- Bekal Perkawinan: Banyak tipe orang brengsek, salah satunya penipu yang mengaku dirinya kaya, mencerminkan jika dirinya kaya, tapi nyatanya dia tak punya apa-apa, bahkan merampok. Ini yang terjadi pada seorang perempuan yang bertunangan dengan perampok dan keluarga perampok. Bahkan, kedua orangtuanya sudah setuju. Keduanya sempat menjalani kehidupan yang menyenangkan di kota besar. Kemudian, si calon suami ini mengajak naik semacam dokar kalau di Indonesia, kendaraan yang tak patut bagi perempuan kaya dan elegan. Dia menuju kota besar di Prancis, tapi calon suami meninggalkannya sambil membawa koper besar berisi uang entah berapa juta Franc. Si perempuan menangis, merasa dicampakkan, dan mencurahkan yang dialami ke sahabatnya.
- Sebuah Vendetta: Sebuah cerpen yang tragis, yang terjadi di suatu daerah pesisir Italia. Seorang ibu menemukan anak laki-laki kesayangannya mati dengan cara mengenaskan di pintu rumah. Dia tahu jika pembunuhnya adalah orang Sisilia yang tinggal di seberang pulau. Ada lambang Vendetta di tubuhnya. Si Ibu sebelum mati juga, dia ingin balas dendam dengan cara tragis dan tak pernah terpikirkan akal sehat. Dia melatih anjingnya untuk mencabik-cabik daging, serupa dia mencabik-cabik wajah dan tubuh manusia. Metodenya dengan membuat anjing itu berpuasa, lalu saking laparnya, diberikan daging. Dia latih itu berulang-ulang kali sampai si anjing paham. Kemudian, setelah anjing itu terlatih, di bawalah ke seberang pulau, di rumah pembunuh. Dia lakukan metode serupa hingga membuat pria itu mati parah. Dengan cara itu, si Ibu Tua juga bebas dengan tuntutan, dan dia kembali ke rumahnya dengan tenang.
- Ayah Simon: Kehilangan ayah tentu pengalaman yang menyedihkan. Kesedihan ini pula yang dialami seorang anak yang pemurung. Anak ini tak punya teman, dia sering dibully karena tak punya Bapak. Anak ini melawan, ikut memukuli anak-anak nakal lainnya, tapi dia berada di titik putus asa. Dia ingin bunuh diri menenggelamkan diri ke sungai. Tiba-tiba ada pegawai bengkel laki-laki yang mencegahnya. Pria itu sangat baik, secara membujuk, dia bilang ke si anak, dia mau menjadi Bapak si anak. Ibu si anak adalah janda cantik yang jarang keluar dan mencegah fitnah. Akhirnya, si ibu dan si pria bengkel ini menikah. Rudapaksa yang hendak dilakukan anak-anak nakal itu pun berhenti, karena pria yang menjadi Bapaknya sekarang adalah pria kuat dan terkenal di desanya. Siapa yang tak kenal dia?
- Dua Sahabat: Ini kisah saat perang Prancis. Dua sahabat baik yang dipersatukan oleh kesamaan karakter menjadi depresi karena adanya perang. Mereka awalnya bertemu di sebuah pemancingan yang tak bisa dilakukan lagi ketika perang. Suatu hari, saat kota sedang kacau, salah seorang kawannya ngide untuk mancing bareng di sebuah daerah perbatasan. Kebetulan dia mengenal opsir yang berjaga, sehingga akan mudah dapat izin. Ide itu direalisasi, tapi tak jauh dari mereka memancing ada tenda tempat tentara perang sedang membangun kemah darurat. Awalnya mereka bahagia dapat ikat, kemudian mereka ditangkap tanpa alasan dan dianggap mata-mata. Mereka diinterogasi, semua tuduhan ditolak. Ini membuat mereka ditembak hingga mati dan mayatnya dilarung ke danau. Si pimpinan tentara kemudian dengan mudahnya mengambil alih ikan hasil tangkapan dua sahabat malang itu untuk dimasak bawahannya. Tragis.
