Buku ini di tanah Indonesia serasa fresh from the oven! Baru saja diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Afris Irwan dari Penerbit Kakatua Yogyakarta, yang menfokuskan diri pada penerbitan karya-karya klasik--meski setelah saya cek ulang, Mizan juga telah menerjemahkannya. Buku ini terbit dua bulan yang lalu dengan edisi dari Kakatua.
Kemarin, ketika membaca buku "On Tyranny", penulisnya Timothy Snyder juga mengutip buku ini bersamaan dengan karya George Orwell sebagai salah satu karya yang menggugat tentang totalitarianisme, di mana pihak berkuasa (entah itu pemerintah atau teknologi) mengambil alih seluruh aspek kehidupan masyarakat, dari tingkat personalnya sampai publiknya; dari urusan ekonomi, budaya, politik, dan tak memberi ruang bagi oposisi. Padahal, hidup yang sehat memang selalu berhadapan dengan dua sisi yang kita tak pahami sepenuhnya, meskipun kita jangan sampai terjebak di dalam pemikiran ganda (doublethink) yang mengaburkan realitas.
Salam kenal Bapak Ray Douglas Bradbury, saya Isma, sedang membaca buku Bapak berjudul "Fahrenheit 451". Saya baru membaca seperempatnya, dan tulisan ini saya kira akan saya bagi ke dalam beberapa sesi obrolan. Jika pertemuan hari ini, Jumat, 4 Juli 2025, cukup dengan perkenalan, maka saya dengan senang hati berkenalan dengan Anda. Sebab jujur, buku Anda termasuk dalam kategori susah, dan sampai seperempat membacanya, ada tema dan emosi kompleks yang saya rasakan dan coba saya obrolkan dengan Anda. Pak Ray, saya akan memulainya dari alur awal yang saya tangkap dari buku Anda.
Pak Ray menulis di sebuah kota masa depan, aku ragu ini ada di negara mana, yang kuingat mungkin Prancis (karena tokoh utamanya Guy Montag, yang mengingatkanku pada penulis Prancis, Guy de Maupassant), mungkin Amerika (karena Anda berasal dari Amerika), yang pasti kota itu seperti kota masa depan yang penuh dengan teknologi. Dan teknologi itu begitu rumit saya bayangkan, entah Anda tidak jelas menggambarkannya, atau saya yang tak bisa menangkap dengan baik. Barangkali saya perlu membacanya hingga lebih dari dua kali baru mengerti.
Tokoh utama Anda, Guy Montag adalah seorang pekerja regu pembakar. Konsep pekerjaan ini menarik karena berlawanan dengan regu pemadam kebakaran yang ada di zaman kita sekarang. Kerjanya pun berlawanan, jika pemadam kebakaran memadamkan api, maka regu pembakar adalah membakar buku. Mengapa harus buku Pak Ray? Regu pembakar ini sangat aneh, mereka akan mendatangi rumah seseorang yang menyimpan buku-buku berbahaya dan radikal, seperti buku Dante, Swift, dan Marcus Aurelius. Buku-buku itu saking bahayanya harus dibasmi, agar negara bisa melakukan kontrol lebih mudah terhadap masyarakat yang berpotensi menjadi radikal. Buku dianggap sebagai sumber kekacauan dan ketidakbahagiaan, karena itu perlu musnah.
Nama Fahrenheit 451, saya ingat diambil dari nama alat untuk membakar buku-buku itu, saya bayangkan semacam semprotan sawah yang digunakan oleh petani Indonesia. Fahrenheit sendiri saya pikir melambangkan suhu, Fahrenheit 451 setara dengan suhu 232,78°C. Tentu suhu ini melebihi derajat didih celcius yang ada di angka 100. Barangkali panasnya pembakaran juga setinggi suhu itu. Saya membaca, judul "Fahrenheit 415" mengacu pada suhu di mana kertas konon mulai terbakar secara spontan di suhu 451 derajat Fahrenheit.
Saya melihat tokoh Montag sebagai tokoh yang depresif. Pekerjaan sebagai regu pembakar diwarisi oleh kakek dan ayahnya, sehingga dia tak punya pilihan lain. Ketika dia hendak pulang pada malam hari (dia bekerja di malam-malam gelap sekitar pukul 1-3 pagi saya bayangkan), dia bertemu dengan seorang gadis perempuan umur 17 tahun bernama Clarisse McClellan. Seorang gadis yang melawan zaman, ketika masyarakat lebih menyukai teknologi yang serba canggih, dia lebih menikmati hujan, menatap mata manusia dengan lembut, berjalan-jalan di antara rumput, ya, hidup gaya slow living, dan masih melihat bintang-bintang. Namun, kemampuan luar biasa yang dimiliki Clarisse adalah dia peka dan perasa.
Clarisse selalu bisa mengisi kekosongan lain yang tak bisa diisi oleh istri Montag, Mrs. Montag atau Maldred atau Millie yang hidup bagaikan manusia robot. Dia sangat mengenaskan, hidup diet sangat kurus, mata seperti katarak, rambut seperti terbakar, dengan kulit seperti babi lemah. Kebiasaannya mendengar semacam alat penyuara jemala di satu sisi bermerk Sheasell. Di sana dia bisa mendengar hiburan apa pun seperti yang kita saksikan di kehidupan modern seperti sekarang. Maldred seorang pemain drama bersama temannya Helen, entah tokoh utama atau tidak, dia selalu memaksa Montag untuk membeli lebih banyak lagi televisi yang bisa dia gunakan untuk latihan.
Saya bisa menangkap kegelisahan kelas pekerja di sini Pak Ray. Montag ini gajinya kecil, dia banyak cicilan dari rumah hingga barang-barang elektronik yang istrinya inginkan. Dia juga stres, apalagi di awal-awal buku Anda menceritakan jika Maldred hendak bunuh diri karena meminum banyak pil, meski dia langsung diobati dengan cara yang aneh. Ya, saya menangkapkan Maldred diobati oleh robot yang menghisap cairan tubuh dan mengeluarkan racun darinya. Kehidupan humanis seakan layu entah di mana.
Dalam kondisi rumah tangga yang dingin itulah, Clarisse hadir. Dia selalu menunggu Montag setiap malam di sisi ruko hanya untuk mengobrolkan hal-hal yang manusiawi. Sementara keluarga Clarisse sendiri telah menganggap anak itu gila. Keluarga Clarisse tergolong cerdas, karena pamannya bisa mengkritik kehidupan modern ini seperti penggunaan tisu sekali pakai. Clarisse juga dijauhi oleh teman-teman sekolahnya dan tak punya teman karena dianggap tak bisa bergaul. Padahal, bisa bergaul di kepala Clarisse konsepnya berbeda, buktinya dia bisa berbicara dengan Montag.
Clarisse juga mengungkapkan berbagai perbedaan karakter Montag dengan orang-orang di sekitarnya, Montag bagi Clarisse seperti memiliki hati. Ada situasi kecil yang menarik, saat dia mambawa bunga (saya tak begitu ingat, sepertinya dandelion), yang diberikan Clarisse ke Montag lalu mereka memainkan bunga itu. Ketika bunga itu menempel di dagu, berarti orang itu jatuh cinta, ketika tidak menempel, berarti tidak ada yang dicintai di dunia ini. Montag mencobanya ke dagu Clarisse dan ternyata bunga itu menempel, berarti remaja itu sedang jatuh cinta.
Namun, ketika Clarisse menempelkan bunga itu ke dagu Montag, dia tak nempel. Ya, sepertinya tak ada yang dicintainya, sekalipun itu istrinya di mana dia hidup bersama hampir setiap hari. Saya sungguh sangat sedih ketika di seperempat cerita, tokoh perempuan manis ini Anda matikan, Pak Ray. Apa salah Clarisse sehingga dia harus mati ditabrak mobil dan membuat kelurganya harus pindah ke tempat lain.
Apalagi, Montag mengalami situasi pelik di suatu malam. Saat dia mendatangi rumah perempuan yang punya perpustakaan dan banyak buku yang dianggap radikal. Perempuan itu tak mau buku-bukunya dibakar, bahkan dia rela membakar dirinya dengan buku-bukunya alih-alih dipisahkan oleh buku-buku itu. Montag mengenakan alat pembakar 415, sementara perempuan itu sudah menggenggam korek ketika buku-bukunya sudah penuh dengan minyak tanah. Perempuan itu tak bisa diselamatkan, tapi fatalnya, di sini Montag menyembunyikan satu buku di ketiaknya dan dibawanya ke rumah.
Usai kejadian dengan perempuan pemilik buku itu, paginya Montag jatuh sakit, dia tak menghiraukan perintah bosnya Beatty yang juga sejenis manusia otoriter. Apalagi di kantornya ada alat Si Pemburu yang serupa robot, dengan mata nyalang dan terbuat dari bahan kimiawi tertentu, dia juga seperti perasa, pendendam, dan bisa menyakiti orang. Pemburu ini mirip seperti anjing, yang hadir di antara masyarakat yang dibius dan diperbudak media massa, obat-obatan, juga kompromi sana-sini. Pak Ray, saya begitu merasakan waktu-waktu di mana Montag bertengkar dengan istrinya, saya merasa pemilu begitu jahat dan toksiknya Maldred. Dia begitu tak memahami psikologi suaminya. Dia hanya peduli dengan perasaannya sendiri, meskipun saya juga paham, dia tak serta merta seperti itu.
