It's nice to meet you Józef Teodor Konrad Korzeniowski or Mr. Joseph Conrad. Please introduce me, I am Isma from Indonesia.
Saya tidak tahu banyak tentang penulis yang berasal dari Polandia, barangkali Anda yang pertama, yang saya sadari tulisannya saya baca. Saya lebih mengenal karya-karya di mana Anda tumbuh, di Inggris. Anda kelahiran 1857, saya pikir di zaman itu banyak sekali melahirkan penulis-penulis besar. Saya tak tahu apa hubungannya kelahiran penulis dengan perang, tetapi peperangan memang menghasilkan lebih banyak penulis. Anda besar di persisir, dan bercita-cita menjadi pelaut. Dan seperti karakter yang saya pikir menjadi bias Anda di buku "The Duel", karakter D'Hubert sangat menjunjung tinggi martabat, integritas, dan profesionalitas di atas segalanya.
Mr. Conrad, karena buku ini, saya jadi belajar banyak akan segala tetek bengek perang, konteks sejarah kala itu, dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Lihatlah apa yang aku pelajari dengan menyalinnya dari berbagai sumber:
- Jabatan militer dari rendah ke tinggi: prajurit - kopral - sersan - ajudan, sersan mayor - letnan dua - letnan satu - kapten - mayor (pemimpin batalyon) - letnan kolonel - kolonel - brigader jenderal - mayor jenderal - panglima besar
- Pengertian opsir, perwira menengah ke atas: letnan (mimpin 40-50 tentara), kapten (100-150 tentara), mayor, kolonel (1000-3000 tentara), jenderal. Opsir adalah istilah yang umum digunakan untuk menyebut seorang perwira militer atau polisi. Dalam konteks militer, opsir adalah pangkat yang lebih tinggi dari bintara, dan biasanya memegang komando atas unit atau pasukan.
- Infanteri adalah pasukan dasar yang bergerak dan bertempur di darat dengan berjalan kaki, sementara kavaleri adalah pasukan yang menggunakan kendaraan untuk bergerak cepat dan menyerang.
- Letnan adalah pangkat perwira junior di militer dan beberapa lembaga penegak hukum atau layanan darurat. Dalam konteks kemiliteran, letnan biasanya memimpin unit kecil atau bertugas sebagai perwira staf dalam unit yang lebih besar.
- Resimen adalah satuan militer yang terdiri dari beberapa batalyon dan biasanya dipimpin oleh seorang perwira menengah. Dalam konteks organisasi militer, resimen berada di atas batalyon dan di bawah komando brigade atau divisi.
- Qui vivra verra (biar waktu yang akan membalasnya).
- Strasbourg telah menjadi bagian dari berbagai kerajaan dan negara, termasuk Kekaisaran Romawi Suci, Prancis, dan Jerman.
- Seorang penganut paham royalisme (royalis) mendukung raja tertentu sebagai kepala negara untuk kerajaan tertentu, atau klaim dinasti tertentu. Sementara Bonapartis adalah pendukung Napoleon Bonaparte.
- Stuff to think: duel sebagai kontes pribadi, kavaleri (kuda) vs infanteri (jalan kaki), berkostum Alsatian, akas (gesit/cekatan), perbawa (karakter), bergaya hidup tinggi dan elegan, bersandar punggung di sebuah dipan, setori (story), dengan selera pemilih, lagak pilon, boncel (kecil), perasaan-perasaan kontradiktif, ketidakadilan takdir yang sistematis, garnisun, Starsborough, Leonie, mundurnya pasukan Prancis dari Moskow, ramalan-ramalan militer yang melankolis akan dipandang rendah, memilah-milah masalah, tawakal adalah sebuah sikap arif, Royalis vs Bonapartis, rusak-rusakan zaman, kurus² kenyang terhajar berbagai macam cuaca, Duke Otranto/Jacobin Fouche, menteri kepolisian...
Sepertinya akan susah untuk menikmati novel berat Anda ini tanpa memahami istilah-istilah militer seperti itu, atau paling tidak memahami sejarah revolusi Prancis, perang di zaman Napoleon, hingga tragedi Waterloo. Kondisi saat Eropa sedang rusak-rusaknya. Cita-cita revolusi ingin dikhianati dan Anda hendak membangun suatu narasi tandingan.