- Malam Natal: Ini juga kisah tak kalah tragis. Kesenjangan kelas yang membuat seseorang bahkan tak punya apa-apa lagi untuk mempertahankan diri. Saat itu musim dingin, tokoh utama ada di sebuah puri besar dengan tungku api yang menyala. Bersama si tuan rumah, tokoh utama merasa bosan, apalagi hari itu malam Natal. Mereka merasa berkewajiban untuk merayakan malam Natal juga meskipun bukan umat Kristiani yang baik. Naas, desa sepi, orang-orang ada di gereja. Namun, ada sebuah rumah yang salah satu anggota keluarga meninggal. Orang yang meninggal itu adalah bapak tua yang baik hati. Dia meninggal karena penyakit orang tua. Melayatlah dua orang kaya itu ke gubug si tua itu. Di sana ditemui para anaknya, suami-istri. Si orang kaya ingin melihat peti itu, untuk memberikan penghormatan terakhir kali. Namun tak diperbolehkan, mereka semakin penasaran, apa sebab? Akhirnya terkuaklah jika mayatnya ditaruh di bawah (mungkin semacam kolong meja), bukan di atas tempat tidur. Sebab itu tempat tidur satu-satunya, anak-anaknya akan kedinginan jika tidak tidur di sana, dan mereka tidak mungkin tidur dengan mayat. Si orang kaya pun akhirnya memaki-maki dan pergi.
- Madame Baptiste: Barangkali, ini cerpen terbaik menuruku dari keseluruhan cerpen. Ceritanya sangat membekas di otakku. Si tokoh utama, seorang laki-laki hendak pergi ke sebuah kota dengan naik kereta api. Namun, semacam delay atau menunggu, dia punya waktu 3 jam yang perlu dia habiskan entah untuk apa. Ini seringkali kualami ketika bepergian. Dia pun membunuh waktu dengan bejalan-jalan. Dia bertemu dengan rombongan layatan jenzah peti mati yang hanya diikuti segelintir orang saja. Dia tak diupacarakan secara gereja, karena tak ada pendeta di sana. Si tokoh ikut rombongan itu dan menanyakan, apa yang terjadi? Lalu, di antara pelayat yang sedikit itu bercerita tentang riwayat hidup Madame Baptiste yang menderita. Dia diperkosa sejak kecil oleh pembantunya sendiri. Karena itu, dia pun dihindari seluruh anak-anak di sekolah dan lingkungan, seolah dia perempuan terjijik sekota. Sejak kecil, si perempuan telah kehilangan harga dirinya. Hingga suatu hari, ada laki-laki dewasa secara mental ingin menikahinya. Pria ini menerima apa pun kelemahan dan masa lalu istrinya. Madame Baptiste sangat mencintai suaminya, begitu pun suaminya. Suatu hari keduanya ikut semacam lomba, mereka menang, tapi ada orang yang tak suka. Orang itu menyingkap luka lama Madame Baptiste, keirian yang tak dapat ditanggulangi perempuan lemah itu yang akhirnya memutuskan bunuh diri. Suaminya sangat sedih dan menangis. Betapa hidup memang tak pernah adil. Lalu, si pengelana yang mendengar cerita itu pun belajar banyak dari kisah itu, akhirnya tiga jam penantiannya untuk kereta tak sia-sia. Cerita yang berarti dan menyentuh.
- Pengakuan: Buah dari kenaifan barangkali memang menjengkelkan. Ini yang dialami oleh Celeste. Ketika dia tengah memeras susu sapi bersama ibunya, dia tiba-tiba merasa kelelahan, merunduk, dan menangis. Ibunya dengan kasar bertanya: Kau kenapa? Celeste bilang jika dia hamil. Ibunya kaget, hamil dengan siapa? Ternyata hamil sama sais, si tukang pengendara kendaraan yang ditunggangi kuda. Celeste ketika ingin mengantarkan ternak dan susunya mesti naik kendaraan itu, yang dikendarai oleh sais itu, dengan bayaran beberapa Franc. Suatu hari, sais memberi pilihan ke Celeste, kamu bisa gratis asalkan kamu mau melakukan hubungan sebagaimana yang dilakukan orang-orang muda. Celeste awalnya ragu, namun, setelah bulan berganti bulan, dia terbujuk juga. Terjadilah tragedi itu. Ibu Celeste memarahi anaknya itu habis-habisan, dimaki-makinya si anak karena mempermalukan nama baik keluarga besar yang dikenal kaya dan harum.
- Rose: Cerita yang aneh. Seorang pembantu transgender yang melakukan tindak pidana kriminal pembunuhan di majikannya sebelumnya. Lalu, dia mencari majikan baru seorang perempuan yang cantik. Si trasngender ini tak kalah cantik, dia meladeni semua keperluan majikan perempuannya: menata pakaian, rambut, hingga memijatnya. Bahkan si pembantu juga bilang dia mencintai si majikan. Suatu hari, polisi datang dan melakukan penangkapan pada pembantu transgender itu. Kagetlah si majikan. Kisah ini si majikan ceritakan di sebuah festival bunga di Prancis pada teman perempuannya.
- Sepotong Kayu Bakar: Ketika sampai di cerpen ini, aku seperti mengamati jika cara penceritaan Guy de Maupassant lebih ke pola menceritakan ulang cerita. Pun di cerpen ini, ada dua sahabat yang sangat dekat tak terpisahkan, hingga salah satu di antara mereka menikah. Sahabat yang menikah ini bernama Julien. Suatu malam, Julien mengajak makan malam sahabat baiknya. Di sana Julien meminta tolong sahabat baiknya untuk menjaga istrinya, karena dia mau keluar barang sebentar. Namun, istri Julien adalah tipe perempuan yang suka bermain-main dalam hubungan. Menurutnya, tanpa main-main, hidup akan biasa-biasa. Dia ingin mengajak si sahabat Julien main api. Si sahabatnya benar-benar marah, dia menolak, hingga akhirnya Julien kembali. Untungnya, kejadian tak terpuji tak terjadi. Si sahabat Julien karena hal itu memutuskan untuk tidak pernah menikah.
- Rumah Kaca: Hubungan dalam rumah tangga yang saya kira agak tidak masuk akal karena pihak istri sesewot itu pada suaminya. Istrinya selalu cerewet, menuntut ini-itu, dan sering mencaci suaminya tanpa sebab seperti perempuan kelebihan hormon. Sementara pihak suami terima-terima saja, dia sangat lapang hati menerima semua kebawelan istrinya. Sumpah, ini tipe suami yang idaman banget. Sebenarnya, di antara kebawelan itu, si istri hanya ingin perut suaminya dikecilkan. Suatu malam, ada penyusup di rumah mereka. Penyusup itu menuju rumah kaca. Dikira istrinya pembunuh atau pencuri, ternyata itu kekasih pembantunya yang sedang apel. Suami-istri itu lalu memperhatikan pembantunya pacaran, hubungan keduanya kemudian baik kembali. Gaji si pembantu dinaikkan.
- Kumis: Membaca cerpen ini, suatu hari saya pernah mendengar cerita dari seorang kawan. Dia bercerita, ketika ciuman dan ada kumisnya ada semacam rasa geli. Di cerpen ini diceritakan secara detail bagaimana siginifikansi kumis dalam hubungan percintaan dan rumah tangga. Bahkan, si perempuan tokoh utama di sini rela menceraikan suaminya kalau kumisnya tak tumbuh-tumbuh akibat dicukur untuk semacam pertunjukkan teater. Bagi si perempuan, kumis itu semacam sambal dalam masakan, yang membuat hubungan apa pun jadi hot. Lebih berat lagi, kumis adalah lambang kejantanan pria Prancis. Suatu hari, ketika perang, tokoh utama menemukan kuburan tentara Prancis yang mati dan dikubur seenaknya. Mereka rata-rata berkumis.
- Pendendam: Dendam ternyata bisa berlangsung lebih lama dari semestinya. Ketika sekolah, Leuillet dan Souris adalah sahabat. Ternyata, keduanya jatuh cinta pada perempuan yang sama, Mathilde. Meskipun Souris lebih pendek, tapi dialah yang mendapatkan cinta Mathilde karena bisa menikahi perempuan itu lebih dulu. Suatu hari, Souris meninggal, Mathilde menjadi janda dan ia hendak mengambil alih peran menjadi suami. Ketika Leuillet dan Mathilde menikah, Leuillet selalu mengungkit-ungkit borok Souris yang sudah meninggal itu, lalu membandingkan dengan prestasi dirinya sendiri. Dari hal-hal sederhana terkait fisik, gaya di ranjang, sampai yang paling serius "perselingkuhan". Lama-lama, Mathilde gedeg dengan kelakukan Leuillet yang mengungkit-ungkit seperti orang sakit dan membuatnya tak nyaman. Apalagi ketika Leuillet mengatakan Mathilde telah selingku ketika Souris masih hidup. Sangking kesalnya, Mathilde menjawab secara berbohong bahwa dirinya selingkuh. Leuillet pun marah-marah, rumah tangga mereka pun hancur.
- Sang Pelindung: Cerpen ini berkisah tentang Jean Marin, anggota Dewan yang terhormat, yang suka membanggakan jabatan dan posisinya secara berlebihan. Setiap ucapannya harus ada diksi yang menunjukkan bahwa dia adalah anggota dewan. Suatu hari, ketika hujan deras dan dia akan ke kantor, dia bertemu dengan seorang pastor. Si pastor ingin menemui pejabat di kantor dewan. Lalu, dengan gobloknya, Jean Marin yang suka memberikan rekomendasi untuk berbagai keperluan ke dewan, memberikan surat rekomendasi dengan pastor yang baru ditemui itu. Jean menganggap jika pastor itu baik, tak tahunya, dia adalah bagian dari komplotan pemberontak yang ingin membelot pada negara. Ketika dia membaca koran pagi, dia kaget namanya disebut telah membantu pemberontak. Dia pun sangat menyesal dan mengklarifikasi kesalahannya itu. Sungguh, rekomendasi memang tak bisa diberikan kepada sembarang orang.
