Gemuruh laut malam hari
Adalah gemuruh-gemuruh cemara
Di siang di padang-padang
Bertahan sepi antara daun dan cabang
Dan sepi itu satu saja
Satu suara tak menyebut nama-nama
Ya, itu adalah sepenggal puisi yang kami pelajari saat mengikuti ekskul drama di sekolah kami smansa cepu.
Okay teman!! Catatan ini aku buat karena kerinduanku terhadap dunia teater (idih, gaya banget). Mungkin udah lama banget, kurang lebih 5 tahun yang lalu ikut ekskul drama, nah sekarang... jejak-jejak yang masih ku ingat akan aku ceritakan.
Guru drama kami ada dua: Bu Djumiati (Bu Djum) dan Bu Heri Kusmiatun (Bu Heri). Kedua guru ini adalah guru Bahasa Indonesia. Menurutku Bu Djum itu Rendra versi ceweknya SMANSA. Beliau guru teater yang hebat dan berpengalaman. Dan aku sama anak-anak drama yang lain adalah murid teaternya, dulu tahun angkatan 2008/2009.
Jujur yaa, aku sebenarnya nekat banget ikut ekskul ini, aku nggak PD banget ! Udah tahu nggak punya bakat, isinan, wajah di bawah passing grade lagi, haha. Niatnya sih emang pengen nambah ilmu dan pengalaman aja. Drama itu kayak apa sih? Siapa tahu ntar aku jadi artis dan dapat piala oscar (haha, PLAK!) Next, kebanyakan yang ikut cewek 20-an lebih, cowoknya seingatku cuma Sandhi, Boy, Ridho, sama Nanto. Di sini aku belajar banyak, Bu Djum mempresentasikan sebuah puisi/prosa gitu secara keren badai. Salah satu ilmunya, kayak pas baca puisi saat baca kata hening yang nadanya melas dan rendah akan beda dengan puisinya Chairil Anwar yang liriknya "Aku ini binatang jalang" yang sarat dengan emosi dan nada yang tinggi. Dan kalau lagi bacain puisi sedih itu sebenarnya pembaca nggak boleh (dilarang) menangis. Dan juga, suara boleh melas, sedih, nggak berdaya tapi ingat VOLUME harus konstan, konsisten, dan kedengeran. Perhatikan juga tentang tempo, rasa, tekanan, dan watak. Terus diajari juga tentang pementasan, drama, akting, blocking, dan teori-teori lainnya, kayak kalau mau pentas pemain nggak boleh membelakangi penonton. Dan pas perpisahan kelas XII pas zaman mantan ketua OSIS-nya Kak Alex anak-anak drama tampil sobat!! :) Ceritanya tentang "BUTI MERAH", plesetan dari cerita rakyat Timun Emas. Skenario dan sutradaranya Bu Djum. Wow, persiapannya emang nggak main-main, khusunya para tokoh utama, dubber, yang nari-nari, koreografi, busana, musik, dan properti. Pemain utama di drama ini: Puspitaningdyah Anggraeni (yang jadi buti merah), Fitria Nugraheni (yang jadi Timun), Lastboy Tahara Sinaga (yang jadi pangerannya gitu), Aisyah Nurayati (ibu Timun), dan tokoh-tokoh lainnya yang dinarasikan oleh teman kami Sandhi Ading Wasana dan Aprilina Putranti. Kalau aku sih cuma yang jadi koor suaranya doang, haha :D Aku emang dulu itu nggak bakat banget tampil di depan umum. Ilmu ini berguna saat aku duduk di kelas XI pas ada pementasan drama kelas di zamannya Bu Naning Sulbiyati, hehe. Dan alhamdulillah pementasannya lancar dan katanya dapat pujian dan apresiasi yang besar dari camat Cepu, Pak Purwadi Setiono :)
Beberapa hari habis pementasan itu anak-anak drama pada makan-makan bakso entah mie ayam gitu di XII IPS 4 :D Terima kasih buat Bu Djum, Bu Heri, dan Bu Eni buat kebayanya... Berserta anak-anak drama semuanya!! Apa kabar sekarang??
Anak-anak drama yang masih ku ingat: Aprilina, Dewi Puspa, Mareta, Aisyah, Nana, Olfin, Yuanika, Nanto, Eni, Ridho, Boy, Eva, Fitri, Sandhi, Arista, Linda Fransiska, Citra, Selvia, Astuti Nita, Dewi Andriana, Maria, Nency, Intan, Astri, Yeti, dll (maaf lupa)
Harapanku semoga ekskul drama SMA 1 Cepu tetap jaya, makin keren, dan bisa tampil di acara-acara luar sekolah. Guru-guru/mentor-mentor yang ngajar selalu diberikan kesehatan dan kesejahteraan selalu, aamiin.
Okay, aku akan menutup tulisanku ini dengan puisi yang kami bacakan dulu:
Cintaku Jauh di Pulau
Buah karya: Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau
Gadis manis sekarang iseng sendiri
Perahu melancar bulan memancar
Di leher ku kalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, langit tenang, tapi terasa
Aku tidakkan sampai padanya
Di air yang tenang, di angin mendayu
Di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta sambil berkata
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja"
Amboi, "Jalan sudah bertahun ku tempuh
perahu yang bersama kan merapuh"
Mengapa ajal memanggilku dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Mainisku jauh di pulau
Kalau ku mati, dia mati iseng sendiri
Cepu, 10 April 2013