Dalam pengantar daftar album Indonesia terbaik sepanjang 2009-2019
versi VICE, redaksi sempat menyinggung disrupsi teknologi sebagai salah
satu aspek yang mengubah wajah industri musik Tanah Air. Untuk aspek
penulisan lagu, teknologi jelas menjadi faktor pembeda nomor satu
sepanjang dekade ini. Kekuasaan platform streaming mempengaruhi proses penulisan lagu.
Sebisa mungkin lagu harus ramah algoritma, dan ada sekian rumus yang
"wajib" diikuti agar karyamu menjangkau pendengar masa kini. Sekian
kredo itu, misalnya, tempo lambat, intro yang singkat, hingga rata-rata chorus datang pada menit pertama.
Dampak
dari pendekatan formulaik tersebut, musik seringkali direduksi sekadar
latar menenangkan hati atau sebagai teman berkegiatan. Lagu bukan lagi
sarana menyampaikan wacana, berdialog, dan menantang batas-batas
musikalitas dalam perjalanan karir seorang seniman.
Karena
itulah, tim redaksi VICE—dibantu kontributor tamu Farid Amriansyah
(awak 97,5 Play FM Palembang serta pengelola label Rimauman Music),
Annisa Maharani & Sabrina Eka Felisiana (personel SARANA
dari Samarinda), serta Dimas Ario (pengamat musik)—berusaha mencari
karya-karya yang menantang, menyajikan sikap, sekaligus menawarkan
kebaruan merespons kejumudan industri.
Sama
seperti pemilihan album terbaik, para kontributor tamu menyerahkan
daftar versi masing-masing, lantas dipilah redaksi untuk mencari
nominasi yang beririsan, dan selanjutnya kami pilih dalam format
peringkat. Daftar final yang kalian baca di bawah sepenuhnya keputusan
redaksi VICE (dengan bias politik keredaksian kami tentunya), tak lagi
terkait kontributor yang kami minta bantuan memperkaya seleksi awal.
Meski begitu, catatan maupun ulasan tiap kontributor tetap kami kutip
dan sunting untuk keterangan tiap album terpilih.
Redaksi
VICE meyakini lagu harus lebih bernilai dari sekadar bunyi pengiring
aktivitasmu. Apalagi adanya label lagu terbaik, versi VICE tentu saja,
kami anggap sebagai representasi musik yang kompeten dalam kekaryaan,
mewakili keberagaman genre di negara ini, serta memperkaya hidup tiap
pendengarnya.
Berikut
deretan 30 lagu terbaik Indonesia sepanjang 2009-2019 versi VICE. Klik
tautan di bawah judul lagu, untuk mendengarkan versi lengkap ataupun
cuplikan musiknya.
Selamat merayakan musik (Indonesia) yang membahagiakan dan semoga dekade yang lebih menarik segera kita jelang.
30. Isyana Sarasvati - Lexicon
Ketika
Isyana memutuskan menerima pinangan major label, sebagian pihak
menyayangkan kemungkinan bakatnya tak dimaksimalkan 100 persen. Isyana
adalah musisi yang sudah berkarir di berbagai pentas prestisius
(termasuk di ranah opera), sebelum meluncurkan "Keep Being You" pada
2014. Untunglah, kekhawatiran itu kini bisa dibantah. Di penghujung
dekade ini, Isyana tanpa aba-aba menyodorkan terobosan penuh keberanian
dari seorang musisi yang seolah tak mengindahkan zona nyamannya di ranah
pop. Aransemen musik elegan yang bermain dengan rock progresif tanpa
kehilangan keanggunan. Megah.
29. Barasuara - Api & Lentera
Lagu
karismatik yang pertama kali memperkenalkan Barasuara ke pendengar
musik Indonesia. Komposisi dan aransemen lagu yang kuat bisa dibilang
membuat lagu ini adalah anthem yang melekat dan penting dalam repertoar
Barasuara. Eklektik dan epik, pop dalam kemasan arena rock yang amat
matang.
28. Payung Teduh - Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan
Lagu
ini mendapat kesempatan hidup kedua setelah dirilis empat tahun
sebelumnya dan cukup besar di skena bawah permukaan. Tangan dingin
produser Mondo Gascaro menambahkan guratan seksi gesek yang menyayat
serta dentingan piano yang anggun. Lagu ini langsung tumbuh mekar
bagaikan bunga-bunga di musim semi sekaligus mentahbiskan Payung Teduh
di saat itu, menjadi produsen lagu-lagu paling romantis di Indonesia.
