So happy this day I can fully enjoy about Boy Pablo songs. That's not only about his single "Everytime" (now I can understand it all without any problems, wkwk), but also I fully enjoy on his mini album, title, "Wachito Rico". Oh my God, this album reflects my feeling now. Combining a lot of cool things, like Wes Anderson's senses, the vibe of a young free spirit, and of course the funny to love someone. I have seen all these video clips (I to V) and felt happy. Don't believe too, but it's true that he is Chilean and lives in Norway. I like how he represents himself. Such a literal of Wachito Rico!!!
Kamis, 30 Maret 2023
Selasa, 21 Maret 2023
21 Maret 2023
As Thom Yorke said, "You don't need for recognition.
Don't turn into something you are not."
Happy 30th, Is.
Sabtu, 18 Maret 2023
Akankah Kamu Akan Menikah dengan Orang yang Salah
Tulisan ini juga disampaikan Alain pada ceramahnya di YouTube The School of Life dengan judul yang sama.
Tulisan ini menarik karena mengajak seseorang untuk memahami keadaan orang lain.
Alih-alih menyalahkan pasangan kita, Alain mengajak kita untuk memahami kompleksitasnya sebagai manusia. Karena kita juga manusia yang punya kompleksitas sendiri untuk dipahami.
Alain de Botton menekankan cinta bukanlah instinct yang datang tiba-tiba, tapi cinta adalah keterampilan (love is skill), yang ini perlu untuk dilatih sepanjang waktu.
Kita mencari cinta atau pasangan dasarnya juga bukan karena orang itu akan membuat kita bahagia, tapi karena orang itu familiar dengan kita, dengan hidup kita dari kita kecil.
Bahagia dan familiar adalah konsep yang berbeda, bahagia selalu mensyaratkan segala kebaikan yang membuat senang; familiar tak hanya bahagia, tapi juga hal-hal yang menyedihkan dan membuat kita sengsara. Konsep familiar ini lebih realistis, karena tak ada kehidupan yang selamanya senang atau selamanya sedih.
Menerima orang lain berarti juga menerima ketidaksempurnaannya. Berkompromi dengannya sepanjang waktu.
Apapun pekerjaan kita, dalam hubungan/pernikahan sejatinya orang yang mencintai itu serupa menjadi "guru". Guru yang mengajar, orang yang memberikan gagasannya ke pikiran orang lain. Tapi sayangnya, seseorang cenderung menjadi guru yang takut mendapati muridnya idiot, bodoh, sehingga menghadirnya untuk memahami kita.
Dan jika itu yang dilakukan, kita tak akan mendapati orang yang mengerti, justru akan membbuat seseorang merasa lebih buruk. Untuk itu, menjadi guru adalah menjadi orang yang santai, seseorang perlu menerima jika murid/pasangannya tidak paham dan menumbuhkan budaya untuk saling belajar dan memahami.
KUTIPAN:
"We think we're out to find partners who will make us happy, but we're not, we're out to find partners who will feel familiar."
"Route to a good marriage and to good love is the ability to become a good teacher... All of us, whatever our job aspirations, whatever it is we do have to become teachers. Teaching is merely the word that we give to the skill of getting an idea from one head into another in a way that it's likely to be accepted. And most of us are appalling teachers. Most of us teach when we're tired, when we're frightened, what are we frightened of with frightened we've married an idiot and because we're so frightened, we start screaming at them: you've got to understand and the thing is that unfortunately by the time you've started to humiliate the person you want to understand something less and over. You will never get anyone to understand what you want them to understand, so long as you make them feel small. In order to teach well, you need to be relaxed, you need to accept that maybe your partner won't understand and also you need a culture within a couple that two people are going to need to teach each other and therefore also learn from one another."
"What we need to do is to accept that the other person is going to want to educate us and that it isn't a criticism."
"To be in company with another person is to be negotiating imperfection every day."
"compromise is noble."
"We all think love is just an instinct. No! Love is a skill, and a skill that needs to be learned"
YT: https://www.youtube.com/watch?v=-EvvPZFdjyk
Artikel: https://www.nytimes.com/2016/05/29/opinion/sunday/why-you-will-marry-the-wrong-person.html
Kamis, 16 Maret 2023
Thom Yorke dan Rachel Owen
Aku sedang penasaran dengan jalan hidup sejoli Thom Yorke dan Rachel Owen yang sekilas membaca di berbagai artikel menarik. Hubungan mereka jauh dari media. Yang kuingat, dua orang introvert itu bertemu saat di universitas. Rachel mahasiswa seni dan sastra di Exester, kemudian jadi scholar dan dosen di Universitas Oxford. Rachel (30 November 1968 – 18 December 2016) kupikir adalah perempuan yang sangat tak biasa dan cerdas, dan menyisakan pertanyaan yang cukup mengganggu, apa yang membuat Thom Yorke suka dan cinta padanya?
