Selasa, 22 Agustus 2023

Catatan Tontonan Film Agustus 2023 Part IV

When Marnie Was There (2014)

Tokoh Anna Sasaki (Hailee Steinfeld) merupakan tokoh yang diciptakan oleh studio Ghibli dengan karakter tidak bisa mencintai dirinya sendiri. Anna memiliki self worth yang buruk, merasa orang lain tak ada yang mempedulikannya, dia selalu sendiri, dan tak punya teman. Dia membayangkan dunia ini serupa lingkaran, ada lingkaran dalam yang diisi oleh kebanyakan orang, sedangkan dia merasa ada di luar lingkaran. Anna juga tak ragu untuk mengatakan kata-kata kasarnya pada orang lain jika dia kesal, seperti "merengek seperti kambing" pada ibu angkatnya yang menangis mengkhawatirkannya. Atau juga menyebut teman perempuannya yang gempal dengan bully "babi gendut", haha, anak perempuan mana yang tak menangis mendengar itu lalu diceritakan kepada ibunya dan Anna kena marah.

Sebab karakternya itu, pertemuan Anna dengan Marnie (Kasumi Arimura) memberi kesejukan lain bagi Anna. Pertemuan ini terjadi saat Anna dipindahkan ibu angkatnya ke rumah bibi dan pamannya yang memiliki lingkungan dengan indeks udara yang baik--ya, gak kayak Jakarta lah ya, wkwk. Marnie barangkali adalah tokoh bayangan yang diciptakan Anna. Marnie tinggal di sebuah rumah besar mewah seperti istana, dia sangat cantik, anggun, berambut pirang, tapi kesepian di rumah bersama tiga pembantu salah satunya seorang nenek. Istana itu lama tak ditinggali, rumah itu banyak menyimpan kenangan masa kecil Marnie, dan Anna diajak melintasi mesin waktu ke masa lalu, ke hidup Marnie. Selama di desa tersebut, Anna ditemani buku sketsanya menjalin persahabatan dan permainan dengan Marnie. Mereka piknik, ke Silo, dan ke berbagai tempat di desa bersama.

Plot twist yang terjadi, ternyata Marnie adalah nenekya si Anna. Hal ini dia ketahui lewat cerita seorang pelukis yang suka melukis terkait rumah istana di seberang rawa. Dia menceritakan bagaimana kronologi kehidupan Marnie dari kecil, hingga menikah, hingga punya anak, dan hingga dia meninggal. Marnie yang kesepian, sering ditinggal pergi orangtuanya karena kesibukan. Pas ibu angkat Anna ke desa, dia memberi Anna foto dari neneknya, dan ternyata itu foro istana rumah milik Marnie. Anna langsung terkejut dan melihat orang-orang di sekitarnya secara berbeda. Dia mengalami suatu hal yang kuanggap sebagai "transformasi kesadaran". Anna jadi sayang kemudian sama ibu angkatnya. Poin menarik lain adalah pemandangan yang dihadirkan film ini, rawa, sungai, bunga-bunga, suasana desa, khas Ghibli sekali. Ternyata, film ini juga terinspirasi dari novel When Marnie Was There karya Joan G. Robinson.

Whisper of The Heart (1995)

Menonton film ini seperti mengajak ke dalam kedalaman diriku. Segala latar dalam film ini bagiku sangat dekat, dengan tokoh yang mempunyai karakter kurang lebih sama, hobi yang sama, dan juga ambisi yang sama. Aku bisa membayangkan diriku akan tinggal di Jepang suatu hari, tinggal di rumah di atas bukit di pinggiran kota, tapi masih bisa melihat kota dari ketinggian. Tempat itu rasanya persis sama dengan suasana yang kurasakan di Semarang, di beberapa titiknya. Yang membedakan karakterku dengan karakter tokoh perempuan utama bernama Shizuku Tsukishima (Yoko Hanna) adalah, Shizuku cukup ekstrovert dan blak-blakkan, sedangkan aku tidak. Namun karakternya yang barangkali tidak peka, suka ke perpustakaan, suka meminjam buku, bercita-cita jadi penulis hebat, menyukai hal-hal unik, juga adalah hal-hal lain yang rasanya begitu dekat. Ditambah kucing yang bernama Moon/Muta/Yahoo membuatnya begitu lucu dan keseharian.

Alur film ini sederhana, tapi animasi garapan Ghibli beserta musiknya bagiku tak pernah gagal untuk memanjakan mata dan telinga. Aku jadi memiliki kesadaran lain ketika melihat film, kesadaran akan empati, kesadaran akan apa yang kutonton benar-benar kunikmati selama apa pun durasi film itu. Sebab yang penting dari sebuah film bukan durasinya, tapi apakah kita bisa menikmati film tersebut? Bersama film dari Ghibli, aku merasa nyaman dan tak memedulikan durasi. Sebagaimana di film Whisper of The Heart, aku juga masih ingat lagu Tetsuko Yamashita dengan pop city-nya memasuki telingaku. Tokoh laki-lakinya Seiji Amasawa (Issey Takahashi) dan kakeknya Shiro Nishi (Keiju Kobayashi) juga merupakan tokoh yang setia, baik, dan sangat seniman. Amasawa juga gentle, membawa Shizuku dengan sepedanya untuk melihat matahari terbit, dan berjanji suatu hari nanti akan menikahi Shizuku.

