksnya hari tua itu. Orang-orang berubah.
Di cerpen Ben Sohib berjudul "Haji Syiah", lebih legowo lagi. Cerpen ini tak ada kaitan sebenarnya dengan ideologi Syiah, tapi si tokoh hanya memasang gambar Ayatollah Khomeini saja, karena merasa wajah die teduh. Tapi secara prinsip ibadah kagak ikut-ikutan. Tapi simbol itu justru jadi bumerang buat yang masang.
Berikutnya, kisah dari Cyntha Hariadi sebagaimana cerita-ceritanya di "Mimi Lemon", dari pandangan anak keturunan Tionghoa di masa Mei 1998. Ya, kerusuhan itu membuat persahabatan yang erat antara Tata dan Ace jadi bercerai berai.
Yang menyedihkan lagi yaitu kisah yang diceritakan oleh Afrizal Malna dalam "Pengakuan Teater Palsu". Mengambil cerita yang dekat dengan dirinya, Afrizal mengungkap salah satu kisah seniman di TIM bernama Frans yang malas menjadi manusia. Dia melakukan berbagai hal yang aneh dan dianggap gila untuk membuktikan jika dirinya aktor. Meski hasil yang dia dapat hanya kesia-siaan.
Terakhir, cerita dari Yusi Avianto Pareanom berjudul "Suatu Hari dalam Kehidupan Seorang Warga Depok yang Pergi ke Jakarta". Warga Depok ini hanya pergi ke Jakarta ketika keperluan khusus saja, dan tujuannya tak cuma satu, tapi banyak sehingga waktunya tak sia-sia. Dia lebih suka menghabiskan waktunya hanya untuk di rumah. Selama perjalanan di Jakarta selama seharian penuh itu, si warga Depok tokoh utama yang kita cintai itu bertemu dengan banyak orang, dan dia pulang kenyang dengan dongeng. Dari pembuatan visa yang dia lupa bawa paspor, pertemuan dengan teman sejurusan pas kuliah, dll
Dari 10 tulisan yang juga terbit lebih dulu dalam bahasa Inggris berjudul "The Book of Jakarta" yang diterbitkan oleh Comma Press, UK, aku paling suka cerpen Ziggy dan Cyntha. Bagiku terasa unik dan gaya penceritaannya segar.
Refleksi yang coba aku susun:
-Kota tak ada bedanya seperti laut, menerima yang baik dan buruk yang kesemuanya akan ditelan. Dari mereka yang duduk di pusat, hingga yang paling pinggir. Dari tokoh Ace yang kaya raya seolah hidupnya bebas bencana, sampai ibu PSK di Kramat Tunggak. Dari paling wangi sampai busuknya. Dari yang paling serius sampai paling remeh-temeh. Jakarta dagrasinya sekeren itu. Meski dia selalu disalahkan oleh banyak daerah karena dianggap sebagai daerah prioritas apa-apa (DIISTEMEWAKAN), tapi dia juga menanggung "beban" yang paling besar.
-Bagi sebagian orang, kota Jakarta memang "menjijikkan" untuk disentuh, yang membuat seseorang jadi lupa untuk memikirkan dirinya sendiri, apalagi orang lain (menyedihkan bukan?). Meskipun begitu, kota ini juga adalah kota kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar