Saya tidak ingat Pak Wells, kapan terakhir saya membaca karya-karya yang futuristik. Saya pikir sudah banyak penulis yang menuliskan tentang berbagai kemungkinan masa depan, dan di antara yang banyak itu, Anda bisa menyembul dengan keautentikan Anda. Novelet yang Anda tulis tahun 1895 berjudul "Mesin Waktu" ini seolah babat alas, meskipun jika saya dalami, cerita ini selalu berhubungan dengan masa di mana Anda hidup beserta kekacauan yang dialaminya. Salam kenal Wells, barangkali Anda lebih nyaman untuk tidak ada imbuhan Pak atau sebutan feodal lainnya. Baik, saya akan mencoba melampaui tradisi saya sendiri.
Saya ingin mengingat-ingat bacaan yang saya selesaikan tiga-empat hari yang lalu. Emang apa yang akan terjadi di tahun 802.701 Masehi? Saya seperti merasakan ada suatu keanehan magis ketika membaca buku Anda ini. Saya tak punya imajinasi apa pun di tahun itu? Anehnya, saya jadi meragukan waktu sekarang. Apakah ini nyata atau tidak. Apa benar kata Vedanta jika dunia kita ini memang ilusi atau maya yang tidak ada habisnya.
Wells, saya akan selalu ingin memulainya dengan alur yang Anda sampaikan di buku ini. Seperti film lama hitam-putih, terima kasih banyak atas sambutanmu. Hm, Anda memulai prolog buku ini dengan suatu kerendahan hati, atau bisa saya bilang rendah diri akan kemampuan Anda. Anda sebagai seorang wartawan merasa tidak percaya diri menulis dan akhirnya karya ini jadi juga dan berumur panjang, setidaknya telah seabad lebih usianya.
Anda bercerita terkait seorang Pengelana Waktu yang tengah bereksperimen tentang mesin waktu di laboratoriumnya. Si pengelana ini sepertinya inklusif, karena dia punya banyak sahabat seperti Dokter, Wartawan, Redaktur, Psikolog, si anak muda, Filby, dan si tokoh narator sendiri. Fun fact, saya membayangkan naratornya perempuan alih-alih laki-laki, meski saya tahu di akhir cerita dia seorang laki-laki. Saya termasuk orang yang suka dengan konsep karakter unigender di cerita, karena pembaca bisa membayangkan dia laki-laki atau perempuan terserah imajinasi dia, termasuk yang dilakukan misal psikolog atau dokter, bisa dibayangkan tokohnya laki-laki atau perempuan, terserah pembaca.
Awal mulanya, gerombolan tokoh ini tertakjub-takjub dengan prejengan mesin waktu yang diciptakan oleh pengelana waktu. Meskipun Wells, saya tak bisa menangkap dengan baik wujud mesin waktu yang Anda maksudkan. Masih susah menurut saya. Kritik untuk karya Anda juga, meskipun novel ini spekulatif, tetapi uraian fisika dan teknisnya sangat minim. Lebih banyak narasi daripada spekulasi ilmiah yang masuk akal. Anda juga seperti terjebak dalam simplifikasi konflik sosial, dengan narasi yang terputus di akhir-akhir cerita. Peran Anda sebagai anggota Fabian Society juga berpengaruh pada pilihan Anda ke ruang distopia.
Kemampuan pengelana waktu tak ditunjukkan di pertemuan pertama, tapi di pertemuan kedua, dengan mengundang grup yang lebih besar seperti sirkel media, sekaligus laki-laki pendiam yang wajahnya penuh rasa ingin tahu. Namun mereka semua tak diajak, si Pengelana Waktu tiba-tiba datang dalam kondisi porak poranda, pucat masai, dan kelelahan yang sangat saat tiba di waktu makan malam. Dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu, kemudian membawa rombongan itu ke ruang yang bisa digunakan untuk merokok dan berceritalah dia.
Semua bermula dari mesin waktu tersebut, di mana si pengelana waktu menuju suatu dunia tak dikenal setelah melewati semacam sumur tanpa ujung di antara cahaya-cahaya. Dia menemukan Sphinx putih yang di kiri-kanannya ada bangunan rapuh. Di dunia itu dia bertemu makhluk-makhluk liliput (yang bisa digendong Pengelana Waktu di pundaknya) dengan fisik yang nyaris sama, ukuran maupun karakternya. Si Pengelana Waktu tidak tahu dia ada di zaman berapa masehi, tapi dia diajak bertualang di dunia itu. Pasalnya, dia tak bisa kembali juga karena mesin waktunya dicuri oleh makhluk-makhluk masa depan tempat dia berada.
Pengelana Waktu menuju suatu Istana besar tempat makhluk-makhluk itu tinggal, di sana mereka makan buah-buahan. Makhluk itu berkeliling untuk makan siang, di masa depan, pengelana waktu berpikir jika semua makhluk akan hidup dengan gaya vegan. Namun ada yang aneh, mereka hidup seperti binatang ternak, tak bisa berpikir, menimbang, berinovasi, hanya hidup seperti hewan yang cuma bisa ternak. Di sana pengelana waktu, di halamannya banyak sumur-sumur yang mencurigakan.