ALUR
Novel "The Duel" dengan jelas mengambil latar konteks militer Prancis pada masa Napoleon I atau Napoleon Bonaparte. Ada dua karakter kuat yang Anda tampilkan, keduanya bertolak belakang, tapi entah bagaimana caranya, saling berhubungan satu sama lain dalam satu resimen untuk melawah penjajahan yang sama. Saya pikir, konflik antar dua karakter ini merupakan simbolisme terkait perang saudara yang disebabkan karena hal sepele, sesepele harus membuka telur dari yang bagian lancip atau datar sebagaimana yang diceritakan Jonathan Swift. Namun, konteksnya di sini, konfliknya sesepele prajurit yang ngeyel ketika dibawa ke pimpinan, dia cepat naik darah, melawan kawannya sendiri, hingga terjadi duel hingga berkali-kali (enam kali).
Tokoh tolol itu bernama Feraud, yang masuk tentara secara sukarela tahun 1793, dan menjadi jenderal tahun 1814. Perang baginya hanya kontes pribadi, kekanakan sekali (saya berpikir mungkin begitu juga untuk dunia kepenulisan, yang cuma berpikir menulis hanya kontes pribadi ya begitulah, gak mutu). Suatu hari si goblok ini terjebak di rumah minum Madame de Lionne, yang entah bagaimana moralnya, Anda sebut elegan dan dihormati. Lalu, tokoh protagonisnya, Armand D'Hubert yang satu pasukan dengan Feraud hanya beda resimen, ditugaskan pimpinan untuk membawa Feraud untuk diminta keterangan lebih lanjut. Kasusnya, Feraud membunuh secara brutal salah seorang dari keluarga kaya, dan keluarganya merasa tak terima.
D'Hubert telah mencari di kediaman pribadi Feraud dengan salah seorang pelayan perempuan cantik yang loyal, yang menggap Tuannya perlu dilindungi sebisanya. Sebab Feraud sedang ada di kondisi angin di tempat maksiat, dan dia merasa itu suatu prestasi apalagi di tempat Madame Lionne, Feraud tak terima. Dia menganggap apa yang dilakukan D'Hubert, yang sepangkat dengannya adalah penghinaan. Akhirnya, sebelum ke pimpinan, Feraud dibawa ke kediamannya. Di sana Feraud memberontak dan terjadilah duel konyol yang seharusnya tak perlu. Namun, duel bagaimana pun ceritanya tetap membutuhkan niat bulat tak gentar.
Akhirnya Feraud dan D'Hubert duel. Feraud dengan sumbu pendeknya, D'Hubert ragu sendiri, dia tak ingin menyakiti orang tolol ini. Tugasnya hanya membawa dia ke pimpinan. Dia juga berpikir jauh akan koneksinya, karier jabatannya, martabat dan moralitasnya sendiri kalau misal Feraud mati atau terluka. Namun, Feraud sudah kalap, dia menyerang tapi bisa ditangkis dengan mudah oleh D'Hubert. Feraud pun roboh, tangannya terluka parah, pelayan perempuannya meronta-ronta dan menyerang D'Hubert dengan kesetanan. Duel itu juga disaksikan oleh penjaga taman yang tunarungu, sungguh kasihan dia menjadi saksi duel kekanak-kanakan itu.
D'Hubert sampai menemui dokter perang yang bisa bermain flute dengan sangat baik di waktu senggangnya, dan menemukan dua perbedaan yang mencolok antara dua karakter tersebut. Feraud dengan perilaku khas orang Selatan, yang cepat naik darah, sumbu pendek, mengandalkan fisik, dan tak punya otak itu langsung marah seketika. Dia juga digambarkan pendek, boncel, dan buruk rupa. Sementara D'Hubert sebaliknya, orang Utara, dia tinggi, rupawan, dan yang paling kentara, otaknya jalan. Anda bagus sekali menggambarkan dilema sebagai dokter perang di novel ini juga Mr. Conrad, bagi saya gambaran dan kritik Anda indah.
Tahun berlalu tahun, duel demi duel terjadi, dan selalu kemenangan ada di pihak D'Hubert. Mereka berdua juga mendapatkan promosi jabatan yang semakin menanjak di militer. Namun selalu, promosi D'Hubert akan terjadi lebih dulu daripada Feraud, dari jabatan Letnan, Mayor, Kolonel, hingga di puncak tertinggi Jenderal. Feraud sering memfitnah D'Hubert sebagai pesolek dan tukang lobi sana-sini, prestasinya didapatkan dengan cara-cara yang licik. Sementara, duel antara Feraud dan D'Hubert selalu terjadi dan menjadi buah mulut di antara para tentara di resimen satu ke resimen lainnya. Masing-masing karakter, baik Feraud maupun D'Hubert tidak ingin menceritakan kisah sesungguhnya yang menjadi awal duel abadi ini, yang sebenarnya perkara sepele. Ini menyangkut harga diri keduanya.
Bahkan, seorang Kolonel yang bijaksana, yang karakternya menyerupai ayah bagi anak-anaknya, suatu hari mendatangi D'Hubert untuk membersihkan gosip dan duri di pasukannya. Meski sepele, baginya hal ini tak bisa dianggap sepele. Namun, lagi-lagi di hadapan pimpinan pun D'Hubert tetap bungkam, hingga kemisteriusan kasus ini menjadi mitos bagi lingkungannya. Saya teringat dengan duel kuda, yang bahkan meski Feraud dikenal sebagai pengendara kuda yang baik, bisa dikalahkan oleh D'Hubert bahkan di tebasan pertama yang melukai wajahnya. Pergantian pedang ke kuda bagi D'Hubert hanya soal pergantian metode saja, yang niatnya sebenarnya sama, si tolol Feraud hanya ingin menunjukkan ototnya.
Anda juga menunjukkan pada kami para pembaca, kisah yang menurut saya romantis. Ketika D'Hubert dan Feraud berada dalam perang besar sebelum tragedi Waterloo. Saat itu perang untuk membela negara Prancis dan serangan musuh-musuh lain di Eropa, baik Inggris maupun Rusia. Mereka terlihat saling membantu dan adu taktik, mereka juga saling memberi arahan untuk pergi ke arah tertentu guna melumpuhkan musuh. Namun, perang tetaplah perang, berbagai keperluan pokok akan makanan dan perang sangat-sangat kekurangan. Bahkan, merampas pakaian-pakaian dari mayat pun sama tak menguntungkannya di tengah situasi dingin seperti itu, dan sama sekali tak mudah. Anda menggambarkan bagaimana D'Hubert bahkan memakai penutup kepala seperti perempuan karena kekurangan itu, dan dia merasa bodoh amat dengan sekitarnya meski pangkatnya tinggi. Mereka akhirnya sakit dan kedua Jenderal itu butuh bed rest.
Hingga suatu hari, perang melandai seiring dengan ditangkapnya dan kalahnya Napoleon Bonaparte. Adik D'Hubert bernama Leonnie, sudah mencarikan gadis desa yang baik untuk kakak kesayangannya. Tak hanya baik, tapi juga cantik, kaya, dan dari kalangan bangsawan. Tiap kali D'Hubert ingin menulis surat pada adiknya, selalu mimpi untuk menikah dan membangun masa depan adalah hal yang tak masuk akal. Tiap kali surat manis penuh harapan jadi, dia selalu mengepalkannya hingga lecek lalu melemparnya ke tungku api. Betapa perang telah membuat psikologi manusia bisa hancur seperti itu.
Namun, nasib baik selalu berpihak pada D'Hubert, dia masih punya kesempatan untuk punya mimpi. Di sisi lain, Feraud juga tak punya harapan dan mimpi, dia tak punya orang untuk dibela, merasa tak punya koneksi berarti, tak punya masa depan, dan seperti orang bebas yang siap mati kapan saja dengan sumbu pendeknya. Ketika Napoleon benar-benar kalah, remonarki tak bisa ditegakkan ulang, segala prajurit yang dianggap Bonapartis akan mendapat hukuman mati. Ketika di masa pensiunnya, D'Hubert mendengar suatu gosip di kafe Prancis, bahwa Feraud termasuk orang yang akan dieksekusi. Tiba-tiba D'Hubert merasa kasihan dengan teman berjuang sekaligus musuh duelnya itu. Dia ingin melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawanya.