27. .Feast - Peradaban
Baskara
Putra memiliki kejelian yang otentik dibanding musisi seangkatannya.
Dia mampu menangkap semangat zaman, lantas mengendapkannya menjadi anthem
yang bisa dinyanyikan pendengar berusia muda. Pilihan tema lirik
Baskara pun selalu berhasil, dekat dengan keseharian demografi
pendengarnya. Namun keseimbangan terbaik dalam karirnya (termasuk dalam
proyek Solonya Hindia), berhasil dicapai lewat single proyek sampingan
.Feast bertajuk "Peradaban". Sebuah lagu yang tampaknya akan terus
menggalang koor massal, serta menyulut kesadaran sosio-politik tentang
perjalanan bangsa kita yang sejauh ini masih amat dekaden.
26. Laze - Budak
Havie
Parkasya, yang memakai moniker Laze, merupakan salah satu MC paling
bekerja keras di kancah hip hop lokal. Salah satu senjata utamanya
adalah wordplay cerdas, membuktikan Bahasa Indonesia pun bisa
diutilisasi sedemikian rupa menggambarkan ragam keseharian dalam
estetika hip hop. "Budak", single yang dirilis pada 2016 lalu ini,
merupakan capaian terbaik Laze yang akan awet didengar sampai kapanpun.
"Bukan kolektor keramik tapi masih beli Gucci…//Mall macam gereja ia ke sana tiap minggu"
Diiringi
beat dan video klip garapan kolektif Onar, Laze menyampaikan sketsa
menarik realitas jeratan konsumerisme dan relasi tuan-hamba yang dialami
sosok kelas menengah urban.
25. Raisa - Bye Bye
Raisa
adalah salah satu bintang paling terang dalam blantika pop Indonesia.
Sejak merilis single "Serba Salah" dan "Could it Be" pada 2011, lajunya
tak tertahan lagi sebagai diva. Namun capaian terbaik Raisa adalah saat
menulis lirik sendiri untuk single album keduanya Heart to Heart yang dirilis pada 2013. Lagu ini merupakan anthem pemberdayaan bagi perempuan agar berani lepas dari toxic relationship. "If he doesn't treat you right then Who is he to stick around And say good bye…." Preach it sis!
24. Bin Idris – Rebahan
Rebahan barangkali layak dinobatkan sebagai lagu Indonesia paling santuy
dekade ini. Hanya dengan iringan gitar yang dipadukan beat drum ala
keyboard Casio anak-anak dan lirik yang bercerita antara hembusan yang
sejuk dan angan-angan yang tersembunyi, membuat badan tanpa disadari
perlahan patuh pada judul lagu proyek solo vokalis Sigmun ini. Lagu
kebangsaan terbaik kaum rebahan, demografi yang semakin membesar di
negara kita.
23. Belkastrelka - Penyusup
Yennu
Ariendra adalah musisi bawah tanah asal Yogyakarta yang seharusnya
mendapat penghormatan dengan didengar khalayak lebih luas. Tanpa banyak woro-woro Yennu (bersama vokalis Asa Rahmana) merilis Penyusup Misterius dan Suara-Suara Aneh dari Kamar
pada 2010—sebuah album elektro pop yang aransemennya amat piawai,
dengan sebagian lirik Bahasa Indonesia tak kalah memukau. Belkastrelka,
julukan proyek duo ini, lahir di era MySpace dan tampaknya tak sempat
beradaptasi ke era Spotify. Untunglah netlabel YesNoWave menyelamatkan
arsipnya, sehingga kita masih bisa mendengarkan "Penyusup", lagu terbaik
dari katalog karir singkat mereka. Lagu ini merupakan gambaran sureal
tentang kehilangan—baik mimpi, kenangan, hingga jati diri—yang
menggambarkan kegamangan manusia (Indonesia) modern di tengah terpaan
teknologi. Yennu, gitaris band legendaris Melancholic Bitch itu,
sekarang fokus menggarap komposisi instrumental yang amat menarik (salah satunya Raja Kirik), namun rasanya pendengar musik di Tanah Air suatu saat membutuhkan kembalinya Belkastrelka.
22. NDX AKA - Kimcil Kepolen
NDX
adalah fenomena besar dekade ini. Rasanya di sirkuit independen
(sebelum akhirnya .feast menguasai kota-kota besar), tak ada grup yang
memiliki fanbase sefanatik NDX. Para penggemarnya disebut Familia,
tersebar di berbagai pulau, kendati konsentrasi terbesar tetap di DIY,
Jateng, dan Jatim. Kaos-kaos bajakan NDX bisa kalian temukan di kota
kecil jalur Pantura. Melodi dangdut-hiphop penuh sakarin, dengan amunisi
lirik superjujur mengenai keseharian serta patah hati kelas pekerja
adalah kunci sukses NDX. "Kimcil Kepolen", (serta "Sayang" yang viral
itu kendati ternyata melodinya saduran dari lagu Jepang yang dinyanyikan Kiroro) melambungkan NDX hingga panggung SynchronizeFest.
"Pancene koe pabu nuruti ibumu//Jare nek ra ninja, ra oleh dicinta!"
Dua
larik itu bagaikan katarsis; kalian bisa memakainya sebagai umpatan
pada ketimpangan sosial, konsumerisme, dan semua yang serba cinta tai
kucing.
21. Milisi Kecoa - Ini Bukan Arab, Bung!
"Lagu
ini bukanlah sebuah serangan terhadap pemeluk agama tertentu, tapi
merupakan sebuah kritik terhadap mereka yang memaksakan hukum agamanya
pada semua orang di sekitar mereka tanpa pandang bulu. Lagu ini adalah
kritik terhadap mereka yang melakukan penghakiman terhadap orang-orang
di sekitarnya yang mereka anggap telah melanggar hukum yang mereka
yakini, dan layak mendapat hukuman. Agama dan keyakinan adalah hal yang
sangat personal….Lagipula, apa gunanya kalau orang lain ikut jalanmu
dengan dilandasi keterpaksaan?"
Itu
adalah penjelasan dari Tremor, vokalis Milisi Kecoak, perihal lirik
lagu yang dia tulis dan dirilis pada 2009 lalu. Sayangnya, wacana ini
masih terasa sangat relevan hingga sekarang, dan mungkin kapanpun.
Ditemani musik hardcore punk 80an ala Black Flag yang simpel, lugas dan
kasar, "Ini Bukan Arab, Bung!" adalah sebuah anthem klasik dari kancah
punk yang mungkin akan selalu memicu dialektika, dan karenanya, sangat
kita perlukan di masa sekarang.
20. Maliq & D'Essentials – Semesta
Sebuah
interpretasi mengenai kelahiran, kehidupan dan kematian dalam sebuah
lagu. Diawali dentingan gitar minimalis lembut layaknya mengiringi
kelahiran, berangsur-angsur bertambah ramai dengan irama musik yang
membuat badan bergoyang. Semua itu merupakan representasi proses
menjalani kehidupan (sebisa mungkin penuh semangat). Aransemen di lagu
ini juga terdengar kaya dan bergizi, dirasuki ruh musik Pop kreatif
Indonesia akhir 70'an.
19. Stars and Rabbit - Man Upon The Hill
Tak
pernah berpijak di satu genre secara spesifik membuat musik Stars And
Rabbit amat kaya warna, dan pastinya menyisakan gurat yang membekas di
lubuk hati terdalam. Sensasi itu bisa kita rasakan dari lagu “Man Upon
The Hill”. Lagu yang dipastikan menduduki posisi pertama di hati
penggemar duo ini. Musiknya diracik dengan cantik, memperkuat voka Elda
yang sangat berkarakter. Kita tak akan bisa lepas setelah sekali
mendengarkannya. Lagu ini menyelinap dan berdiam di kepalamu.
18. Kelompok Penerbang Roket - Mati Muda
Sekalipun
Lagu T. Rex "20 th Century Boy" segera terlintas di kepala ketika
mendengar "Mati Muda", tapi kita bisa merasakan yang serba Indonesia di
lagu ini. Lagu ini bukan tiruan kelas KW. "Mati Muda" menunjukkan selera
estetika dan eksplorasi musikal Kelompok Penerbang Roket akan musik
rock lawas era 1970'an. Mereka menuangkan dan mengeksekusinya dengan
mantap tanpa basa-basi. Anthem terbaik bagi luapan emosi siapapun yang
berjiwa muda, menyongsong hari depan penuh frustrasi, seakan langit
runtuh esok hari.
17. Seringai - Dilarang di Bandung
Kancah
musik metal di Indonesia bisa dibilang yang terbesar dibanding genre
musik selain arus utama, tapi bukan berarti juga bebas masalah. Sebuah
tragedi yang menewaskan 11 penonton akibat tergencet dan kekurangan
oksigen membuat Bandung menjadi tidak ramah bagi gig-gig rock dan metal.
Diiringi hentaman double pedal di riff utama dan reff yang anthemic,
"Dilarang di Bandung" meneriakkan bagaimana peristiwa-peristiwa serupa
dijadikan pembenaran bagi aparat (di Indonesia) merampas kebebasan
teman-teman yang ingin mengekspresikan diri lewat musik, terutama musik
cadas.
16. HiVi! - Remaja
“Remaja”
adalah lagu pop cemerlang dari segi musik maupun lirik selaras dengan
usia yang menjadi subyek penulisan lagu. Dengan melodi yang ramah dengan
aransemen bernas yang diproduksi oleh tim penulis lagu terbaik dekade
ini, Laleilmanino menjadikan lagu ini sebagai bentuk regenerasi dari
lagu “Galih dan Ratna” gubahan Guruh Soekarnoputra yang populer di
dekade 70'an.
15. Tika & The Dissidents - Tubuhku Otoritasku
Pernyataan
sikap yang dibungkus dengan musik kadang lebih efektif dibanding orasi
yang dikumandangkan dari podium. Tika & The Dissidents menyampaikan
kegelisahan atas obyektifikasi perempuan dan relasi kekuasaan dalam
masyarakat (Indonesia) yang patriarkis di lagu “Tubuhku Otoritasku”.
Pesan yang tegas dan lantang dikumandangkan dalam ramuan rock membahana.
14. Tulus - Jangan Cintai Aku Apa Adanya
Melalui
lagu ini, Tulus membalikkan semua logika dan persepsi yang banyak
memenuhi lagu cinta pada umumnya. Kita kadang memahami arti mencintai
sebatas mau menerima segala kekurangan yang ada di pasangan. Di lagu
cerdas ini, mencintai yang penuh ketulusan justru menuntut adanya
gejolak (cemburu, marah, kesal) agar tidak mengarah ke hubungan yang
datar dan menjemukan. Sebuah lagu cinta yang dewasa dan rasanya tak
punya banyak pesaing dalam blantika pop Indonesia.
13. Bars of Death - Tak Ada Garuda di Dadaku
"Kedaulatan
instrumen baton industri sawit berkanon//Kerakyatan yang dipimpin oleh
perwakilan para baron……. //sehingga sila lima tak berlaku bagi penghuni
dasar piramid//Tanpa Hankam takkan ada bisnis beceng dan pasar
dinamit//Tak ada anggaran militer tanpa isu ancaman palu arit
Kemanusiaan yang adil dan beradab di bawah bedil dan profit."
Single
kedua dari proyek reuni duo eks-Homicide Morgue Vanguard dan Sarkasz
ini adalah materi pendidikan bela negara terbaik untuk anak-anak muda
Indonesia. Bekal analisis sosial penting menghadapi aktor-aktor oligarki
yang tampaknya masih optimis mencengkeram bangsa ini, sekalipun puluhan ribu anak muda sudah turun ke jalan dan menunjukkan kemuakkannya.
12. Barefood - Perfect Colour
Sepanjang
satu dekade terakhir, kita melihat perkembangan kualitas penulisan lagu
dari kancah indie rock lokal, baik secara sound/penulisan lagu maupun
popularitas mereka secara lebih luas. Dari yang tadinya hanya bisa
dinikmati di gig-gig studio kecil, kini lagu-lagu tersebut tampil di
festival-festival musik yang lebih besar. Dan tidak ada lagu lain yang
lebih pantas memegang cap "anthem indie rock 2010-an" selain 'Perfect
Colour', single dari EP klasik Sullen milik Barefood. Tembang rock manis ini sudah hampir pasti dijamin memancing stagedive dan sing-along
setiap kali dibawakan di berbagai panggung. Sebuah elegi yang membawa
pendengarnya pada nostalgia mendadak—tentang masa muda, hal yang kita
lewatkan, dan berbagai kenangan manis lainnya.
11. Dipha Barus feat. Kallula - No One Can Stop Us
Debut
single dari DJ Dipha Barus ini ditulis dan dinyanyikan bersama Kallula.
Lagu ini menjadi anthem lantai dansa Indonesia sepanjang dekade
2010-an. Liriknya berisi penyemangat untuk siapapun yang sedang menemui
kesulitan hidup. Dengan balutan irama musik Pop dan EDM yang mendominasi
tangga lagu internasional yang menariknya turut disusupi sampling
berbagai lagu tradisional dari tari Saman, Aceh dan irama musik Padang,
serta bunyi gamelan Jegog Bali. Komposisi pop elektronik dalam format
terbaiknya.
10. Pangalo! - Menghidupi Hidup Sepenuhnya
Anthem
hip hop ini disusupi kajian filsafat Albert Camus hingga mitologi
Yunani yang diterjemahkan dalam bahasa keseharian. Sang MC asal Parapat,
Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara ini menyodorkan tema menarik:
optimisme melimpah ruah. Optimismenya bukan sekadar untaian kalimat
motivasi ala Mario Teguh agar kita menjadi pribadi lebih baik, atau
menceritakan kisah sukses mantan OB menjadi rapper kaya raya.
Liriknya memberdayakan secara instan, macam "Apa kabar, apakah kakimu
telah berakar/atau masihkah berkobar mengembara dan berlayar?"
Ajakan
Pangalo! terasa tulus, penuh daya hidup, dan karena layak dinobatkan
sebagai lagu terbaiknya (bahkan yang terbaik rasanya dari kancah hip hop
lokal satu dekade terakhir). "Menghidupi Hidup" dapat dihayati
siapapun—lepas dari spektrum politik apa yang sedang kalian yakini.
Semacam irama dansa untuk bangkit dari keterpurukan.
9. Banda Neira - Sampai Jadi Debu
Lagu
penghargaan yang ditulis Ananda Badudu untuk kisah Opa dan Omanya yang
masih mesra hingga dipisahkan ajal di usia senja. Sebuah harapan baik
bagi siapa saja yang menjalin hubungan pernikahan. Karena itu lagu ini
mulai terdengar di berbagai momen pernikahan, terutama sejak digunakan
sebagai unofficial soundtrack pernikahan Raisa. Tapi lepas dari
berbagai gimmick dan popularitasnya, "Sampai Jadi Debu" adalah sebuah
melankoli yang amat indah. Ia akan menjadi lagu wajib tembang kenangan,
kelak saat generasi muda kiwari telah menjadi manula.
8. Jason Ranti - Blues Lendir
Untuk kategori album, debut Jason Ranti dinobatkan VICE sebagai salah satu album terbaik dekade ini. Namun, Sekilas Info,
album keduanya yang rilis pada 2019, memuat lagu terkuat yang pernah
dia buat. Lagu yang sebetulnya sudah rutin dia bawakan di berbagai
panggung sejak dua tahun lalu. Jeje, panggilannya, adalah pengkhotbah
yang sanggup menghipnotis siapapun, ketika dia memimpin peribadatan dari
atas panggung. Namun di lagu inilah, siapapun sukses dia ajak
mengumandangkan mantra magis: "Nakal Boleh, Jahat Jangan."
Sebuah
anthem liberal, yang tak terasa pretensius sama sekali. "Blues Lendir"
adalah lagu kebangsaan untuk melawan revisi UU KUHP, beleid yang
mengancam privasi kita semua. Dan, di balik analogi-analoginya yang
komikal, ada keindahan terselip di sana. Serta seruan lantang agar kita
bersolidaritas pada mereka yang terpinggirkan. "Jangan sekali-sekali kau
hina jablay//di selangkangannya roda pembangunan mendapatkan lampu
hijau."
Amin!
7. Silampukau - Puan Kelana
Lagu
perpisahan yang tidak mendayu-dayu, menggelitik, sekaligus mewakili
realitas anak muda (apakah ini gambaran perpisahan kekasih akibat salah
satunya harus melanjutkan studi lewat beasiswa LPDP? Mungkin saja.
Kalian bebas membayangkan berbagai kemungkinannya.) Tapi tentu tak cuma
itu, liriknya menohok dengan kandungan kearifan lokal, terutama soal
imaji kota Surabaya yang menjadi latar sentral album Dosa, Kota dan Kenangan.
Silampukau sukses membandingkan Surabaya dengan Paris dalam relasi menarik, jelas tidak apple to apple, melainkan lewat anggur to anggur
(Merlot dan Cap Orang Tua). Lagu ini kaya rasa, sama seperti anggur
yang mengubah tiap tetesnya menjadi penyesalan dan tawa lepas kalian.
Ada kepahitan, sedikit rasa manis, nostalgia, dan yang pasti, siapapun
itu pasti merasa butuh segera mendatangi Surabaya, mencecap segala
sensasi dari kota tersebut.
6. Frau - Mesin Penenun Hujan
Kidung
pujian nan syahdu yang mengawali dekade 2010 ini diciptakan serta
dilantukan oleh Leilani Hermiasih. Frau menghasilkan banyak komposisi
pop yang amat kemilau (salah satunya "Tarian Sari" dari album Happy Coda).
Namun single dari album debutnya ini berada dalam tingkatan atmosfer
berbeda—penuh harapan dan bergelimang keindahan. Ada yang ajaib dari
dentingan pianonya yang bersahaja namun tetap terdengar "visual". Lagu
ini menempatkan Frau sebagai salah satu penulis lagu pop terdepan di
Indonesia sepanjang dekade terakhir.
5. Kunto Aji - Rehat
Sebuah
mantra penenang jiwa yang terbukti ampuh buat mereka yang lelah dihajar
realitas hidup sepanjang satu dekade terakhir. Kita harus mengakui, 10
tahun terakhir kenyataan tak cukup membahagiakan bagi anak muda. Tekanan
hidup terus mengejar, ekspektasi masyarakat menggencet, dan berbagai
impian harus dikubur. Generasi Y dan Z adalah generasi yang sejak lahir
didorong berani meraih mimpi, diyakinkan bisa menjadi apapun. Nyatanya,
mereka dipaksa berkompromi sedini mungkin. Kunto Aji, bagian dari musisi
millenial, menyadarinya. Dia menyediakan ruang tetirah buat mereka yang
terluka dan babak belur dihajar keseharian.
"Rehat"
jadi wahana tetirah yang amat kuat, berkat selipan frekuensi 396 Hz
(Solfeggio Frequencies) usulan produser lagu ini, Petra Sihombing.
Menurut penelitian, frekuensi tersebut bisa mengeluarkan pikiran negatif
demi menyehatkan mental. Dalam lagu ini Kunto Aji menyadarkan pendengar
agar lebih tenang dan ikhlas menerima apapun dalam hidup. Biarkanlah
semesta bekerja untuk kita.
4. Bangkutaman - Ode Buat Kota
Musisi
yang baik sejatinya pemerhati kondisi sosial ulung. Bangkutaman
membuktikannya dalam “Ode Buat Kota”. Mereka merekam dinamika kehidupan
ibukota dalam balutan folk rock cantik yang megah dalam
kesederhanaannya. Terutama lewat chorus “nananana” yang membekas
mengiang di kepala. Musik pada lagu ini merupakan buah cinta dari
pernikahan silang antara The Byrds dan The Velvet Underground yang
seakan-akan mbrojol di sebuah rumah sakit bersalin di
Jatinegara. Penggambaran video musik lagu ini yang menampilkan Jakarta
saat sedang lowong merupakan simbol perasaan banyak pekerja yang
berjibaku dengan rutinitas harian ibukota: hiruk pikuk di luar namun
sepi di dalam. Lagu ini karenanya, sukses menjadi anthem terbaik kelas
pekerja, perantau, atau keduanya.
3. Fajar Merah – Bunga dan Tembok
Perpaduan
suara Fajar Merah (dan dalam versi lain melibatkan Cholil Mahmud
sebagai vokal tamu) menghidupkan lagi bait puisi dari Wiji Thukul untuk
pendengar di Abad 21. Bahan baku lirik Fajar—warisan sang ayah yang
sampai sekarang masih dihilangkan oleh rezim—berdaya cengkeram kuat
menggambarkan perlawanan kecil yang bisa kita hidupkan untuk melawan
bermacam komodifikasi (dan mantra pembangunan tak berkeadilan yang
dialami masyarakat dari Tamansari, bantaran Ciliwung, hingga Papua).
Melodinya memperkuat semangat itu, menembus barikade bebunyian abad yang
baru. Lagu ini siap menjadi benih bunga di kepala para pendengar, yang
pelan tapi pasti terus menggerogoti, hingga kemudian kita tersulut untuk
bersama-sama menghancurkan setiap tembok angkuh kezaliman.
2. Efek Rumah Kaca – Putih
Lagu
sepanjang 9 menit 46 detik yang intens dan penuh kelokan emosional.
Berkisah mengenai keniscayaan manusia: kematian dan kelahiran,
alfa-omega. ERK bercerita dengan deskriptif pada paruh awal lagu dan
sarat akan perenungan pada paruh kedua lagu. Di lagu "Putih" ini, ERK
juga luwes menyebut deretan kata seperti ambulan, tahlilan hingga Wiji
dalam kesatuan lagu, yang rasanya belum pernah dilakukan pada musik
populer di Indonesia sebelumnya. Karya ini amat spiritual. Lagu religi
terbaik yang dihasilkan musisi Indonesia sepuluh tahun terakhir.
Masih
percayakah kalian pada solidaritas? Jawabannya "harus." Itu ajakan
Bagus Dwi Danto, musisi bersahaja yang kini bermukim di Yogyakarta.
Sebab, hanya solidaritas yang bisa menyelamatkan kita dari sinisme media
sosial, kegilaan yang digambarkan media massa, ataupun dekadensi yang
kalian rasakan dalam menjalani keseharian.
Tak
peduli sekemilau apapun media sosial dengan janji-janji indahnya,
kalian tetap berpijak pada tanah, air, dan udara di bumi manusia ini.
"Jadi teruslah merawat," kata Danto, dalam vokalnya yang kalem namun
menghanyutkan. Musisi yang kini sendirian mengusung panji Sisir Tanah
itu menjabarkan esensi terpenting hidup, dalam lirik lugas tak
bertele-tele, diiringi melodi gitar bluesy menyuntikkan keberanian.
"Jika kau masih cinta kawan dan saudara//jika kau cinta jiwa raga yang merdeka//tetap saling melindungi."
"Lagu Hidup" sempat menjadi simbol perlawanan warga terhadap proyek pembangunan Bandara Kulonprogo.
Meski begitu, lagu ini menggambarkan pilihan respons terbaik yang bisa
kita ambil tiap menghadapi kemungkaran dan kedegilan. Entah itu wujudnya
konflik agraria, perluasan kapital yang mengorbankan alam, kekerasan
aparat yang tak diusut serius, diskriminasi ras, agama dan orientasi
seksual‚ hingga sekian kebijakan pemerintah kala menyepelekan harkat
warganya. Semuanya adalah musuh sejati penghuni bangsa majemuk bernama
Indonesia.
"Bahagiaku tak akan lengkap tanpa bahagiamu//bahagiakanlah kehidupan."
Tidak
ada yang terlalu puitis atau molek di lagu Indonesia terbaik dekade
ini. Justru dari kesederhanaan dan kelugasan yang menyentuh titik peka
kemanusiaan tersebut, karya Danto mencuat amat tinggi, melampaui
lagu-lagu lain 10 tahun terakhir, sejajar dengan sekian lagu protes
terbaik yang pernah muncul di Tanah Air. "Harus berani//jika orang-orang
itu menyakiti//harus bersatu menghadapi."
Indonesia
adalah upaya mewujudkan mimpi utopis skala raksasa yang tak bisa
selesai dalam semalam. Akan ada banyak pertentangan, perbedaan, dan
konflik yang membuat mimpi bersama kita berjalan tersendat-sendat.
Bersolidaritas tetap pilihan terbaik yang bisa kita ambil. Harus berani.
Dengan begitu kita sepenuhnya hidup sebagai manusia yang merdeka.