Suatu hari, pengelana waktu punya teman baru dari ras setempat bernama Weena, yang diajaknya kemana-mana sambil pengelana waktu belajar bahasa setempat yang aneh. Dia begitu penasaran dengan sumur kelabu itu, ketika dinyalakan korek di atasnya, seperti ada suara mesin. Namun, ketika barang jatuh langsung terhisap. Tak jauh dari bibir sumur terdapat tangga untuk menuju ke bawah. Weena menjerit histeris ketika pengelana waktu memutuskan diri untuk pergi ke dalam sumur, seperti dia jatuh ke neraka.
Setelah mencoba dengan keras, karena tangganya sangat kecil dibuat oleh seukuran makhluk setempat, dia hampir-hampir jatuh. Ketika sampai di dasar, misinya selain ingin tahu dunia apa yang ada di dalam sana, juga untuk mencari mesin waktunya yang hilang atau disembunyikan. Di sana, ternyata tempat tinggal makhluk menjijikkan dengan kulit hitam, tak punya dagu, mata sangat besar, dan hidup di bawah tanah dan kegelapan ekstrem. Mereka serupa tikus got barangkali, bisa melihat dan hidup dalam kegelapan.
Si pengelana waktu hanya ditemani beberapa korek yang tersisa untuk melihat kondisi di sana. Ternyata makhluk itu golongan bangsa Morlock, mereka kanibal dan memakan bangsa atas bernama Eloi, makhluk seperti Weena dan kawan-kawan yang hidup di permukaan. Setiap entah berapa bulan sekali, angkasa akan gelap dan mereka akan menuju ke atas untuk memburu bangsa Eloi yang seperti hewan ternak dan sengaja diternakan. Bangsa Morlock bangsa yang buas, dan mengerikan.
Pengelana Waktu ingin segera keluar dari ruang bawah tanah, jika tak ingin dia jadi santapan berikutnya. Dengan korek seadanya, dia naik ke tangga itu kembali hingga bisa keluar. Pengelana waktu menemukan Weena yang ketakutan, makhluk itu takut pada gelap. Akhirnya, Weena dibawa ke sebuah istana lain yang mirip dengan museum, mereka melewati hutan, dan kegelapan. Morlock akan datang ke atas di kondisi gelap seperti itu, dan di mana-mana Pengelana Waktu seperti dimata-matai.
Di gedung besar semacam museum itu, dia menemukan berbagai tulang atau barang-barang dari masa lalu, hingga semacam manekin masa lalu. Namun, barang yang paling dia pedulikan adalah korek dan kamper, karena hanya barang itu yang bisa membuat para Morlock takut. Sejak tadi Weena ketakutan, Pengelana Waktu menggendongnya di pundak. Dia ingin kembali ke tempat Weena semula, menemukan mesin waktunya, dan dalam hati ada keinginan untuk menghancurkan Morlock (penduduk bawah tanah), seperti ingin menyelamatkan Eloi (dunia atas, individu maja, pasif, tak produktif).
Di perjalanan itu, Pengelana Waktu diserang oleh para Marlock dan Weena ikut hilang untuk dimangsa. Dengan kamper yang dinyalakan dengan korek, Pengelana Waktu selamat. Dia akhirnya sampai di Sphinx awal, di sanalah mesin waktu sebenarnya ada, Marlock menyembunyikannya. Dengan sekuat tenaga, Pengelana Waktu mengendarai mesin tersebut. Dia kembali terlempar ke dunia lain saat awal-awal bumi terbentuk, atau masa Dinosaurus dan hewan-hewan besar hidup. Dia seperti ragu berlama-lama dan akhirnya berhasil kembali ke dunia realnya dia.
Cerita itu selesai dalam XII babak. Para sirkel pengelana waktu mendengarkannya dengan seksama. Dongeng itu sangat panjang hingga pagi dini hari menjelang. Ada yang menganggapnya hoaks, ada pula yang memujinya. Hingga satu per satu orang-orang yang mendengarkan itu pergi. Si narator bercerita jika si pengelana waktu masih mengembangkan mesinnya, tapi ketika dia dicari, sosoknya sudah tak ada. Dia menghilang secara misterius tanpa diketahui.
Seperti itu cerita yang saya tangkap Wells, kisah yang lumayan rumit, dan saya merasa Anda sangat pesimistis sekali terhadap hidup dan masa depan. Anda di sana juga membahas lintas masa, seperti masa emas Nebudakdnezar II, periode Fabians, pertempuran Hastings di masa Raja Edward, atau proses Normanisasi yang mempengaruhi rakyat Inggris, di mana bahasa, politik, pemerintahan, hukum, budaya, sosial, arsitektur, berpengaruh. Juga membayangkan bagaimana Sungai Thames dibentuk 450 ribu yang lalu. Banyak anakronisme di cerita Anda, semacam kondisi salah zaman. Juga anekdot dunia Eloi dan Morlock, pertarungan kelas kaum Marxis yang saya kira di masa Anda wacana itu sedang hangat-hangatnya. Mari kita bahas tipis-tipis terkait analisis di baliknya.