D'Hubert akhirnya menemui Menteri Kepolisian yang menentukan eksekusi. Duke Otranto atau Menteri Kepolisian itu Anda juga menggambarkannya dengan perspektif yang bagi saya menjijikkan. Bagaimana dia seolah hanya peduli pada emas dan beludru, atau ketampanan dan kegagahan fisiknya sendiri, miris. Anda mengolok-olok menteri itu di tempat kerjanya. D'Hubert dengan daya tawar perjuangannya dan jabatannya meminta Feraud dibebaskan, dia memberi argumen jika Feraud adalah tipe orang yang tidak berbahaya. Dia hanya suka berkelahi tapi tidak cukup cerdas untuk berpikir atau berkonspirasi. Setelah usaha meyakinkan menteri itu, akhirnya Feraud yang dianggap Bonapartis itu dibebaskan. Di sini saya belajar tentang perseteruan antara royalis melawan bonapartis, sosok Napoleon di sini kalau di Indonesia mirip dengan tokoh Sukarno atau Suharto, punya dua sisi yang patut dipuja sekaligus dihujat secara bersamaan, yang membuat seseorang harus berpikir secara ganda. Tak hanya bebas, Feraud juga mendapatkan pensiun atas bantuan diam-diam dari D'Hubert.
Sayangnya, dendam Feraud belum terpuaskan juga. Berkonspirasi dengan kawan yang bermata satu dan kawan lainnya yang hidungnya bengkok, Feraud berniat melakukan duel terakhir pembalasan pada D'Hubert yang seminggu lagi hendak menikah. D'Hubert sudah hidup nyaman di sebuah desa bersama adiknya dan hendak membangun masa depan seperti selayaknya orang normal. Pria bermata satu dan pria berhidung bengkok (keduanya veteran perang), mengungkapkan keinginan duel kepada D'Hubert. Metodenya lebih berlainan lagi, memakai pistol. Ini tentu menguntungkan Feraud karena kemampuannya lebih tinggi dibanding D'Hubert. Namun, secanggih apa pun alat, sebagai seorang mantan Jenderal Perang, D'Hubert tak pernah takut apa pun. Baginya, kecerdasasannya lebih dari cukup untuk melawan pria yang hanya mengandalkan nafsu dan ototnya.
D'Hubert merasa kekonyolan akan hubungan toksiknya dengan Feraud harus diakhiri karena sudah berlangsung belasan tahun. Dia harus membunuh pria tolol itu lewat bedilnya langsung. Pertempuran terjadi menjelang fajar di sebuah kebun atau hutan Prancis. Sebelum pertempuran itu, setelah menahan cerita bodoh duel berserinya dengan Feraud pada paman calon istrinya yang juga veteran perang, dia seolah ingin memberi wasiat terakhir seandainya meninggal. Dia seperti minta maaf pada keluarga calon istrinya.
Pertempuran terjadi, namun, ketika jatuh cinta, pria cenderung membawa cermin kecil di sakunya dan juga sisir. Cermin itu kemudian menjadi spion yang membantu pertempurannya dengan Feraud. Dengan berbagai macam taktik, singkat cerita, kondisi berubah dari yang awalnya Feraud unggul setelah tembakan kesekian kali, berubah D'Hubert unggul. Mantan Jenderal dengan pikiran dewasa itu bahkan berhasil merrenggut pistol Feraud yang menjadikan lawannya skak mat tak berkutik. Bahkan, di akhir yang seperti itu, D'Hubert masih ingin memberikan kesempatan hidup pada Feraud dan membebaskannya, sungguh sangat mulia sekali Mr. Conrad. Dia menyelesaikan pertempuran yang tak pernah dia minta dengan martabat.
Si calon istri yang mendengar kabar duel itu, subuh-subuh langsung lari dua kilometer menuju tempat tinggal D'Hubert dan adiknya Leonnie. Calon istrinya begitu sangat taku. Akhir bahagianya, D'Hubert pun bisa menemui calon istrinya, merasakan rasa cinta yang masih asing di hidupnya, dia masih malu-malu, tapi kecerahan hidup bisa dibayangkan untuk masa-masa mendatang. Selesai.
ANALISIS
Sungguh, dramatis sekali buku ini. Saya akan beralih ke analisis atau apa yang saya pikirkan tentang buku "The Duel" (1908) karya Anda ini. Buku ini tentu tak lepas dari latar belakang Anda, sebagai imigran Polandia, lalu menaturalisasi diri menjadi warga Inggris, mungkin situasi wajar ketika perang melanda di penjuru Eropa. Anda mengusung semangat antikolonial,
Pertama, Anda membawa tema universal dan ironi hidup yang saling bekelindan, kadang nasib buruk tak bisa kita tolak, tapi seolah kita diundang tanpa diminta. Tema Anda di buku berhubungan dengan kehormatan, harga diri, absurditas politik, perang. Duel ini terjadi selama 16 tahun di berbagai latar dan situasi politik yang berbeda, dari era Napoleon sampai restorasi monearki. Pertarungan ini seolah menjadi simbol bertapa tidak rasionalnya konflik personal dan nasional, mereka seolah sebangun di berbagai kondisi. Anda juga bisa membangun dua psikologi yang sangat berbeda, keduanya sekaligus menjadi cermin tak hanya fisik, tapi juga simbolik dan eksistensial.
Kedua, nuansa gelap dan moralitas gelap yang Anda ceritakan sampai di saya dengan cara yang sederhana disertai lapisan makna yang mendalam. Narasi Anda tidak mentah dan karikatural, sebagai penulis yang baik, saya merasa sering menulis dengan mentah, tapi Anda tidak. Kritik Anda sangat halus lewat tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh. Meskipun ini kisah dua orang, tapi perang besar, runtuhnya kekaisaran, dan perubahan zaman membuat ini jadi klasik. Alegori Anda cerdas, bahkan telah menginspirasi film seperti "The Duellists" (1977) garapan Ridley Scott.
Ketiga, Anda membangun ketegangan melalui repetisi, penundaan konflik meskipun dengan metode berbeda (Anda cerdas di sini). Duel ini seperti serangkaian babak, dengan jeda lumayan panjang, Anda tak terburu-buru untuk selsai, tapi membangun ritmen yang menguatkan absurdnya konflik. Anda begitu kuat pula membangun ironi tanpa langsung menyindir dengan nafas historis yang cukup panjang, yang Anda bangun dalam fiksi, sehingga dokumen sejarah itu tak sekadar jadi sampah arsip. Anda juga tak terjebak dalam suara "khotbah", tapi lewat ungkapan pikiran dan tindak-tanduk karakter Anda.
Terakhir, saya ingin menyampaikan kritik saya akan buku ini. Terutama soal sudut pandang Feraud yang sangat sempit dan minim diberikan ruang. Feraud seperti tak diberi kesempatan untuk menjelaskan diri, dan bingkai dia diserahkan begitu saja melalui lensa D'Hubert. Sebagai narator netral, penceritaan Anda lebih membela D'Hubert alih-alih Feraud. Selain itu, ada aspek-aspek lain yang kurang Anda olah, semisal bagaimana dampak perang pada kehidupan sipil, perempuan, dan kelas bawah dalam struktur militer. Cerita ini lebih menggambarkan duel lelaki dengan maskulinitas racun tanpa dikritisi secara baik oleh lingkungannya. Duel ini terkadang seperti repetisi melelahkan, dan ini barangkali bukan perkembangan karakter sesungguhnya. Anda menolak romantisme kosong.
Dan seandainya, Mr. Conrad masih hidup, mungkin dia akan berkata padaku dengan murung, "Menulis bukan untuk menerangkan dunia, tapi menyibak realitas secara perlahan. Jika kau tertarik pada absurditas, menulislah, meski dunia terkesan baik-baik saja. Tak perlu takut pada ketidaktahuan dan kegelapan, di sana ada bahan terbaik akan dilema, ambiguitas, kehampaan yang diam-diam membuat dada manusia sesak. Kita sangat kenyang dengan kepastian dan kesempurnaan palsu, bukan? Tulis hingga yang membaca bisa melihat bayangannya sendiri dalam gelap. Jangan menunggu dunia sempurna, atau masyarakat bisa siap membaca, itu bukan urusan kita."