Mereka menikah sembunyi-sembunyi. Mereka bersama selama lebih dari 20 tahun, hingga memutuskan berpisah setahun sebelum Rachel meninggal karena kanker. Mereka dikarunia dua anak: Noah dan Agnes yang saat ini usia 20-an. Dan setelah perpisahan Yorke dan Rachel, Thom Yorke menikah lagi dengan artis dari Italia yang berbeda usia sangat jauh, hampir 20 tahun.
Thom Yorke menciptakan "True Love Waits" untuk mendiang istrinya Rachel. Bahkan album "OK Computer" juga dibuat Thom Yorke dengar-dengar untuk istrinya.
Kehidupan mereka begitu menarik untuk kukulik. Di faktor pribadi lain, dari kehidupan pribadiku sendiri, aku belajar banyak dari Thom Yorke terkait bagaimana mencintai.
Seseorang pernah berkata padaku untuk tidak menjadi pusat semesta. Jika masih merasa kita sebagai pusat semesta, semua ego akan datang dan akhirnya tak ada satu pun yang kita kerjakan. Perasaan diri kita merasa pusat semesta yang juga akhirnya menghancurkan kita.
Kita merasa diri kita begitu sangat hebat seolah-olah, tapi nyatanya tak seperti itu. Merefleksikan ucapan seseorang yang pernah dekat dulu ini menyadarkanku lagi, sebagaimana kisah Thom Yorke dan Rachel Owen, dan sebagaimana lirik yang ada di lagu No Surprises, Thom Yorke bilang: "I'll take a quite life." Ya, rasanya ini lirik yang sangat aku.
True Love Waits
I'll drown my beliefs
To have your babies
I'll dress like your niece
And wash your swollen feet
Just don't leave, don't leave
I'm not living, I'm just killing time
Your tiny hands, your crazy-kitten smile
Just don't leave, don't leave
And true love waits, it haunted attics
And true love lives, on lollipops and crisps
Rabu, 15 Maret 2023
A Revision of The Shadow Economy in Croatia: Causes and Effects
Ekonomi bayangan atau bawah tanah merupakan fenomena yang melingkupi perspektif legalitas, moral, institusional, kuantitatif, dan ideologis.
Riset ini menunjukkan hubungan antara ekonomi bayangan dan kebijakan ekonomi di konteks ekonomi Kroasia. Apa yang menstimulasi pertumbuhan ekonomi bayangan dan apa ukuran yang dapat mempengaruhi perkembangan mereka.
Meski proses antara ekonomi resmi dan tidak resmi tidaklah sederhana, tapi dua hal ini saling berhubungan dan saling menjalin.
Jika beban pajak meningkat, maka ekonomi tidak resmi meningkat.
Penyebab teoritis ekonomi bayangan yaitu:
1/ Beban ekonomi resmi
2/ Layanan sektor publik
3/ Moralitas pajak dan kontrol pemerintah
4/ Kondisi pasar tenaga kerja
5/ Faktor struktural
Salah satu bentuk dari ekonomi tidak resmi juga adalah penghindaran pajak. Kroasia menjadi salah satu negara dengan pajak yang rendah. Penghindaraan pajak berdampak pada kemampuan pemerintah untuk mendistribusikannya secara adil.
Periode 2000-2008 menjadi salah satu masa kesuksesan ekonomi Kroasia. Perkembangan ekonomi jika dibandingkan dengan negara-negara di Uni Eropa atau berdasarkan standar makro-ekonomi bisa dikatakan stabil.
Pertumbuhan ekonomi Kroasia di atas 4 persen, inflasi rendah, dan berkurangnya tingkat pengangguran dan berkurangnya angka defisit.
Meski di antara tahun 2008-2010 mengalami penurunan secara ekonomi dan resesi.
Rekomendasi untuk pemerintah untuk ekonomi bayangan: layanan berkualitas tinggi dari sektor publik, transparansi aturan dan regulasi, pengeluaran negara yang rasional, hingga adanya kesempatan yang sama bagi perusahaan kecil di pasar modal.
KUTIPAN:
"The informal economy encompasses all activities that are formally legal but ideologically suspect; hence there is an official tendency to discriminate amongst them and give them an inferior status."
Bejaković, P. (2015). A revision of the shadow economy in Croatia: causes and effects. Economic research-Ekonomska istraživanja, 28(1), 422-440.
http://dx.doi.org/10.1080/1331677X.2015.1059104
#predragbejaković #economy #shadoweconomy #routledge #journal #croatia #tax #culture
Sabtu, 11 Maret 2023
Aging in a Place of Choice
Jurnal ini dari judulnya sudah bisa kita tangkap, seperti hendak menjawab pertanyaan: bagaimana menghabiskan penuaan di tempat pilihan?