Pak Ray, di Goodreads, buku Anda ini telah dinilai oleh sebanyak 2.701.923 pembaca hingga terakhir saya menulis ulasan ini. Saya lihat profil Anda, Anda juga penulis sejati dengan ribuan karya tulisan Anda yang tersebar di berbagai media dengan berbagai genre. Novel Anda yang ini disebut bergenre distopia. Anda meyakinkan pembaca jika buku membuatmu bisa berpikir kritis, sehingga para tiran perlu membatasinya dan kalau perlu memusnahkannya. Meskipun saya tak begitu yakin ini 100 persen benar-benar terjadi di negara yang benar-benar beradab. Menurut Bannedbooks Library, novel ini merupakan adaptasi dari cerpen Anda tahun 1951 berjudul "The Fireman", yang diadaptasi jadi film juga tahun 1966 yang disutradarai oleh Francois Truffaut.
***
Minggu, 6 Juli 2025
Selamat pagi waktu Jakarta, Pak Ray. Seperti yang saya janjikan, saya akan meneruskan sesi kedua ulasan buku Bapak yang berat ini, menceritakan kembali 3/4 isinya yang lain, sembari ingin membahasnya pada Anda. Liburanku kali ini hanya ingin kugunakan untuk membaca buku dan saya sudah cukup bahagia karenanya, seperti kambing di antara padang rumput hijau, hehe. Mbeekk....
Baiklah, kembali, kita sampai mana? Seingat saya, saat Montag dan Mildred bertengkar karena istrinya itu depresi, toksik, dan hanya mementingkan kebahagiaannya sendiri. Saat Mildred memberi tahu Montag jika Clarisse baru saja meninggal empat hari yang lalu karena Montag menanyakannya. Lalu, masih ada pertengkaran lain, semisal Montag menanyakan kapan pertama mereka (dia dan istrinya) bertemu? Istrinya tak bisa mengingat lagi, karena dirinya telah dikuasai oleh alat di kupingnya, tiga dinding besar elektronik yang bisa memunculkan "keluarga" palsunya, dan kecemasannya sendiri yang tertumpuk dan tak bisa terurai dengan baik.
Usai Montag mencuri satu buku dari perempuan yang perpustakaan dan rumahnya dibakar terakhir kali, dia merasa sangat bersalah. Badannya langsung drop tak enak badan. Buku itu disembunyikan di bawah bantal. Dia meminta istrinya untuk menyampaikan izin tak masuk kerja kepada Kapten Regu Pembakar, Mr. Beatty, meskipun Mildred selalu menyangkal kalau suaminya itu tak sakit dan hanya mencari-cari alasan. Namun, penyampaian izin itu pun dilakukannya juga, atau aku tak ingat, Mr. Beatty kemudian datang untuk menjenguk Montag.
Pertemuan itu cukup bersejarah karena membahas tentang sejarah bagaimana Regu Pembakar ini ada, serta filosofi kenapa badan terkutuk itu didirikan. Saya mengingat jika orang-orang yang cerdas dan banyak membaca buku itu adalah ancaman yang membuat orang lain merasa dirinya kerdil, tak bisa apa-apa, dan bodoh. Itu kenapa buku-buku dan orang-orangnya harus dibasmi. Mereka juga dianggap sombong, nerd, dan dengan ketakutan gaya tirani, perlu dikucilkan. Tak perlu berkhayal sampai ke novel Pak Ray, saya rasa, anak-anak yang suka membaca buku dari dulu memang sering dikucilkan Pak, mereka tak punya teman, dianggap tunasosial, padahal derita yang mereka tanggung lebih berat dari orang-orang sekitar.
Di sesi jenguk menjenguk itu, Mr. Beatty berusaha untuk mencuci otak Montag bahwa organisasi di mana dia bekerja itu masuk akal, kalau perlu ada label "manusiawi". Mr. Beatty juga berceramah terkait kaum minoritas yang perlu dimusnahkan, termasuk para penulis yang dianggap penuh pikiran jahat. Termasuk orang yang suka melamun dan menikmati waktu secara natural, di sini, Montag berburuk sangka apa jangan-jangan regu pembakarlah yang membunuh Clarisse dengan alat-alat mereka? Rasa benci Montag semakin tebal.
Montag tak banyak memberikan jawaban, hanya mendengarkan. Di atas tempat tidur dia terus gelisah, jangan sampai buku di bawah bantalnya ketahuan. Tragedi lain muncul karena Mildred hendak merapikan kasur mereka. Montag langsung panas dingin dan berharap istrinya tak mengambil bantalnya, tapi Mildred melakukannya (tapi Pak, aneh juga bersih-bersih saat ada tamu). Mildred meminta Montag untuk bergeser, Montag langsung defensif dan membentak istrinya untuk pergi. Mildred sama keras kepalanya untuk mengambil bantal itu sampai dia kaget dan tercengang dengan apa yang disembunyikan suaminya. Dia pun mundur perlahan dan kembali ke dinding-dingin layar besar yang dia sebut "ayah", "ibu", "saudara", sambil bibirnya hendak bersuara, tapi suara ditelan dinding-dinding. Montag sengaja tak memperhatikan bibir istrinya karena akan dibaca juga oleh Mr. Beatty. Saya melihat buku di sini seperti narkoba, yang perlu disembunyikan, karena bisa membuat pembacanya terbang dan merusak syaraf.
Di tengah obrolan itu, Montag cukup berani dengan menanyakan, andai regu pembakar mengambil satu buku menurutnya bagaimana? Mr. Beatty menjawab, ya, sesekali tak apa-apa untuk mengisi keingintahuan, tapi dalam 24 jam, buku itu harus dikembalikan dan dibakar. Mr. Beatty pun tak lama berselang pergi. Terjadi cek-cok antara Montag dan Mildred kembali yang lebih panas, istrinya menganggap suaminya itu sudah gila. Namun, Montag kembali meyakinkan istrinya bahwa ada yang salah dengan mereka, dengan kekosongan yang mereka hadapi, dengan ketidakpeduliaan yang mereka jalani.
Montag kemudian naik mengambil kursi menuju kisi-kisi pendingin udara. Dari kisi tersebut Montag menyimpan buku-buku yang dia curi di setiap pekerjaannya, buku itu jatuh satu per satu. Mildred menutup mulut ingin menjerit. Salah satu buku yang hendak dia baca adalah bible, juga buku puisi karya penulis klasik. Dia mengajak istrinya untuk sama-sama membaca, mengetahui apa isi di balik buku-buku itu. Istrinya menolak dengan tajam, kata-kata apa pun tak bisa mengetuk kesadaran istrinya, tak mempan. Bel pun kembali bersuara, bel itu mirip suara orang yang memberi kabar jika Mr. Beatty akan kembali. Matilah.
Sementara Mildred telah menyalakan kompor untuk segera memusnahkan buku-buku curian Montag. Suaminya bilang, "Jangan buka pintunya, bantu aku menyembunyikan buku-buku ini ke bawah." Barangkali loteng. "Beri aku waktu 48 jam untuk mempelajarinya," tambahnya kemudian. Istrinya tetap tak peduli dan hanya mementingkan keselamatannya sendiri. Ketika dia stres, yang ingin dia lakukan hanya mengendari mobil yang diberi nama Salamander/Kumbang dengan kecepatan 100 km/jam atau lebih. Sebab pintu tak segera dibuka, Mr. Beatty pun perlahan pergi.
Ada tiga bagian di novel ini Pak Ray. Bagian I telah saya ceritakan, dan saya akan berlanjut ke Bagian II: Saringan dan Pasir, di mana Montag mengingat masa kecilnya yang bermain dengan saringan dan pasir. Ada anak nakal yang mengerjainya untuk mengisi saringan dengan pasir, tapi telah dicobanya berkali-kali, tetap saringan itu tak bisa diisi oleh pasir dan dia menangis. Lalu, Montag teringat oleh laki-laki aneh yang ditemuinya di suatu taman kota yang jarang didatangi orang. Laki-laki itu tampak tertutup dan dari jasnya seperti menyimpan sesuatu yang dia yakin adalah buku, tapi Montag membiarkannya. Montag mengajak pria tua bernama Profesor Faber, atau Tuan Faber. Dia adalah mantan dosen fakultas liberal yang sudah tidak diminati lagi dan tinggal riwayat, hm, aku tak bisa membayangkan juga bagaimana jurusan IPS atau bahasa atau agama barangkali juga dihapus, dan sekolah hanya peduli pada urusan teknik. Menyedihkan.
Dalam pertemuan terakhir itu, Montag masih menyimpan nama, alamat, dan nomo telepon Faber. Dia pun ke kotak arsip orang-orang yang hendak jadi target sasar regu pembakar dan perlu diselidiki. Dia cari-cari dan ditemukanlah nomor dan alamat itu. Montag meneleponnya dan meminta bantuan, dia sudah di ambang stres dan gila menghadapi situasinya sekarang. Dia butuh seseorang yang bisa membimbingnya, dan dia yakin Faber akan menolongnya. Dia pun minta izin untuk datang ke rumah Faber sambil membawa buku-buku yang dia curi, satu yang dia bawa, bible, di mana buku-buku itu pun isinya sudah banyak diganti, karena orang sudah tak bisa membaca buku tebal. Segala buku tebal dipadatkan isinya, hingga jadi beberapa alenia, satu paragraf, kalau perlu satu kalimat.
Montag juga geleng-geleng kepala dengan para sahabat istrinya, seperti Ny. Phelps dan Ny. Bowles. Mereka ikut dalam pemilu, semisal ketika memilih Winston Noble vs Hubert Hoag, tapi pilihannya hanya berdasarkan pada standar fisik siapa yang lebih gagah dan ganteng, sungguh konyol. Dengan jelas masyarakat di sana bisa meramal, jika ada dua pamflet yang disandingkan, akan kentaralah yang paling ganteng dan gagahlah yang akan menang. Belum lagi, Ny. Bowles melakukan kesalahan serius, seperti menikah tiga kali tapi tak peduli dengan para suaminya (suaminya ada yang perang, ada yang pergi tapi suaminya mengingatkan agar jangan memikirkan dirinya dan itulah yang dilakukan, satu lagi sakit jiwa atau gimana gitu, saya agak lupa). Ny. Bowles juga sering hamil tapi kemudian aborsi juga sangat sering. Dia punya anak-anak tapi dititipkan di day care, hanya bertemu dengan anaknya sebulan dua kali, sehingga anak-anaknya lebih fasih menendangnya daripada memeluknya. Ny. Phelps pun tak jauh dari hidup yang menyedihkan demikian, tapi aku lupa kasus spesifiknya, tapi perempuan ini lebih peka dan perasa, ketika Montag membacakan puisi dari sebuah buku yang membuatnya tercekat, dia menangis.
Dengan kesetanan Montag datang ke rumah Faber yang sederhana, dia menceritakan masalahnya, rasa sedihnya karena Clarisse (satu-satunya orang yang bisa memahaminya) meninggal, istrinya yang tak peduli, dan keinginannya untuk keluar dari regu pembakar. Faher pun memahaminya, dia selama ini mencari hidup aman di tengah rezim gila seperti itu. Namun, kejahatan Montag sebenarnya telah terendus, dia tak punya waktu banyak untuk menyelamatkan diri dan rumahnya. Di sisi lain, di antara waktu luangnya, Faber menciptakan alat yang bisa dipasang di kuping untuk melacak pembicaraan. Faber menyuruh Montag menggunakan alat itu ketika akan kembali ke markar regu pembakar, dan terumta jika dia bertemu dengan Beatty. Dari alat itu, Faber akan memberikan suara dari dirinya sendiri untuk memberikan arah pada Montag apa yang harus dia lakukan ketika bingung.
Montag menerimanya dan kembali ke regu pembakar. Namun kali ini dengan tujuan berbeda, seperti yang diobrolkan dengan Faber, dia ingin menghancurkan regu pembakar tersebut sekaligus orang-orangnya. Ketika sampai di markas, Beatty omon-omon kembali terkait bahayanya membaca buku, dan dari obrolannya, sebenarnya Beatty ini telah membaca banyak buku sehingga dia bisa memberi kuliah Montag tentang isi buku Swift, Shakespeare, Jefferson, Thoreau, atau karya-karya klasik lain. Namun menjadikan bacaannya itu sebagai alat gashlighting. Faber memberi nasihat jika pria itu hanya membual, dia diminta sambar, karena Faber ingin mempelajari apa yang mereka bicarakan dan sistem apa yang mereka jalankan sehingga bisa mencari celah kelemahan.
Malam itu pun ada tugas mendadak. Regu pembakar pergi bersama Montag beserta tim yang lain seperti Stoneman, dan Black. Tak disangka, target sasaran berikutnya adalah rumah Montag sendiri. Mildred telah membuat laporan, dan ketika regu itu datang, Mildred telah menggeret koper untuk menuju ke taksi dan cepat-cepat ingin pergi. Montag pun lemas, rumah yang mungkin belum habis cicilannya, tempat dia hidup akan dihanguskan malam ini. Beatty pun menunjukkan kesalahan Montag, juga si bos akhirnya tahu ada alat yang terpasang di telingan Montag, tak perlu waktu lama, rumah itu pun hanya menyisakan puing-puing dan jelaga. Alat-alat robot regu pembakar turut membantu pemusnahan rumah itu. Montag pun sedih, dengan kalap, sambil masih membawa alat semprot pembakar, dia membakar Beatty tanpa pikir panjang. Bosnya itu pun semacam jadi lilin yang membakar tubuhnya sendiri, hingga dia mati. Sementara rekan-rekan lainnya pun turut diancam akan dibakar juga, dan itulah yang dilakukan Montag.
Setelah rekan-rekannya skak mat, Montag membawa buku-buku yang masih tersisa yang disimpan di dekat tanaman pagar. Dia berlari-lari di tengah kegelapan dengan kaki yang habis ditembak bahan kimia sehingga sulit digerakkan, bergerak sedikit sakitnya minta ampun. Dia tak kehilangan harapan dan ingin segera ke rumah Faber. Alat buatan Faber telah ikut terbakar. Seisi teknologi kota pun telah mengumumkan ada kejadian besar pembakaran rumah dan orang-orang, wajah Montag keluar di media sebagai buronan. Setiap CCTV akan mengawasi jalan, dan Montag mencoba untuk jangan bertindak aneh, jangan teburu-buru, dia pun merapikan dan membersihkan diri di sebuah pom bensin.
Waktunya tak banyak, dengan penuh perjuangan, dia bersiasat bagaimana menembus jalan, bagaimana berjalan di kegelapan, dan perjuangan itu tak sia-sia. Dia sampai, si profesor tua itu pun memberi saran pada Faber untuk ke arah sungai, di sana akan ditemuinya jalur kereta api yang akan membawanya di sebuah pedesaan yang aman dari teknologi yang menyesatkan. Di sana juga akan ditemui sisa-sisa cendekiawan dari kampus-kampus Ivy League dan Oxbridge yang masih tersisa, yang menyimpan banyak isi buku di kepala mereka. Dari TV sudah didapatkan informasi jika negara telah melakukan pencarian buronan (Montag) dengan alat sejenis kumbang yang bisa mencium dengan sangat baik, sehingga Montag harus menghilangkan jejak-jejak bau dan keringat Montag di rumah Faber lewat penyemprotan aerosol, pemberian alkohol, atau pembersihan dengan lainnya. Aku juga ingat ada semacam minyak yang bisa memanipulasi bau seseorang, misal mengubahnya jadi bau binatang tertentu.
Malam hari, Montag terus lari menuju sungai, dia menenggelamkan diri dengan koper pemberian Faber. Di sungai itu, dia berenang, rasanya sedikit tenang di antara kepungan "alkohol murni" meskipun rasa sakit di badannya sudah tak dia rasakan lagi. Arus itu membawanya pergi, di sisi lain, helikopter terus melakukan pantuan sampai atas suangi, juga kumbang elektronik itu juga sempat ke suangi, tapi kemudian menjauh. Di satu titik, Montag berhasil menemukan rel kereta api yang Faber maksud. Dia ikuti rel tua yang telah mati itu, dia terus berjalan hingga menemukan api unggun, yang tak lain milik societet intelektual gael berjumlah lima orang. Di sana ada lulusan Cambridge, UCLA, Columbia, dan ahli-ahli lain yang genius. Montag di sana diterima, dan mereka sudah menyadari sebagai sesama "buangan" perlu saling melindungi.
Api unggun itu perlu dimatikan agar tetap aman. Mereka pun mengajak Montag untuk pergi dan berlindung. Tak lama kemudian, mereka mendengarkan informasi dengan alat di telinga, dikabarkan jika buronan telah tertangkap, padahal belum. Negara memanipulasi dan menciptakan keamanan dengan mengorbankan seseorang yang tak tahu apa-apa, yang berolahraga tiap malam tanpa alasan jelas, lari-lari di tempat publik sebagai tersangka. Kasus pun ditutup, jahat bener! Tak lama kemudian, perang pun pecah, saya tak tahu konteksnya Perang Dunia ke berapa, tetapi, semacam perang besar. Setiap hari sebenarnya sudah terdengar dentuman meriam, tapi masyarakat tak peduli. Cerita selesai.
Pak Ray, mari kita di tahap analisis. Sepembacaan saya, karya Anda ini melampaui zaman Anda sendiri, dengan isi, konteks, sejarah, dan dampaknya pada pembaca. Anda mengulas suatu tema besar, yang boleh saya katakan terkait "Sensor dan Kebebasan Berpikir" khususnya tentang pelarangan buku, kontrol informasi oleh negara, dan teknologi masa depan yang dehumanis. Anda mengkritik sejenis masyarakat yang pasif, komsumtif, apatis, dangkal, dan anti-intelektual. Anda seolah mengajukan imajinasi penting: Bagaimana jika manusia kehilangan kemerdekaan berpikir, membaca, dan merasa?
Di dalam konteks sejarah pun, Anda menulis ini di masa perang dingin di mana ketakutan akan ideologi terutama komunisme kala itu hadir. Novel Anda seolah memberi antisipasi jika dunia telah melakukan beberapa tindakan serius seperti pengendalian informasi, pemberian hiburan yang dangkal terus menerus, serta bagaimana ilmu pengetahuan diabaikan. Terkadang, saya merasa situasi hari ini di tengah media sosial tak kalah buruknya dengan di zaman Anda.
Di novel Anda ini, saya juga tertarik dengan tokoh-tokoh yang Anda hadirkan, dengan perjalanan batin yang begitu kompleks terutama yang dialami oleh Guy Montag. Bagaimana dia tak mau tunduk oleh kekuasaan tiran yang membelenggunya, juga visi untuk menuju kesadaran pribadi yang lebih komprehensif. Dia terus bertanya-tanya, menggugat, tak puas, gelisah terhadap hal-hal ganjil yang dialaminya kemudian mencari jawaban. Ini tindakan yang sangat penting.
Hiburan cepat saji yang saya terima sekarang dan generasi sezaman saya, telah menjadi candu juga Pak Ray. Terutama media sosial, AI, ChatGPT, dkk, yang telah mengganti percakapan bermakna dengan kebisingan kosong. Anda tahu lucunya hari ini Pak Ray? Bagaimana orang-orang sekarang lebih nyaman curhat dengan ChatGPT alih-alih saudara-saudara atau sahabat-sahabat mereka sendiri yang lebih setara. Saya belum tahu datanya, tapi sebagai seorang introvert, saya memahaminya.
Di sini ada pilihan bagi masyarakat untuk tidak peduli, mereka hanya ingin terhibur dan tak ingin tercerahkan. Masyarakat pun juga ikut mendukung ekosistem ini, merasa defensif ketika keamanan mereka disentuh. Lalu, gejala anti-intelektualisme tak sekadar terkait banyak atau kurangnya buku yang beredar, tapi juga lebih kepada manusianya yang tak mampu lagi berpikir sendiri. Mereka tak bisa melakukan refleksi, ragu, berani melawan sistem, dll. Sebab berpikir itu tindakan subversif dan mengganggu stabilitas nasional, untuk itu perlu diatasi. Ini dukung juga oleh "keluarga virtual" yang pasif dan semu.
Dari karya Anda saya juga belajar untuk tidak kehilangan kebebasan berpikir saya sendiri, lebih mencintai buku dan imajinasi (alih-alih gadget dan televisi), dan menulis dengan jujur. You ever said in Zen in the Art of Writing that, "You must stay drunk on writing so reality cannot destroy you." Dari sini saya akan melatih otot penceritaan saya sendiri, misal dengan baca puisi/cerpen dan esai per hari, juga menulis satu cerpen per minggu. Seperti saranmu, "Write a short story every week. It's not possible to write 52 bad short stories in a row." Wkwk, saya jadi lebih pede untuk latihan menulis buruk atau berlomba menulis buruk untuk menuju suara autentik saya sendiri. Bukan sekadar produktivitas, tapi juga bagaimana saya bisa menajamkan kepekaan batin saya sendiri. Thanks anyway, Pak.
Beliau pun berkata, "Isma, kau sudah punya semua yang dibutuhkan untuk menulis, rasa ingin tahumu, hati yang remuk tapi terus menulis, dan semangatmu yang tak bisa dimatikan oleh kenyataan. Kau juga sepertiku yang hidup di perpustakaan, hidup dari kata, lalu jatuh cinta pada cahaya kecil yang menyala dari satu halaman ke halaman lain. Teruslah menulis yang menyalakan dirimu, jangan pedulikan jika itu tidak bisa dimengerti, baik itu tentang rasa takutmu, bisikan terdalammu, ikutilah kata hatimu. Jika dunia terlalu bising, kembali ke sunyi, dan temukan kata-kata paling jujur yang telah menunggumu untuk kau temukan." Rasanya saya ingin menangis, Pak. Terima kasih.
KUTIPAN:
"Banyak kartun di buku. Lebih banyak gambar. Pikiran menyerap lebih sedikit. Kurang sabar." (p. 70), Isma: makin lama aku makin yakin jika adu pelan di zaman sekarang lebih relevan.
"Ketika sekolah menghasilkan lebih banyak pelari, pelompat, pembalap, mekanik, perampas, penjambret, penerbang, dan perenang, alih-alih peneliti, kritikus, ahli, dan pencipta, kata 'intelektual' tentu akan menjadi tabu. Orang selalu takut pada hal-hal yang tidak dia ketahui." (p. 71)
"Buku ibarat senjata yang terkokang di rumah sebelah. Bakar saja. Ambil pelurunya. Hancurkan pikiran manusia." (ibid)
"(Regu pembakar) sebagai penjaga kedamaian pikiran kita, memusnahkan fokus dari ketakutan kita yang wajar atas sesuatu yang dapat membuat kita rendah diri; menjadi sensor resmi, hakim, dan eksekutor. Itulah tugasmu, Montag, itulah tugasku." (p. 72)
Aku ingin jadi Momo, mendengarkan dengan sungguh-sungguh perkataan orang.
"Dia tidak menanyakan bagaimana sesuatu dilakukan, tetapi mengapa itu dilakukan? Bertanya mengapa pada banyak hal bisa membuat orang tidak bahagia." (p. 74)
"Aku ingin mempertahankan perasaan aneh ini." (p. 80)
"Aku sama sekali tidak menyukai mereka semua, dan aku juga tidak menyukai diriku sendiri." (p. 83)
"Diperkirakan sebelas ribu orang lebih memilih binasa daripada harus memecahkan telur dari ujung yang lebih lancip." (p. 84)
"Dia mulai meninggikan suaranya, duduk di sana seperti patung lilin yang meleleh karena panasnya sendiri." (p. 91)
"Millie, apakah Badut Putih menyayangimu?" (p. 92)
"Aku hanya ingin seseorang mau mendengarkanku. Dan mungkin jika aku berbicara agak lama, omonganku akan jadi masuk akal. Dan aku ingin kau mengajariku cara memahami buku yang kubaca." (p. 98)
"Buku hanyalah salah satu wadah tempat kita menampung banyak hal yang kita khawatirkan akan terlupakan... Ada tiga hal penting: (1) kualitas informasi, (2) waktu luang untuk mencerna, (3) bagaimana kita menggunakan dua yang di depan." (p. 99-100)
Ada kalimat panjang yang mesti disalin satu halaman penuh. Informasi ini menurutku sebagai penulis penting, haha.
"Shakespeare, lakon-lakon mereka terlalu sadar akan dunia.""Orang bijak tidak akan menyerahkan kepastian pada ketidakpastian." (p. 130)
"Di sanalah kau, terdampar di antara sekian banyak kata benda, kata kerja, dan kata sifat." (p. 132)
Entah kenapa aku begitu sesak ketika Tn. Beatty mengatakan, "Toh pada kenyataannya dunia tetap baik-baik saja tanpa buku-buku itu." (p. 142)
"Ingatan akan muncul saat dibutuhkan. Kita semua punya ingatan fotografis, hanya saja kita selama ini malah belajar untuk memblokir hal-hal yang sebenernya tersimpan di dalamnya. Kita sudah menemukan metode untuk mengingat apa pun yang telah dibaca." (p. 184)
"Lebih baik menyimpannya di kepala, sehingga tak seorang pun bisa melihat atau mencurigainya." (p. 185)
"Setiap orang punya satu buku yang ingin diingat, dan mereka berusaha mengingatnya... Hal terpenting yang harus kami tanamkan pada diri sendiri adalah bahwa kami tidak penting, janganlah menjadi orang yang sok tahu, kami tidak boleh merasa lebih unggul dari orang lain di dunia ini. Kami tidak lebih dari sekedar sampul buku, yang tidak penting." (p. 187)
"Apa sumbangsihmu pada kota Montag? Abu. Apa yang diberikan orang kepada satu sama lain? Kehampaan." (p. 191)
"Yang penting bukan apa yang kau lakukan, tapi bagaimana kau mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang baru setelah kau menyentuhnya. Perbedaan antara orang yang hanya memotong rumput dengan tukang kebun sungguhan terletak pada sentuhannya. Pemotong rumput hanya sekedar ada, sedangkan tukang kebun meninggalkan wariasan abadi." (p. 191)
Frasa menarik: seperti uang yang tak bisa dibelanjakan, seperti memukulnya tanpa mengayunkan tinju, kota tampak seperti gundukan tepung, suatu hari beban yang kita bawa akan membantu seseorang, Phoenix si burung goblok sepupu manusia...
Rekomendasi buku: "Perjalanan Gulliver" karya Jonathan Swift, "Life of Samuel Johnson" karya James Boswell, "Merchant of Venice", " Anatomy of Melancholy" karya Robert Burton, Thomas Hardy, Ortega y Gasset...
Judul: Fahrenheit 451 | Penulis: Ray Bradbudy | Penerjemah: Afris Irwan | Penerbit: Kakatua | Cetakan: Pertama, April 2025 | Jumlah Halaman: iv + 201 | Copyright: Ray Bradbury, 1953


Tidak ada komentar:
Posting Komentar