KUTIPAN:
"Napoleon I, yang kariernya memiliki kualitas duel melawan seluruh Eropa, tidak menyukai terjadinya duel antarperwira bala tentaranya." (p. 5)
"Kau jenis orang yang apa-apa harus ruwet. Perintah Jenderal jelas." (p. 19)
"Sebuah duel, entah itu dianggap sebagai sebuah perayaan dalam again kehormatan, atau bahkan diperas inti sari moralnya menjadi sebuah bentuk olahraga kejantanan, menuntut sebuah ketunggalan niat yang sempurna, sebuah suasana kebulatan tekad suasana hati tanpa memperhitungkan nyawa sendiri." (p. 24)
"Dia sudah sepenuhnya bertugas menjahit luka-luka di berbagai medan tempur tanpa penghargaan, sedangkan orang lain memanen kenaikan pangkat dan mendaki kemenangan." (p. 30)
"Dia tidak mempercayai simpati manusia. Mereka tentu saja akan memihak staf perwira yang lebih terhormat." (p. 39)
"Karena wataknya yang ringan tangan, sebuah temperamen yang lebih disebabkan kesukaannya berkelahi ketimbang karena didikan ketentataan, Letnan Feraud memang senang beradu pedang hanya karena cekcok sepele, dan tanpa banyak pikir panjang." (p. 54-55)
"Bagi Kapten D'Hubert, kenekatan itu didorong oleh rasionalitas untuk mengakhiri saat itu juga kecemasan yang ditimbulkan oleh pertikaian ini; sedangkan Kapten Feraud didorong oleh pengagungan luar biasa atas naluri suka berkelahi dan makin terangsang oleh kesombongan yang terluka." (p. 56)
"Kecerdasannya cukup, tapi kebijaksanaannya berlebih." (p. 59)
"Dia orang yang tidak paham benar cara berpikir mendalam. Dia tak punya kapasitas untuk itu. Tukang bikin ribut saya akui, tapi tidak berbahaya." (p. 83) Mulia sekali beliau Ya Allah, dan sangat bijaksana...
"Yang hidup dan matinya tak penting bagi Prancis, bisa diperlakukan berbeda dengan nama-nama lain?" (p. 85)
"Dia sendiri menganggap jiwanya telah mati gara-gara duka lara." (p. 89)
"Tidak ada orang yang sukses dalam segala hal yang dikerjakannya. Artinya, kita semua gagal. Poin utamanya, jangan gagal mencoba dan terus menerus berusaha dalam hidup kita. Dalam perkara ini, kesombonganlah yang membuat kita tersasar. Dia membuat kita tergesa-gesa dan menenggelamkan kita dalam sitausi yang merugikan; sementara martabat adalah penjaga kita, mempertahankannya membuat kita berikhtiar sekuat tenaga seperti halnya penguasa mempertahankan kekuasaan." (p, 93)
"Jenderal D'Hubert adalah jenis orang yang membanggakan martabatnya dan merasa terlindungi dengannya. Dia tidak pernah dirusak oleh nafsu cinta sesaat, baik yang sukses maupun yang gagal. Di tubuh penuh goresan peperangan itu, ada batin seorang lelaki berusia empat puluh tahun yang tidak tersayat-sayat. Dia memasuki rencana pernikahan sentosa yang dirancang adik perempuannya, dia ikut saja seperti daun jatuh yang jatuh tertiup angin. Dia teralalu hebat untuk merasa takut. Perasaan itu mengurangi kewaspadaannya." (p. 93-94)
"Martabat sejati tidak memasukkan kesombongan di dalamnya." (p. 94)
"Kedua orang itu berdiri tegak lurus seperti orang terjepit pintu." (p. 99)
"Bagi seorang tentara Prancis, kata mustahil rak ada dalam kamusnya." (p. 118)
Judul: Duel | Penulis: Joseph Conran | Penerjemah: David Setiawan | Editor: Eva Sri Rahayu | Penerbit: Basabasi Yogyakarta | Cetakan: Pertama, September 2020 | Jumlah Halaman: 136 | Copyright: Joseph Conrad, The Duel, 2011

Tidak ada komentar:
Posting Komentar