- Penantian: Seorang ibu yang menikah dengan pria yang tak dia sukai dan melahirkan seorang anak. Suatu hari si suami meninggal dan dia kembali pada mantannya. Si mantan meskipun juga sudah beristri dan berumah tangga, selalu datang ke rumah ibu yang telah menjadi janda itu. Mereka hidup seperti suami-istri juga, menggantikan peran suami dan ayah untuk anak semata wayang. Hingga di umur 17 tahun, si anak sadar siapa lelaki yang bersama ibunya tersebut. Si anak kabur sampai membuat ibunya sekarat. Memang kelemahan orangtua adalah anak itu benar. Ibunya tak menerima mantannya lagi dengan alasan apa pun karena itu. Dia menyewa pengacara untuk mencari kepergian si anak yang ternyata tak pernah ditemukan, meskipun bayarannya sangat besar.
- Kebahagiaan: Tentang kebahagiaan suami-istri yang hidup sederhana sampai tua di Pulau Korsika. Awalnya, mereka menikah secara diam-diam dengan melarikan diri karena keduanya beda kelas. Si perempuan orang kaya, sementara si laki-laki tentara berpangkat rendah. Namun keduanya saling mencintai dan memutuskan untuk membangun hidup bersama. Si istri pun memakan makanan yang ada di pulau itu, memakai pakaian seadanya, dan hidup seadanya tak macam-macam. Dia juga tak punya keinginan atau mimpi macam-macam. Suatu hari, salah satu bagian keluarga si istri datang, dan betapa kagetnya ternyata dia anak yang hilang, yang dicari tapi tak pernah ketemu.
- Salju Pertama: Kisah sedih tentang istri dari sebuah desa di Prancis yang hidup sederhana. Kemudian dia menikah dengan pria kaya, seorang bangsawan, dan diajak tinggal di sebuah puri. Tempat itu mewah dan besar. Namun si suami hanya suka berburu hewan. Istrinya sering sendirian dengan merana. Dia ketakutan ketika musim dingin tiba, tak ada mesin pemanas di sana. Dia coba menyalakan api tapi tak bisa menghangatkan puri itu. Ketika suami tiba, istrinya meminta mesin pemanas, tapi tak diberi karena itu kekanakan. Bahkan suami mengejek, kamu belum pilek sampai minta mesin itu segala. Akhirnya, badan si istri dibuatnya sakit, hingga radang paru-paru dan dia kembali lagi ke desa. Di sana dia temukan kehidupannya yang damai. Namun, dia malah mendapatkan surat terkait mesin pemanas yang tak mau dibeli oleh suami. Si istri menangis. Itu adalah sisa-sisa akhir hidupnya, karena ia akan segera mati karena radang paru-parunya.
- Tempat Tidur: Cerpen yang menceritakan tentang pentingnya tempat tidur sebagai sebuah peradaban. Seseorang di sebuah balai lelang sedang menemukan para penjual pakaian thrifting bekas tokoh-tokoh besar. Salah satunya milik Louis VI. Ketika pakaian itu dibeli tokoh utama, dia menemukan di kantungnya ada lima surat. Empat surat pertama semacam undangan. Surat kelima istimewa, di sana dijelaskan pentingnya tempat tidur. Seluruh hidup kita rata-rata habis di tempat tidur, dari melahirkan, bercinta, hingga meninggal. Aku sama sekali tak kepikiran.
- Temanku Patience: Yang kutangkap dari cerpen ini tentang seorang perwira polisi bernama Patience yang tiba-tiba menjadi Orang Kaya Baru (OKB) karena usahanya. Lalu, kawannya di resimen bercerita terkait keberhasilan Patience yang suatu hari dia temui di warung kopi, saat Patience membaca koran di sana. Koran konservatif yang menunjukkan seleranya. Aku menangkap jika kawan yang berceita ini seolah merendahkan Patience atas pilihan-pilihan yang dia buat. Semisal soal pilihan arsitektur rumah, bacaan, perabotan, hingga istri dan perempuan yang mengelilingnya. Ketika main ke rumah Patience, ada kesan norak OKB yang ditangkap narator. Meskipun ada misteri terkait perempuan-perempuan di sebuah taman rumah Patience.
- Siasat: Terkait lagi-lagi perselingkuhan, dari 25 judul, perselingkuhan termasuk yang mendominasi cerita Mauppassant. Seperti di cerpen ini, tokoh utama Dokter Simeon datang ke seorang pasien perempuan yang kelihatan stress. Namun si dokter tahu masalah utama yang diderita oleh perempuan itu, dia punya selingkuhan dan terkena dilema moral untuk melanjutkannya atau tidak. Dokter ini cerdas karena dia menjelaskan masalah si perempuan dengan narasi lain. Yaitu, kisah Nyonya Lilievre yang menikah muda dan tampak tak menyukai suaminya yang kaya raya, karena fisik dan karakter si suami barangkali bukan tipenya. Nyonya Lilievre punya gendakan yang naasnya meninggal di kamar si suami. Dia memanggil dokter saat jam suami pulang untuk menyembunyikan jenazah gendakannya itu. Suami asli si tukang mabuk, dan akting dokter pun kuat. Dia bisa meyakinkan bahwa jenazah itu seolah-olah masih hidup. Si dokter bilang ke pasien perempuannya, jika kau punya masalah serupa, dokter siap membantu.
- Sang Pengganti: Entahlah, banyak karakter perempuan di cerpen-cerpen Maupassant mayoritas seperti perempuan sundal atau jadi korban keganasan laki-laki. Di cerpen ini, Nyonya Bonderoi seperti tante-tante kesepian yang membutuhkan dekapan lelaki. Lelaki-lelaki itu dibayarnya ketika sanggup melayani. Korbannya dalah dua orang prajurit dengan tampang yang lumayan. Prajurit pertama menerima tawaran si tante karena butuh uang untuk dikirim ke orangtua. Ketika prajurit pertama tak bisa, dia meminta bantuan temannya untuk menggantikan, karena jika dia tak datang, si tante akan menggantinya dengan pria lain, dan berhentilah kiriman untuk orangtua itu. Si teman prajurit pun mau menggantikan, dan dia juga menikmati transaksi itu. Akhirnya terjadilah perkelahian, tapi dengan metode win-win solution, si tante menerima keduanya, dengan jadwal yang berbeda, dan masih diberikan uang.
- Coco: Barangkali sudah banyak cerita terkait persahabatan antara manusia dan hewan, termasuk cerita Coco. Dia adalah seekor kuda tua yang dirawat oleh pemilik ladang dan perkebunan yang tekun. Coco dianggap menemani si pemilik ladang dari awal karier hingga dia sukses. Dia tak mau membunuh atau menjadikan kuda itu makanan meskipun dia sudah tak bisa apa-apa lagi dan cuma bisa merepotkan. Coco kemudian dirawat oleh pemuda nakal berusia 15 tahun bernama Isidore Duval. Anak ini sangat jengkel merawat Coco milik Lukas yang menghabiskan banyak pakanan di kebun. Fisiknya jelek sehingga dia jadi bahan olok-olokan ketika ngarit dengan kuda itu. Sebab kesal, pakanan untuk kuda itu dikurangi. Siksaan lain, dia membawa kuda itu ke padang rumput, tapi diikat di daerah yang tak ada rumputnya dengan jarak dari rumput hijau cuma beberapa meter saja. Isidore membuat Coco kesakitan dan kelaparan karena itu hingga si kuda itu meninggal. Lukas pun menyuruh Coco dikubur di tempat dia meninggal. Di tempat itu kemudian tumbuh rumput hijau.
- Kalung: Tak henti-hentinya Maupassant membuat ironi dari cerita-ceritanya. Termasuk kisah kalung ini. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang bekerja di Kementerian Pendidikan tapi miskin. Pejabat kementerian itu mengundang suami-istri (Bapak dan Ibu Liosel) itu ke sebuah pesta besar yang dihadiri oleh pejabat kementerian. Ibu Liosel ini tipe istri yang tak pernah puas dengan apa yang dimiliki oleh suaminya. Dia mengancam tak mau datang karena tak punya gaun. Suaminya pun mengikhlaskan uang tabungan liburannya untuk dibelikan gaun si istri. Namun masih kurang juga, si istri butuh kalung berlian untuk dikenakan di tubuhnya. Suaminya kehabisan akal dan meminta si istri untuk pinjam temannya saja. Barang itu pun dipinjam dari temannya. Dia kelihatan menggelegar pada pesta itu, setiap pengunjung mengagumi kecantikan, keanggunan, dan kemewahannya. Namun, ketika pulang kebingungan, mereka naik delman butut yang hanya beroperasi kala malam. Sesampainya di rumah, barulah mereka sadar kalung itu hilang. Mereka sangat takut, mereka menyisir jalannya delman tapi tetap tak ketemu. Akhirnya, suami-istri ini pinjam kesana-kemari hingga menggadaikan semua yang dimiliki untuk membeli kalung di pasaran seharga 34 ribu franc itu. Mereka bekerja 10 tahun tanpa henti untuk melunasinya secara bertanggung jawab. Sebab itulah, watak Ibu Liosel berubah, dia kelihatan lebih tua dari usianya. Suatu hari, dia ketemu teman yang kalungnya diganti itu dan mengatakan jika kalung yang dipinjaminya itu sebenarnya palsu. Harganya tak lebih dari 500 franc, wkwk.
- Penunggang Kuda: Bercerita tentang keluarga keturunan bangsawan, Hector de Gribelin. Keluarga ini tinggal di apartemen miskin pinggiran Prancis. Suatu hari Pak Gribelin sok-sokan mengendalikan seekor kuda, mengajak keluarganya semacam naik delman dikenadarai kuda tersebut. Namun, ketika mereka ada di jalan utama seperti Arc de Triomphe atau Avenue des Champs Élysées, Hector menabrak seorang nenek miskin hingga dia nyaris lumpuh. Nenek itu dirawat di rumah sakit sampai sekitar sebulan dan keluarga Hector semakin miskin. Sebenarnya si nenek sudah bisa sembuh, tetapi karena miskin, dia ingin tetap sakit agar seluruh kebutuhannya dipenuhi oleh Hector. Akhirnya si istri menyarankan agar si nenek tinggal di rumah mereka saja, sambil istrinya bilang, "Ini kan bukan kesalahanku." Aduh lucu.
- Pasien di Tempat Tidur No. 29: Cerpen nomor 24 dan 25, berhubungan erat dengan Perang Prusia - Prancis di tahun 1870-1871, dengan Prusia menang dan Prancis kalah total. Seorang perwira yang suka mendandani dirinya sendiri, semacam pria salon bernama Kapten Epivent sebelum perang suka mengoleksi perempuan, dijadikan pacar atau simpanan seolah dia pria tergantung sedunia. Suatu hari, dia benar-benar jatuh hati dengan Irma, perempuan paling cantik sekota dan menjadi rebutan perwira dan prajurit. Epivent dan Irma jadian. Namun, perang meletus, Epivent harus ke medan dan Irma menangisinya. Hingga setelah perang selesai dengan tentara Prusia menang, Epivent ingin mencari Irma. Dia tak tahu perempuan itu ada di mana dan dia mendapatkan surat yang memberi kabar Irma sakit. Didatangilah rumah sakit itu, dia kaget Irma ada di bangsal pasien yang menderita sifilis. Epivent pun ketika menemuinya jadi jijik, apalagi terdengar rumor jika Irma telah tidur dengan banyak orang. Sementara Irma sendiri meniduri banyak tentara karena dia ingin balas dendam membunuh banyak tentara musuh dengan penyakitnya. Irma memaki-maki Epivent di akhir hidupnya, seharusnya yang mendapat lencana penghargaan bukan Epivent, tapi dirinya. Sebab Irma merasa lebih banyak membunuh dibandingkan lelaki salon sok kegantengan itu.
- Mademoiselle Fifi: Aku tak henti-hentinya berdecak dengan label yang Maupassant sematkan pada perempuan, semua perempuan di kumpulan cerpen ini. Sebab di cerpen terakhir, alih-alih aku membayangkan ini adalah sebuah kisah tentang Nona manis, justru sebaliknya, lelaki tentara yang berdandan mirip perempuan (Nona). Inti cerita yang kutangkap seorang kapten ingin membuat pesta kemenangan perang dengan bawahan-bawahannya yang terpilih. Di pesta itu didatangkanlah lima perempuan tuna susila bernama Rachel, Amanda, Pamela, dan dua lainnya. Si Rachel ini yang membuat ulah. Dia perempuan Yahudi Prancis yang tak tega negaranya diinjak dan dihina oleh tentara Prusia. Dia juga tak suka perlakuan binatang para tentara ketika foreplay atau pun cacian cabul mereka yang merendahkan. Pemberontakan Rachel pecah setelah dia menembak salah satu dari tentara itu, yaitu Mademoiselle Fifi. Rachel ternyata bersembunyi di bangunan lonceng gereja yang jarang dibunyikan, hanya dibunyikan ketika ada orang meninggal. Rachel kasihan sekali meskipun dia beruntung, kapten yang mengerahkan semua tentaranya tak bisa menemukan perempuan itu. Akhir cerpen ini berakhir manis, karena pastor gereja yang menjaga lonceng itu menikahinya dan dia hidup lebih bermartabat.
ANALISIS
Hi Pak Guy (baca: Gi), wajah Anda mengingatkan saya dengan Nietszche, termasuk kumis Anda. Tentu kumis yang Anda rawat sebagai jati diri perawakan Anda melambangkan simbol nasionalisme Prancis (saya mengiranya begitu), sebagaimana yang Anda ceritakan di cerpen "Kumis". Namun, aku ingin memberikan sedikit komentar tentang buku Anda ini, yang sudah diterbitkan oleh YOI.
Pertama, buku ini Anda tulis dengan realisme yang tajam dan efektif. Sebagai tokoh utama realisme Prancis, Anda lewat buku ini mengukuhkan amatan Anda tanpa romantisasi yang belebihan terhadap ambiguitas dan absurditas masyarakat Prancis. Anda juga ekonomis tapi masih menyisakan emosi yang punya bobot makna.
Kedua, tak pelak, karya Anda ini adalah kritik sosial dan politik yang tajam. Trauma yang ingin Anda ungkap khususnya tentang penjakah Prusia atas Prancis, bagaimana perang merusak bangsa. Tokoh yang paling nampak adalah Rachel yang membunuh perwira arogan Rusia, simbol seseorang yang telah menghina rakyat Prancis. Anda di cerpen terakhir ini juga membalikkan stereotip terhadap perempuan sebagai makhluk lemah menjadi sosok yang punya keberanian.
Ketiga, Anda mengangkat tema yang universal, seperti kehormatan nasional, ketimpangan kelas, perempuan, kemanusiaan dalam perang. Sebagai master of the short story, Anda menginspirasi Hemingway dan Chekov, yang ringkas, fokus, dan menggetarkan.
Meski begitu, sebagaimana yang saya ungkap di awal bahwa representasi perempuan dan seksualitas yang Anda tampilkan melanggengkan stereotip perempuan sebagai objek seksual atau korban kelemahan emosional. Banyak sekali tokoh-tokoh perempuan Anda yang sangat problematik di buku ini, dari pelacur, tukang selingkuh, suka mencaci suami, atau singkatnya seperti pelayan lelaki. Satu lagi, seolah tak ada harapan kebanyakan: vulgar, frontal, dan muram.
Barangkali Pak Guy akan berkata, "Aku menulis karena dunia ini penuh kemunafikan. Jangan percaya dengan senyum ramah dan kata-kata indah. Dunia keras dan manusia lebih buruk dari binatang. Mereka cermin kita, kita semua pernah jatuh, dan itu kisah paling nyata."
👍 Yang kusuka:
- Alih-alih mengatakan sebatas dia cantik, Maupassant bilang: "Nona Cordier sedap dipandang, segar, dan kesegarannya agak kampungan dan kecantikannya agak norak..." (p. 2)
- Bagaimana dia menunjukkan status kelas yang berbeda dengan menulis: "dua orang perempuan yang kelihatannya orang penting dan penggerutu, dilihat dari sikapnya yang seolah-olah berkata: 'Kami memang di sini, tapi derajat kami lebih tinggi.' kumpulan orang tampak seperti karikatur dari sebuah museum benda-benda aneh, dan sebuah seri karikatur wajah manusia yang mirip dengan deretan boneka-boneka lucu di pasar malam, yang dirobohkan dengan bola-bola." (p. 7)
- Aku suka bagaimana Maupassant mengambil ide-ide lain di kalimatnya, yang itu orang lain udah banyak tahu, tapi lupa disadari saja. Semisal, "Tidak mungkin memberi medali juara pertama kepada semua orang kan?"
- Frasa menarik: sikat di atas bibir, ciuman tak menarik tanpa kumis (dia semacam merica)
👎 Yang tidak kusuka:
Model peceritaan dalam penceritaan banyak diulang-ulang, seperti cerita dalam cerita. Kadang jenuh di situ. Seolah kita banyak ditawari masa lalu, daripada karakternya hadir secara present.
🌻 Kutipan:
"Flaubert melatihnya untuk mengamati kenyataan dengan penglihatan baru dan berusaha menggali hal-hal yang orisinil dan belum terjamah." ✨
"Ia selalu mempertanyakan: 'Mengapa ada penderitaan hidup? Aku selalu merasakannya karena aku memiliki 'penglihatan kedua', yang merupakan kekuatan sekaligus bencana bagi pengarang. Aku menulis karena mengerti dan aku menderita melihat semua yang terjadi karena aku terlalu banyak mengetahui." ✨
"Baginya dunia penuh dengan kekuatan membabi buta serta sulit dipahami. Agama dan persahabatan adalah tipuan belaka. Manusia tidak lebih tinggi tingkatannya dari makhluk lain.... Ia seringkali merasa seolah-olah dikejar makhluk misterius yang memusuhinya."