Ya, sesuatu yang orang-orang idam-idamkan kalau berumur panjang. Tapi tak segampang itu, menghitung kenyataan tanpa adanya mindset jelas dan investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup, hal itu susah dicapai.
Kenyataannya, perawatan jangka panjang (long-term care/LTC) tak secara baik dapat dieksekusi. Inisiatif agar para "orang-orang tua" mengambil inisiatif masih belum cukup.
Seharusnya, usaha untuk meningkatkan kualitas hidup ini tidak perlu menunggu kondisi sempurna, tapi pengembangan terus menerus sehingga kebutuhan para orang tua dapat mencapai tujuannya dan kehidupan mereka tidak didiktat oleh orang lain.
Jurnal ini mengenalkan istilah, pergerakan atau perpindahan dari "menua di suatu tempat" ke "menua di suatu tempat pilihan".
Menua di suatu tempat ini memiliki pengertian kemampuan untuk hidup di rumah sendiri, di komunitas dengan aman, mandiri, nyaman, berpenghasilan, dan dengan tingkat kemampuan hidup yang baik. Sebagian besar memilih untuk hidup di rumah sendiri hingga akhir. Mereka memilih seperti pensiun di desa.
Namun, di mana pun tempat itu dipilih, gagasan terkait "rumah" (tempat di mana seseorang merasa aman, dicintai, dan terlindungi) merupakan kebutuhan yang harus dijunjung.
Peneliti dalam jurnal ini mengatakan, menua di tempat pilihan merujuk pada kehidupan orang tua di rumah dan komunitas yang mereka pilih, di mana pilihan mereka dihormati dan mereka dapat melakukan apa yang menjadi kehendaknya. Definisi ini memberi beberapa implikasi:
1/ Menua di tempat pilihan memungkinkan masyarakat untuk berpikir di luar kotak. Ini berarti bahwa para orangtua tidak harus dikurung di dalam rumah dan komunitas, tetapi memberikan mereka kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri.
2/ Konsep menua di tempat pilihan juga mengembangkan "pengambilan keputusan" yang ditentukan oleh para orangtua itu sendiri, bukan orang lain.
3/ Menua di tempat pilihan tidak meresepkan berbagai aspek perbedaan seperti (skill, umur, pendapatan) atau pengalaman. Bukan berarti hal ini tak penting, tapi lebih ke eksplorasi dan pengenalan ke hal lain yang kemungkinan ada seperti demografi, geografi, psikografi, hingga keinginan seperti hidup hedon atau tidak.
4/ Konsep menua di tempat pilihan membutuhkan harga diri dan tujuan, guna meningkatkan kualitas hidup.
"The goal of efforts to improve older adults’ quality of life is not to reach a state of perfection. Instead, it is to engage in continuous improvement and adjustment to meet the evolving needs of older adults in a way that enables them to live with dignity and purpose, or to put it simply, a life that they aspire to live, not one that is dictated by others."
Lim, W. M., & Bowman, C. (2022). Aging in a place of choice. Activities, Adaptation & Aging, 46(3), 183-189.
Link: https://doi.org/10.1080/01924788.2022.2097806
#wengmarclim #carmenbowman #aging #place #choice #penuaan #life #hidup #pensiun
Kamis, 09 Maret 2023
How to start African Informal entrepreneurial revolution?
Pertanyaan utama artikel ini adalah bagaimana memulai revolusi kewirausahaan informal?
Jurnal ini mengeksplorasi ekosistem kewirausahaan informal dari perspektif resiliensi ekologis. Juga menganalisis perbedaan signifikan antara formal, informal, inovasi sederhana, dan ekosistem pendukung, yang memproduksi antusiasime yang tidak paralel dalam konteks Afrika.
Hal tersebut berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan perpindahan ekonomi informal ke formal.
Prestasi keberlanjutan bisnis tergantung dari interaksi terhadap ekosistem kewirausahaan (entrepreneurship ecosystem/EE) dan institusi yang mendukung lingkungan bisnis. Selain itu, ekosistem kewirausahaan mempengaruhi pertumbuhan usaha melintasi lokasi, wilayah, dan negara.
Resiliensi ekologis dibutuhkan untuk mentransformasi perilaku penting, struktur, dan identitas ke dalam sistem yang lebih baik untuk merespon disrupsi.
Model ekosistem kewirausahaan terdiri dari enam elemen kunci yang terdiri dari kebijakan, keuangan, budaya, dukungan, modal manusia, dan pasar. Dengan enam elemen ini, tedapat interaksi dari ratusan elemen lain.
Ekosistem kewirausahaan menyediakan backgorund yang kaya dengan risiko, inovatif, dan usaha yang visioner; selain itu produktif dan bisa mengembalikan return dengan optimal.
Inovasi sederhana dan kewirausahaan informal mengembangkan respons terhadap hambatan teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya yang ada dalam ekonomi di Afrika.
KUTIPAN:
"A major challenge is how to move the informal sector to a formal economy, achieve efficient resource allocation and high output."
"Resilience can be defined as the ability of a system to maintain its state by absorbing both internal and external changes and disturbances to its variables and parameters."
"Depending on the support services or policies, informal entrepreneurship produces effective knowledge flows, information sharing, networking, and resource sharing. These outcomes or responses provide an ecosystem of resilience, resistance, recovery, and sustainability."
"The entrepreneurship ecosystem and ecosystem resilience determine the responses to the disruptions, changes, adaptions, and evolving of entrepreneurship over time. To start an informal entrepreneurial revolution, policymakers need to rethink policies, informal and formal regulations. The marginalization of the informal sector needs to change, and policies need to focus on how to improve the sector to make it more productive and resourceful."
Paul Agu Igwe & Chinedu Ochinanwata (2021) How to start African Informal entrepreneurial revolution?, Journal of African Business, 22:4, 514-531
Link: https://doi.org/10.1080/15228916.2021.1954447
#paulaguigwe #chineduochinanwata #african #informal #revolution #journal #business
Rabu, 08 Maret 2023
Public Spending and Informal Economy in The Asian Countries
Sampel data diambil dari 32 negara di Asia dari tahun 2000-2017, menggunakan rumusan panel Generalized Method of Moment (GMM).
Paper ini menemukan, peningkatan belanja publik dan ketidakseimbangan anggaran akan meningkatkan ukuran ekonomi informal.
Selain itu, beban pajak dan kontribusi pertumbuhan ekonomi akan menambah pertumbuhan ekonomi informal di negara Asia. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan semakin besarnya ekonomi informal.
Ekonomi informal memiliki kelebihan menyediakan lapangan pekerjaan, khususnya saat terjadi krisis, harga yang kompetitif, mempromosikan ekonomi lokal, dan meningkatkan tingkat pendapatan.
Ekonomi informal juga berhubungan dengan tingginya korupsi yang menggiring pada ketidakstabilan politik.
Berbagai faktor menentukan dari sektor informal bisa dilihat dari berbagai sisi:
1/ Berbagai varietas pengangguran
2/ Bagaimana mendesain sistem pajak dan jaminan sosial
3/ Kualitas institusi
Belanja publik (dalam konteks Indonesia bisa disebut APBN/APBD) menyediakan pillar kebijakan fiskal dan penentu penting dalam ekonomi informal.
1. Penambahan APBD berhubungan dengan pertambahan pajak untuk mengatasi anggaran yang tak seimbang.
2. APBD disalurkan dengan banyaknya beban hukum, regulasi, dan prosedur yang berbayar.
Data menunjukkan, Jepang memiliki tingkat ekonomi informal terkecil, sementara terbesar adalah Azerbaijan. Begitu juga dengan Vietnam angka ekonomi informal tergolong kecil, sekitar 16,5 persen dari konomi nasional.
Peneliti mencatat bahwa kebijakan yang menargetkan pengurangan ekonomi informal tidak dapat dipisahkan dari pengeluaran publik (APBN/APBD) dan kebijakan ketidakseimabgan anggaran. Selain itu, dalam pembuatan kebijakan juga perlu mempertimbangkan beban pajak dengan reformasi pajak yang sistematis karena beban pajak menjadi pendorong utama peningkatan ekonomi informal.
KUTIPAN:
"Public spending is one of the overriding pillars of fiscal policy and an important determinant of the informal economy. It plays a significant role in individuals’ decisions to stay in the formal sector or move to informality. We consider that public spending might be a key determinant for the informal economy for the following reasons."
"[f]inding indicates that budget imbalance enhances a positive effect of government spending on the informal economy. This finding is not recorded in the existing literature. This finding implies that, with an increased budget imbalance/deficit level, an increase in public spending is associated with an increased informal economy size."
"Supporting sustainable economic growth and development requires the governments of Asian countries to take measures to control the informal economy effectively."
"It is very important to initiate a new theoretical framework to explain the channels through which public spending impacts the informal economy."
Phuc Van Nguyen, Duc Hong Vo, Toan Pham-Khanh Tran & Ngoc Phu Tran | (2022) Public spending and informal economy in the Asian countries, Cogent Economics & Finance, 10:1, 2101220
Link: https://doi.org/10.1080/23322039.2022.2101220
#phucvannguyen #duchongvo #toanphamkhanhtran #ngocphutran #informal #asian #asia
Selasa, 07 Maret 2023
Epistolarity: Life after Death of the Letter?
Epistola dalam bahasa Latin berarti surat. Jika pernah mendengarkan "novel epistolari", novel jenis ini ditulis dengan bentuk serangkaian dokumen, umumnya dalam bentuk surat-surat, entri dari buku harian, kliping surat kabar, dan dokumen lainnya.
Jurnal ini membahas terkait bagaimana nasib "epistolari" yang hidup setelah surat di era digital kondisinya sekarat atau hendak mengalami kematian.
Keseluruhan berisi percakapan Liz Stanley dan Margaretta Jolly terkait "epistolari". Konsep epistolari meliputi model komunikasi tekstual yang tumbuh seiring dengan teknologi digital. Epistolari hidup dan tumbuh di dalam teks, email, dan sosial media dalam berbagai bentuk.
Keluhan terus menerus atas "kematian sebuah surat" atau dalam konteks luas dokumen tertulis merupakan gejala kecemasan yang sah tentang kepercayaan dan identitas di dalam dunia teks yang dapat direproduksi, anonim, dan dapat dijangkau secara global.
Salah satu kekhawatiran pula dalam arsip digital (e-epistolari), ketakutan ketika dokumen yang kita akses bentuknya tidak sama lagi atau telah berubah dari bentuk awal. Ini tentu berbeda dengan surat/konvensional.
Sangat mudah literatur mengkritik ide terkait otoritas, autensitas, dan originalitas dalam budaya cetak, meski argumen ini membuktikan jika teknologi digital belum selesai akan dirinya.
Meskipun ketakutan sesungguhnya ketika komunikasi digital tersebut telah disurvei dan dikomodifikasi.
Dalam karya epistolatorium Schreiner dan project Whites Writing Whiteness [WWW] menjadi contoh pengarsipan surat yang berfokus pada hal-hal yang tak terkatakan dan hilang. Atau pendekatan lain dengan menelusuri sejarah dalam surat-surat imigran yang dilakukan oleh Donna Gabaccia dan Sonia Cancian. Atau studi sruat lain tentang masyarakat Afrika Selatan, yang berkorelasi dengan gender, ras, dll.
Di era industri|cetak, kreativitas epistolari dihidupkan kembali oleh masyarakat tekstual hari ini dan dalam budaya "selfie". Kathy Mills menyebutnya sebagai "literasi sensorik" yang menemukan kembali aspek menarik dari jejak kehadiran orang lain.
KUTIPAN:
"the rise of digitally provided forms demonstrates an innovative artfulness in how people are using these. And not all of these uses are confined to IjYou exchanges"
"As do these exchanges of “Liz” and “Margaretta” as communicative artifices. “The letter” might be dying, but we agree that it’s “long live epistolarity!"
Liz Stanley & Margaretta Jolly (2017) Epistolarity: Life after Death of the Letter?, a/b: Auto/Biography Studies, 32:2, 229-233
https://doi.org/10.1080/08989575.2016.1187040
#lizstanley #margarettajolly #life #death #letter #espistolary #surat
Senin, 06 Maret 2023
Informality and Firm Productivity in Myanmar
Myanmar menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang pertumbuhan ekonominya tercepat rentang 2015-Februari 2021. Meski begitu, sebagian besar usaha di Myanmar tak mendaftarkan aktivitas mereka, atau masuk kategori sektor informal yang jumlahnya lebih dari setengah angkatan kerja di Myanmar.
Tidak adanya definisi pasti terkait informalitas, menunjukkan bahwa banyak usaha tidak sepenuhnya formal atau tidak sepenuhnya informal. Tapi ada operasi spketrum di antaranya. Literatur studi formalisasi dibedakan dalam dua kategori: obesrvasi dan eksperimental. Studi terkait informalitas sebagian besar bersandar pada indikator formal.
Beberapa mendapat lisensi dari pemerintahan lokal, meski tak membayar pajak. Di sisi lain membayar pajak, tapi tidak terdaftar dalam asuransi sosial. Meski begitu formalisasi tidak selalu berhubungan positif dengan profit.
Data dari studi ini diambil dari badan statistik (Myanmar Central Statistical Organization) kementerian setempat. Dataset diambil dalam rentang tahun 2017-2019 meliputi 2.133 usaha yang mewakilii sekitar 70 ribu usaha manufaktur swasta di daerah-daerah. Industri terbesar meliputi makanan, minuman, dan tembakau (39 persen); tekstil (14 persen); dan perusahaan logam (9 persen).
Peneliti membuat empat indikator mengapa "menjadi formal" ini dianggap menguntungkan untuk usaha di Myanmar:
1. Formalisasi menunjukkan jika suatu usaha terdaftar dalam kantor kelurahan
2. Formalisasi di tingkat nasional menunjukan adanya pengakuan dengan berbagai otoritas dan berhubungan dengan mereka.
3. Formalisasi menunjukkan apakah suatu perusahaan membayar pajak atau tidak.
4. Tunjangan sosial formalisasi mengindikasikan jika persuhaan membayar satu atau lebih dari jaminan sosial yang diberikan pada pekerja.
Standar rekomendasi yang ditawarkan adalah membantu sektor informal ini untuk menjadi formal. Meski argumen kuncinya, dengan formalisasi mereka akan mendapat akses yang lebih, semisal di bidang pinjaman atau internet.
Temuan menariknya, peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara jaminan lokal, nasional, dan sosial dalam formalisasi, dan dengan produktivits di sisi yang lain. Atau banyak manfaat potensi formalisasi yang lemah, atau bahkan tidak ada di Myanmar, karena kedidaktoran digunakan untuk menindas institusi swasta.
Klaim ini dibuktikan dengan, dari banyaknya potensi keuntungan di sektor formal, seperti kredit, karyawan, pelanggan, dll, dalam praktik ternyata sedikit digunakan. Justru pemberian pajak dan biaya yang tinggi berpengaruh lebih kuat dalam formalisasi, dibandingkan dengan manfaat potensial yang lain.
KUTIPAN:
"We find that tax formalisers belong to the only formalization category significantly more productive than its informal counterparts. This association only holds for bigger enterprises, i.e. tax formalisers with fewer than five employees are not more productive."
"We find no statistically significant relation between local, national, and social security formalization, on the one hand, and productivity, on the other. Arguably, many potential formalization benefits are weak or absent in Myanmar because a dictatorship used to repress private-sector institutions."
"Lower formalization levels, like the registration with local authorities (local formalization) or national-level offices (national formalization), are not significantly associated with productivity. Further, they come with few intermediate benefits, which are much more prevalent in other countries. Both local and national formalisers pay higher taxes and fees than always-informal enterprises, almost without acquiring any benefits due to their new status."
"[t]she policy could focus on furthering the benefits of formalization that are currently non-existing or weak. Before trying to formalize all firms, policy should target better service provision and facilitate access to formal markets, e.g. make it easier for firms to purchase machinery and obtain credit."
Hanna Berkel & Finn Tarp (2022) Informality and Firm Performance in Myanmar, The Journal of Development Studies, 58:7, 1363-1382.
Link: https://doi.org/10.1080/00220388.2022.2061849
#hannaberkel #finntarp #informality #firm #myamnar #developmentstudies
Sabtu, 04 Maret 2023
Life: Writing and Rights in the Anthropocene
Keseluruhan, jurnal ini mau ngebahas terkait kehidupan manusia (ya tentunya ke-anthropocene2-an) yang dikaitkan dengan makhluk-makhluk yang kita anggap tak punya hak macam tumbuhan dan hewan. Bagaimana individu menarasikan kehidupan sekelilingnya secara lebih humanis.
Jurnal ini mengenalkan istilah "phytographia" atau seseorang yang menulis tentang kehidupan tumbuhan sebaik seseorang itu menulis tentang kehidupan mereka.
Istilah lain yang dikenalkan seperti "ecobiography", "ethological poetics", "ethnomycology", "the witness tree", "plantationocene", "zoetrophic", "animalography", hingga "capitalocene".
Meski istilah-istilah itu tidak kebal kritik. Seperti yang diutarakan novelis Australia, James Bradley, yang menolak penegasan keunggulan manusia (human primacy) secara buta hingga membawa kita pada istilah-istilah ini.
Untuk itu perlu adanya dekolononisasi ekobiografi (decolonizing ecobiography).
Tapi poin pentingnya adalah, issue ini berusahan mengimajinasikan bagaimana penulisan terkait kehidupan mereka-mereka yang kita anggap tidak punya hak (pohon, rumput, jamur, semak-semak, oh, lihat makhluk lain di sekelilingmu).
“pivots on the potential of collaborating and coauthoring narratives with plants ... at a place and time where life writing and criticism is intimately connected to everyday life."
Tulisan itu macam ngulas tanaman langka yang diipotret dalam lukisan dan dipamerkan di galeri prestisius di London.
Atau semacam nasib tumbuhan endemik dari Meksiko, kaktus Biznaguita (Mammillaria sanchez-mejoradae) yang dalam 15 tahun terakhir populasinya berkurang 75 persen karena perubahan iklim.
KUTIPAN:
"Bristow’s incorporation of diary, image, and descriptions of walks with his companion animal engenders a porousness in his writing, an openness and dialogue with spaces and their otherthan-human inhabitants."
Those who do not care for or respect their ecosystem will find that it is unable to support them: “The interdependence of all life within country constitutes a hard but essential lesson—those who destroy their country ultimately destroy themselves.”
Engineering the form of phytography, or, as he explains, “critical posthumanist life writing about more-than-humans,” “pivots on the potential of collaborating and coauthoring narratives with plants”.
White, J., & Whitlock, G. (2020). Life: Writing and Rights in the Anthropocene. a/b: Auto/Biography Studies, 35(1), 1-12.
Link: https://doi.org/10.1080/08989575.2020.1722376
#jessicawhite #gillianwhitlock #life #eriting #rights #anthropocene #phytographia
Jumat, 03 Maret 2023
What is informality? (mapping) "the art of bypassing the state" in Eurasian spaces - and beyond
Informalitas sebagai alter ego dari ekonomi formal dan informalitas sering dilawankan dengan sektor formal, sehingga penulis menganggap adanya hal yang blunder sejak dari pengertian. Keberadaan informalitas serupa zona abu-abu antara pekerja dan mereka yang tidak bekerja. Sektor ini terkadang digambarkan sebagai fenomena yang tergeneralisasi dan terbanalisasi.
Dengan survei perbandingan dari literatur yang ada, artikel ini berusaha memberikan bingkai pemahaman yang koheren terkait studi informal dengan berbagai batasan-batasan. Menggunakan metadata analisis, dia menemukan perbedaan kurang dari sembilan kagetori informalitas dan lebih dari 1000 sub-kategori.
Pertama, penulis mengumpulkan literatur terkait informalitas denga melacak debat asli dari informalitas, bagaimana hal itu menggiring pada berbagai disiplin yang kita temui saat ini. Dengan jalan ini, debat informalitas dipetakan. Kedua, penulis mengamati berbagai pekerjaan yang masuk dalam sektor informal terutama di wilayah Eurasia.
Informalitas merupakan fenomena global dan universal. Awalnya, debat informalitas muncul dari usaha untuk memahami mengapa beberapa negara kebal terhadap upaya masyarakat internasional untuk mengakui fenomena yang signifikan namun tidak terakomodir oleh negara.
Paper ini mendefinisikan informalitas sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok individu (bisa keluarga, klan, organisasi) yang melampaui aturan yang dibuat oleh institusi. Informalitas dapat digunakan untuk mengkonseptualisasi ekonomi alternatif dan sistem sosio-ekonomi yang melampaui pendekatan neoliberal dengan tujuan utama peroleh profit ekonomi.
Meminjam konsep teori Scott, eksplorasi informalitas ada tiga:
1. Eksplorasi moral ekonomi yang menyarankan penjelasan alternatif mengapa para petani gurem menunjukkan perlawanan sengit mereka.
2. Berhubungan dengan pertama, orang dalam posisi lemah, moral untuk menolak sistem tidak dilakukan secar terbuka tetapi dengan gaya gerilya.
3. Ketika negara hadir untuk menyeragamkan, tidak semua proyek dengan tujuan memperbaiki kondisi manusia, kadang berakhir hanya menguntungkan sejumlah besar individu.
Studi tentang informalitas di Eurasia sangat berhutang budi pada Ledeneva. Di mana strategi "bertahan hidup" dan pluralisme hukum menjadi topik sentral pada awal tahun 2000-an. Ledeneva berkontribusi terhadap pemahaman terkait pemerintahan informal, yang membuka keran terhadap aktor-aktor non-politik dalam mekanisme dan dinamika pemerintahan. Meski di sisi lain, informalitas juga dikatikan dengan sub-kasus dari korupsi dan penggelapan dalam ekonomi. Atau ekonomi bayangan dan ekonomi ilegal.
Yah, jurnal yang dibuat dengan cukup kerja keras (dari 44 halaman, 19 halaman adalah daftar pustaka), dengan judul yang lumayan ingin merangkum semua.
Temuan menarik dijelaskan dengan kalimat, "There are also some fundamental works that, without using informality in the title, can be used to better understand informality." Hahaha.
KUTIPAN:
"Informality has the potential to become a framework allowing us to bring back onto the spotlight the social, cultural and environmental needs of segments of the population that have been neglected by orthodox economic and economic policy approaches."
"It is now broadly accepted that informality and governance are intimately related and influenced by cultural, economic and social settings, but also to the capacity of a state to propose regulation mechanisms that do not strangle entrepreneurship, through excessive regulation or inadequate public services."
"It is not “how much money you’re making” but “what is the complex and entangled relational framework you are embedded in and that allows you to survive, build trust and sociability networks, things that come entangled and cannot be separated from one another”."
"When the absence of state support makes conditions unfit for orthodox economic development, business is no longer about growing and generating profit, but is instead about survival social bonding and invention."
"[t]he state becomes the primary producer of informality by simply not taking care of some aspects of social life or allowing private and uncoordinated initiatives to emerge in some spaces"
Polese, A. (2021). What is informality? (mapping) "the art of bypassing the state" in Eurasian spaces - and beyond. Eurasian Geography and Economics, 1-43.
Link: https://doi.org/10.1080/15387216.2021.1992791
#abelpolese #informality #development #eurasia #governance #state #routledge #geography #economics #journal #mapping
Kamis, 02 Maret 2023
Life Cycle, Financial Frictions, and Informal Labor Markets: The Case of Chile
Akhir 2019, di Chili terjadi demo yang disebabkan karena kenaikan biaya publik transpportasi. Meski begitu, ada faktor lain yang melatarbelakangi protes, yaitu dana pensiun yang tidak cukup dan biaya hidup yang tinggi.
Fokus penelitian dilakukan di Chili karena dua alasan: 1/ rendahnya tingkat informalitas di negara ini, 2/ Chili menggunakan sistem kapitalisasi penuh.
Selain itu, di antara negara di Amerika Latin, Chili menjadi negara dengan sistem pensiun yang baik. Sistem pensiun swasta ini sebagaimana terjadi di El Salvador.
Instrumen langsung untuk mengatasi masalah tersebut dirumuskan dengan adanya pajak pekerja dan adanya pensiun non iuran (non-contributory pensions).
Makalah ini mengukur eksperimen kebijakan yang kontrafaktual dengan menyajikan model pencarian tenaga kerja dengan elemen siklus hidup, agen penghindar risiko, dan pasar modal yang tidak sempurna.
Penelitian menggunakan metode ekonometrik untuk menghitung dan mengkalibrasi data. Peneliti memodelkan siklus hidup pekerja. Aspek siklus hidup dalam pasar tenaga kerja adalah sesuatu yang kritis untuk memahami kebijakan perdagangan.
Peneliti menyimpulkan, terkait kebijakan stimulus, pemotongan pajak lebih disukai daripada peningkatan pensiun non-iuran. Kebijakan ini dapat mengurangi tingkat informalitas, meski di sisi lain durasi pengangguran jadi lebih panjang.
KUTIPAN:
"[t]his paper finds that tax rates and non-contributary pensions have differentiated effects on labor markets
"As agents move to informal labor markets because the value of a formal job offer relatively decreases after the shock, there is a reduction in current income that cannot be compensated with debt even though the agent is wealthier."
"[a] drop in contribution rates generates the correct incentives on the labor-supply side, decreasing informality in labor markets, although making unemployment a phenomenon with higher duration."
Pierri, D., & Kawamura, E. (2022). Life cycle, financial frictions and informal labor markets: the case of Chile. Journal of Applied Economics, 25(1), 93-120.
Link: https://doi.org/10.1080/15140326.2021.2008761
#damianpierri #enriquekawamura #informal #labor #journal #appliedeconomics #financial #life #cycle
Rabu, 01 Maret 2023
Choices and Constraints: The Nature of Informal Employment in Urban Mexico
Data diambil berdasarkan Survei Angkatan Kerja Meksiko tahun 2015, data mencangkup jaminan kerja/insentif.
Temuan dalam jurnal ini menyoroti dua faktor utama yang membatasi pekerja masuk ke pekerjaan formal: (1) berhubungan dengan demografi rumah tangga dan pembagian kerja domestik; (2) berhubungan dengan human capital, semakin tinggi pendidikan menambah kesempatan direkrut oleh pekerjaan formal dan menambah pendapatan.
Penelitian menunjukkan, 80 persen dari angkatan kerja informal di sebagian besar wilayah urban lebih memilih bekerja di pekerjaan yang memberikan mereka jaminan kerja.
Kemudian, faktor pendidikan menambah kesempatan untuk diangkat dalam pekerjaan formal dan memiliki pendapatan yang tinggi.
Selain itu, perempuan dengan tanggung jawab yang besar kecil kemungkinan menginginkan pekerjaan formal, dan mereka juga memiliki kemungkinan ditarik oleh beberapa jenis pekerjaan sekaligus.
KUTIPAN:
" Workers with coverage are more educated than those without coverage, and within each market segment (with coverage or without coverage) respondents who do not value social security have higher levels of schooling than those who value it."
"In particular, the traditional division of labour at home is a likely culprit for limiting the willingness of females to apply for formal wage jobs and the probability of being hired in such jobs."
"In addition, having a higher level of education plays a significant role in increasing the chances of being hired in a formal job and of earning a higher income from it."
Duval-Hernández, R. (2022). Choices and Constraints: The Nature of Informal Employment in Urban Mexico. The Journal of Development Studies, 58(7), 1349-1362.
Link: https://doi.org/10.1080/00220388.2022.2061854
#RobertDuvalHernández #employment #wages #workers #mexico #latinamerica #labour #journal