Buku Anda ini Wells, dianggap sebagai karya klasik dan dianggap jadi pelopor fiksi ilmiah modern, yang memperkenalkan konsep perjalanan waktu dengan mesin. Konsep ini kemudian meluas jadi pondasi untuk genre sci-fi. Anda menggambarkan alat ini sebagai hal ilmiah alih-alih sihir, yang kemudian menginspirasi penulis-penulis seperti Isaac Asimov, Arthur C Clarke, hingga Audrey Niffenengger. Mungkin juga tayangan Amerika, saya jadi ingat Star Trek. Anda juga seperti saya bilang, mengangkat isu kelas sosial dan masa depan umat manusia. Mereka yang hidup seperti ternak, nyaman tanpa kerja; dengan mereka yang hidup dengan kerja keras di bawah eksploitasi.
Anda semacam menunjukkan kekhawatiran akan dunia kapitalisme dan ketimpangan yang terjadi dan masih relevan hingga sekarang. Ada eksplorasi entropi, kehancuran peradaban, dan evolusi manusia yang menyusut. Tokoh-tokoh Anda yang tanpa nama juga menciptakan rasa misteri dan simbolisme universal. Masa depan memang dibentuk oleh pilihan kita sendiri, ini sejalan dengan kegelisahan dan ketakutan di masa depan. Anda melahirkan cara baru dalam melihat waktu, bahwa waktu bukan sesuatu yang linier. Titik manapun sebenarnya ada kemungkinan untuk dijelajahi. Anda menanyakan pertanyaan penting: Kemana kita menuju? Apa pendapatmu Wells?
Barangkali dia akan menjawab, "Banyak orang yang tak bisa membaca masa depan, jangankan mengimajinasikannya, memikirkan saja barangkali tidak. Aku menulis The Time Machine bukan karena benar-benar tahu, tapi aku takut akan kemungkinannya. Jika kau merasa takut, bingung, kecil, itu wajar, tapi kata-katamu berisi senjata. Kita menulis bukan hanya tentang hari ini, tapi juga masa depan, menanyakan hal seperti ini kadang menarik juga sebagai penulis: Apakah ia bisa dibaca oleh orang lain 100 tahun mendatang dan membuat mereka berpikir? Kukira, kau tak perlu tunduk pada aturan genre, jika kau bisa menembus batas lewat kata-katamu. Maksudku, bukan di persoalan masa depan, tapi mempersiapkan kesadarannya."
KUTIPAN:
"Tapi si pengelana waktu sangat bernyali dalam bidangnya." (p. 13)
"Si pengelana waktu memusatkan perhatiannya pada makan malamnya, dan menunjukkan selera gelandangan." (p. 18)
"Aku tidak pernah bertemu orang-orang yang lebih pemalas dan lebih cepat lelah dibandingkan mereka." (p. 32)
"Orang-orang masa depan ini mirip satu sama lain (mereka juga vegan total dan tak punya minat, seluruh dunia jadi taman, tidak ada pemakaman, usia tak pernah tua, tak ada kreativitas)." (p. 34)
"Alam juga pemalu dan lambat di tangan kita yang kikuk." (p. 36)
"Aku sudah menguras emosiku." (p. 43)
"Grant Allen: kalau setiap generasi mati dan meninggalkan hantu, maka dunia akan sesak dengan hantu." (p. 52)
"Manusia tidak lagi tetap satu spesies, tapi sudah memecah menjadi dua hewan yang berbeda, bahwa anak-anak yang anggun dari Dunia-Atas bukanlah satu-satunya keturunan generasi kita." (p. 55)
"Kebiasaan lama melayani yang masih bertahan... Mungkin karena kebiasaan lama menikmati membunuh hewan sabagai olahraga..." (p. 67)
"Hadapi dunia ini. Pelajari cara-caranya, cermati, berhati-hati agar tidak tergesa-gesa menebak artinya. Pada akhirnya kau akan menemukan petunjuk.... Tiba-tiba kelucuan situasinya terlintas dalam benakku, teringat bertahun-tahun kuhabiskan untuk belajar dan bersusah payah pergi ke masa depan, dan sekarang aku ingin pulang dari sana." (p. 45)
"Aku peka terhadap banyak hal yang tak terlihat, dan yang menyumbang kenyamananku." (p. 48)
"Eloi hanya sekadar ternak yang digemukkan, dipertahankan dan diburu oleh Morlock yang seperti semut--mungkin juga dikembangbiakkan." (p. 73)
"Ia gelisah dan tak kenal lelah hingga akhir hidupnya, nabi yang selamanya tak puas dengan dirinya sendiri dan dengan kemanusiaan." (p. 114)
Judul: Mesin Waktu | Penulis: Herbert Geroge Wells | Penerjemah: B. Sendra Tanuwidjaja | Penerbit: Kakatua Jakarta | Penyunting: Gita Karisma | Jumlah Halaman: viii + 144 | Cetakan: Pertama, Maret 2020 | Copyright: The Time Machine, H.G. Wells, 1895

Tidak ada komentar:
Posting Komentar