Membayangkan ketetapan hati Amasawa yang bercita-cita menjadi pengrajin biola berbakat merupakan cita-cita yang tak biasa. Cita-cita yang membuat Shizuku sadar akan mimpi dan berliannya sendiri: dia pandai menulis dan membuat cerita. Lalu selama tiga minggu, Shizuku membuktikan diri jika ia bisa. Dia tak keluar kamar untuk menulis cerita terkait The Baron, patung si kakek yang dibeli ketika tinggal di Eropa. Kakek yang memiliki toko barang antik bernama Toko Nishi, kakek berjanji akan menjadi pembaca pertama Shizuku untuk bukunya. Ya Allah, apa yang dilakukan Shizuku benar-benar ingin aku tiru. Namun, Shizuku sebagaimana Amasawa, mereka tak percaya diri, dan tak yakin dengan skill (berlian) yang dimilikinya. Kakek bilang, pengrajin di mana pun, tak akan mendapatkan hasil yang sempurna pada percobaan pertama. Hampir tiga dekade film ini, dan tak lekang waktu.

Only Yesterday (1991)

Ya Allah, ini film related banget sama hidupku sekarang. Tokohnya Taeko Okajima versi dewasa kegelisahan dan psikologinya ngena banget. Dia berumur 27 tahun, belum menikah, dan dipaksa menikah oleh orangtuanya, karena kakak-kakaknya telah menikah. Dia juga bosan dengan pekerjaannya di Kota Tokyo yang dijalaninya tidak sepenuh hati, dia seperti tidak menjadi dirinya. Dia diibaratkan seperti kupu-kupu yang hanya mengepakkan sayap tanpa tujuan, "Aku tak hidup dalam pekerjaan." Lalu dia ambil cuti selama 10 hari gitu untuk pergi ke desa, belajar terkait pertanian di desa dengan saudara dari orangtuanya. Kemudian, dia bertemu dengan Toshio yang di akhir film akan menjadi jodoh Taeko. Umur Toshio di bawah Taeko, Toshio adalah petani muda yang sangat idealis. Dia lebih memilih pertanian organik daripada pertanian yang menggunakan pestisida dan kimia. Dia memberi banyak perspektif kepada Taekko untuk memikirkan jati diri, pekerjaan, dan makna kemakmuran. "Ayo pikirkan kembali makna kemakmuran sesungguhnya," katanya.

Mereka berdua menurutku sangat manis. Taeko yang tak berhenti memikirkan masa kecilnya dan kejadian masa kecil itu selalu dihubungkan dengan kehidupannya sekarang. Dari ceritanya terkait haid pertama perempuan dan betapa santainya Rie-chan temannya yang mengalami itu. Rie-chan telah mendapatkan pendidikan terkait haid dari ibunya. Namun Taeko tidak, dia ketakutan, hubungan dia dengan ibu, ayah, dan kedua kakaknya (Yaeko dan Nanako) bisa dibilang tidak terlalu dekat. Hubungan yang biasa saja. Hal lain juga terkait Abe-kun yang tak mau bersalaman dengan Taeko, Abe anak orang miskin yang tangannya sering buat ngupil dan ngelap umbel. Juga kisah cinta monyet Taeko yang disalamkan sama kakak kelasnya pemain base ball. Taeko juga tak jago matematika, dia payah dalam hal pecahan, mengimajinasikan hal itu dengan apel pun tak jalan. Taeko di masa dewasa terus berdamai dengan inner child yang dimilikinya.

Empati terbesarkau saat Taeko ditampar oleh ayahnya karena si ayah menganggap Taeko terlalu drama dan keterlaluan bilang mau ikut tapi gak ikut, trus ikut lagi. Dia juga gak mau nerima barang lungsuran dari kakaknya. Taeko cukup keras kepala juga melawan kakaknya terutana Yaeko (kakak kedua). Sebagai anak terakhir,  Taeko tak ingin kalah. Saat ikut drama sekolah pun, guru menyalahkannya karena tak seusai dengan skrip yang telah dibuat. Namun anehnya, dia diajak ke pementasan yang lain, kesempatan yang bisa membuat Taeko jadi artis cilik. Namun si ayah menentang keras, karena kehidupan di bisnis hiburan dipenuhi orang-orang yang tak baik. Taeko pun terpaksa memenggal cita-citanya. Lalu, jadilah Taeko sebagai pekerja kantor, dan bertemu Toshio serta dunia perdesaan yang mengubah hidup. Di akhir film aku berdoa: Ya Allah, pengen punya nasib yang seperti Taeko dan Toshio juga, yang udah ketemu jati diri dan mencintai pekerjaannya. Film yang bersahaja dan membumi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar