Akhir-akhir ini, aku sedang melatih diri untuk membaca di ruang yang ramai. Ide ini tanpa kurencanakan, sebab beberapa buku ternyata sudah berhasil kutamatkan sekali duduk di Gajah Mada Mall Jakarta Pusat. Mal yang bagiku paling aneh dan unik se-Jakarta. Letaknya sebelum Grogol, tak jauh dari Harmoni. Di sana aku sering membeli buku di Gramedia, atau bazar buku, termasuk novela dari Ruhaeni Intan berjudul "Arapaima" ini. Aku menyelesaikannya sekali duduk. Biasanya aku akan nongkrong di lantai 2 mal bagian food hall, tapi malam minggu ini sangat ramai, sehingga aku cari tempat duduk di depan gerak Guardian. Sementara di lantai dasar, para cegil dan cogil manga sedang cosplayer, ada juga konser musik-musikan Jepang. Salah satu lagu yang dinyanyikan milik J-Rocks berjudul "Ceria" yang dinyanyikan menggunakan bahasa Jepang. Ada koreografi khusus juga di sana, aku mayan seneng ikutan goyang-goyang santai mengikuti ritmen mereka, haha.
Baiklah, kembali ke buku yang bisa kuselesaikan sekitar satu jam. Ya, hanya sekali duduk. Aku membeli buku ini karena aku mengenal penulisnya, meski tak kenal dekat, setidaknya aku cukup tahu dia di persirkelan literasi Jogja. Aku cukup penasaran dengan isisnya. Setelah membacanya, bagus dan cukup menjanjikan untuk dikembangkan lebih jauh. Gayanya memang kelihatan terpengaruh dari Budi Darma, dengan karakter-karakter utama yang problematik, toxic, suka membolos, mencuri, pelakor, dan biang masalah. Namun, di saat yang sama kita juga paham kalau dia adalah produk sosial masyarakat.
ALUR
Aku akan menuliskan alur yang kutangkap dari buku itu. Tokoh utama perempuan tanpa nama, sebut saja dia "Aku". Seorang pegawai di toko ikan yang bekerja dari pukul setengah sepuluh hingga delapan malam. Saat mendaftar di toko ikan itu, dia langsung tertarik dengan ikan besar asal Amerika bernama Arapaima (kau bisa melihat perawakan utuhnya di Google, meskipun di sampul buku juga sudah menggambarkan). Aku dengan cepat bisa menguasai berbagai jenis ikan. Di sana Aku bertemu dengan pegawai perempuan bernama Leni yang dianggap Aku sebagai orang yang songong. Namun, dengan Lenilah Aku akhirnya bersahabat.
Ketika diundang rujakan di rumah Leni, Aku mengetahui rahasia besar kondisi rumah tangga yang gagal. Leni ditinggalkan oleh suaminya sudah setahun. Alasannya karena Leni mandul dan tak bisa anak. Leni mengusirnya karena si suami menghamili gadis di bawah umur. Sampai-sampai orangtua si gadis itu menyembah-nyembah Leni agar suaminya diizinkan menikahi anaknya. Aneh memang. Di toko ikan itu, sering ada pengunjung yang aneh seperti anak kecil yang membawa permen dengan rasa kaus kaki busuk (entah bagaimana rasanya). Namun, anak itu seperti mendukung Aku yang punya satu ide gila untuk mencuri Arapaima. Sebab, ikan siluman itu membawa hoki.
Aku yang berumur 21 tahun, berulang tahu dengan membeli kue black forest di sebuah toko roti. Pegawai toko itu digambarkan dengan dimensi yang tak hitam putih. Aku merayakan sendiri hari kelahirannya, menyalakan lilin sendiri setelah mencari korek hampir setengah jam sendiri. Ketika perayaan yang cukup aneh itu, beyond self reward, tetangga kosnya bernama Rahma datang ke kamar Aku. Rahma ini tipe perempuan perokok, suka curhat kondisi rumah tangganya dengan suami Kak Pri, dan juga anaknya Putri. Aku jarang mendengarkan dengan seksama, hanya mendengarkan kisah awal dan akhirnya saja. Cerita Rahma ibarat asap rokok. Namun, entah kenapa, Aku selalu mengharapkan Rahma untuk datang mengisi kekosongan dirinya.
Meskipun Rahma dan Kak Pri sering bertengkar, karena masalah ekonomi, tetap saja setelah pertengkaran mereka melakukan hubungan badan. Suara lenguhannya sampai didengar Aku, sehingga suara volume TV harus dikeraskan. Twist plot-nya, tokoh Aku ternyata selingkuhan Kak Pri. Sebab ini, hubungan mereka dekat, termasuk Kak Pri membantu tokoh aku untuk mencuri ikan Arapaima. Direncanakan ikan ini akan ditaruh di kolam yang berhantu, yang katanya tempat untuk bunuh diri di sebuah perumahan sepi. Orang akan dikenakan biaya ketika menontonnya.
Tokoh aku pun terjebak pencurian demi pencurian. Dari mencuri tiga ikan warna hitam untuk kado ulang tahun, hingga mencuri Arapaima dengan dibantu Leni dan Kak Pri. Pencurian ini juga terjadi ketika Aku dan Leni main di sebuah mall. Mereka tanpa uang memasuki berbagai macam supermarket, tempat makan, dan mencicipi makanan di sana sampai kenyang. Mereka juga datang ke toko buku untuk lihat globe, atau juga mencoba treadmill. Aku punya teori, lantai paling bawah adalah serupa kehidupannya dan Leni. Mereka harus bekerja lebih keras dibandingkan orang-orang di lantai atas. Sebagai kompensasinya, Aku seperti mewajarkan pencurian itu.
Kasus lain yang dihadapi Aku ketika rusun empat lantai itu tiba-tiba ramai karena ditemukan lele dumbo di septic tank. Bau tai di mana-mana, dan yang memberikan benih lele di septic tank adalah Aku. Kepala rusun menghampirinya, Aku mengelakk. Aku selalu bisa mengelak. Hingga perselingkuhannya dengna Kak Pri juga diketahui Rahma, sebab kalung rantai lelaki botak itu ada di dekat akuarium ikan,
Pencurian Arapaima berhasil. Namun terjadi masalah lain, ikan siluman itu marah hingga hendak memakan manusia, para anak-anak SMA yang nakal. Anak itu menyebut Aku sebagai pelacur. Aku tiba-tiba menderita delusi, apalagi bos toko ikan yang centil juga sudah tahu siapa pencurinya. Dia disidang oleh bos yang malah melakukan perbuatan asusila pada tokoh Aku, sampai tokoh Aku menggeprek kepala si bos dengan salah satu akuarium ikan hingga berdarah.
Aku mengalami delusi. Tiba-tiba dunianya seperti berubah menjadi ikan-ikan, termasuk dirinya pun juga berubah jadi Arapaima. Dia begitu ketakutan: bosnya, kepala rusun, Kak Pri, Rahma, dan Leni, seolah semua mengepungnya. Lalu tamat.
ANALISIS
Novela ini menurutku menarik karena mengambil posisi karakter antagonis. Kupikir, jarang sekali penokohan di novel Indonesia yang mengambil posisi seperti ini atau yang karakternya mirip tokoh-tokoh Pak Budi Darma. Sehingga memberi horizon lain pada pembaca dengan sudut padang seperti itu. Tokoh Aku sebenarnya juga penderita depresi, klepto, dan itu terasa ngeblend dengan semua tingkah lakunya.
Barangkali, yang kurang dikembangkan dalam buku ini menurutku adalah bos toko ikan. Entah kenapa, porsinya sangat dikit tapi juga bawa palu gada kasus yang mayan gede. Aku suka bagaimana Intan menggambarkan karakter-karakter perempuannya yang memang cerewet, banyak curhat, suka didengarkan, dan rentan menderita gangguan psikologi. Tokoh-tokoh perempuan di novela ini tidak hitam putih.
Tiga kekuatan dalam novela ini adalah (a) narasi personal dan atmosferik, sederhana tapi menyentuh. (b) Representasi perempuan pekerja, yang digambarkan dengan spesifik dan gak klise, low key tapi tetap berisi. (c) Dinamika kelas sosial, keterasingan, dan pilihan hidup yang rumit. Kritik: Alur beberapa terasa mengambang dan tidak selesai, cenderung mengandalkan potongan-potongan suasana dan emosi, alih-alih suatu sambungan yang utuh.
KUTIPAN:
"Mereka sebetulnya cukup baik, selain Leni tentu saja. Tetapi ini jenis kebaikan yang sangat mudah ditebak, seperti ramah ramah basa-basi seperlunya." (p. 5)
"Aku percaya tidak mungkin ada orang yang benar-benar baik. Semua orang terlahir jahat sampai seseorang mengajarinya kebaikan." (p. 27)
"Ekor mereka bergerak-gerak seperti kain tertiup angin." (p. 30)
"Itu karena kau terlalu takut menghadapi kekuranganmu sendiri." (p. 61)
"Tidak ada bedanya menjadi ikan arapaima atau menjadi manusia. Keduanya sama-sama terkutuk dan menyedihkan di hadapan manusia lain yang mengendalikan segala sesuatunya." (p. 92)
Judul: Arapaima | Penulis: Ruhaeni Intan Hasanah | Penyunting: Amanatia Junda | Cetakan: Kedua, Mei, 2020 | Jumlah Halaman: VI + 98 | Penerbit: Buku Mojok Yogyakarta

Tidak ada komentar:
Posting Komentar