"Getaran-getaran roda-roda menjadikan pikiran lelah, sehingga mereka tampak seperti orang-orang tolol yang mengantuk." (p. 7)
"Bau bekas air cucian peralatan makan menyengat dan menyebar dalam kereta... Kusir yang menyebarkan bau kandang... Gadis yang kakinya bau karena banyak berjalan..." (p. 8)
"Di bawah raja-raja, kita perang dengan negara lain. Di bawah republik, kita perang antarkita sendiri." (p. 53)
"Hembusan perkasa samudra memaksa pepohonan terbungkuk-bungkuk mengeluh, dan atap serta petunjuk arah angin meringis-ringis." (p. 62)
"Kakek Fournel, si gembala tua, adalah selebriti daerah ini." (p. 63)
"Aku tidak tahu mengapa pikiran mengenai Natal mendatangkan keinginan untuk mengobrol di tengah suasana sepi seperti ini." (p. 64)
"Dengan air muka muram dan sedih serta wajah ketolol-tololan khas petani, mereka makan dengan serius tanpa mengucapkan sepatah kata pun." (p. 88)
Peti yang atasnya melengkung seperti perut buncit, orang gereja yang berdoa dengan naif, menawarkan untuk "berbuat seperti mereka".
"Tiba-tiba aku merasa penat seperti habis berjalan kaki sejauh sepuluh mil. Lalu aku melihat sekeliling ku, seolah-olah di dinding aku bisa menemukan suatu cara untuk menghabiskan waktu." (p. 73)
"Gelombang perasaan putus asa menyelimutiku. Apa yang bisa dilakukan? Apa? Tengah aku berpikir tentang kegiatan yang tak mungkin terelakkan, yaitu menghabiskan waktu berkepanjangan di kafe kecil stasiun kereta dengan segelas bir yang tak layak minum dan koran daerah yang tak layak baca, aku melihat sebuah iring-iringan kematian." (p. 74)
"Rasa ingin tahu ku yang menganggur tiba pada kesimpulan yang paling rumit." (p. 75)
"Namun, Anda paham kan, orang yang bunuh diri selalu dihubungkan dengan cerita lain." (p. 85)
"Ayam-ayam dengan paruhnya yang pendekatan runcing, bebek-bebek dengan paruhnya yang lebar dan datar, mengeluarkan kepala melalui kisi-kisi keranjang, dan memandang dengan matanya yang bulat, bodoh, dan terheran-heran." (p. 93)
"Tempat tidur, sahabatku, adalah keseluruhan hidup kita. Di situlah kita dilahirkan, di situlah kita bercinta, di situlah kita mati." (p. 218)
"Kamarnya masih menyimpan seribu bau yang mencurigakan, tempat tidurnya meragukan, dan di dasar klosetnya yang dekil masih terlihat sehelai rambut." (p. 227)
"Kira-kira, apa korannya? Judulnya pasti akan mengungkap pikirannya, teori-teorinya, prinsipnya, kebiasaannya, kejujurannya... Le Temps... Aku berpikir 'orang ini adalah orang yang bijaksana, serius, selalu mengerjakan kegiatan teratur, pendeknya borjuis'." (p.228-9)
"Ruangan itu sarat perabot mahal, tetapi dengan selera norak orang kaya baru." (p. 235)
"Mereka tidak kaya, namun hidup sedapatnya sambil mempertahankan penampilan." (p. 291)
"Ia terdampar di situ seperti halnya banyak orang lain yang tidak dipersiapkan sejak awal untuk berjuang dalam hidup. Mereka melihat kehidupan dari balik awan, dan tidak mengetahui cara menjalani dan mempertahankan hidup. Dalam diri mereka, tidak dikembangkan sejak awal keterampilan spesial, kemampuan khusus, kegigihan berjuang. Kepada mereka tidak diberikan senjata atau alat untuk bertahan hidup." (p. 292)
Judul: Mademoiselle Fifi | Penulis: Guy de Maupassant | Penerbit: Yayasan Obor Indonesia (YOI) Jakarta | Penyunting: Ida Sundari Husen | Jumlah Halaman: xviii + 362 | Cetakan: Pertama, Februari 2004 | Penerjemah: Kolektif Program Spesialisasi Penerjemahan, FIB, Universita Indonesia

Tidak ada komentar:
Posting Komentar