Bertempat di gedung teatrikal
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (9/11) pukul 08.30 WIB…
Denny, Jadid, dan Riska dari MAN Maguharjo menampilkan pertunjukkan yang
menegakkan bulu kuduk. Tiga anak yang mempunyai keterbatasan ini berkolaborasi
menyanyikan lagu Seruan Kebaikan (Citra Scholastika), Jangan Menyerah
(D’Masiv), dan Laskar Pelangi (Nidji). Kalau kamu lihat ini kamu bakal terharu
dan malu banget, apalagi pas Riska bacain puisi sambil nyanyi #nangis. Salut
banget buat mereka. Ris, suaramu ngalahin suaranya Citra, dan permainan gitar
Denny dan Jadid aplause buat kalian.
Next, acara inti seminar yang
disampaikan oleh pembicara pertama, Bapak Muhammad Rifqi Ma’arif tentang “Belajar
di Luar Negeri”. Lulusan S2 Dongguk University Korea Selatan sekaligus dosen
teknik informatika ini mengungkapkan bahwa motivasi kita mendifinisikan
segalanya. Apa aja sih motivasinya? Ada banyak kemungkinan… misalkan.. pertama,
mencari sistem dan lingkungan pendidikan yang lebih baik. Kedua, meningkatkan
kompetesi diri. Ketiga, mengejar kemajuan IPTEK, dll.. kayak, pengalaman hidup
di lingkungan dengan culture yang jauh berbeda bisa meningkatkan adaptasi, cara
bertahan, dan terbiasa hidup di bawah tekanan.Meningkatkan empati dan tenggang
rasa, kemampuan komunikasi dan softsklill juga.
Kata beliau, sekolah di luar
negeri itu nggak ribet (kita yang bikin ribet), seperti halnya nyari kerja,
lihat lowongan, siapkan aplikasi/berkas2, ndaftar, nunggu, keputusan.. diterima
atau ditolak.. Kalau ditolak yaa coba lagi, “Teman saya aja ada yang nyoba
sampai 12 kali” tutur beliau.
Trus, apa aja yang perlu
dipersiapkan? Pertama (terpenting), kemampuan bahasa asing dan sertifikat
resminya (TOEFL IELTS, dll) triknya, luangkan setengah jam atau satu jam sehari
buat belajar TOEFL, jika kita sungguh2 kita akan terbiasa dan meraih nilai
TOEFL setingginya. Kedua, track record studi dan aktivitas yang bagus. Ketiga,
sempatkan waktu untuk melihat situs-situs informasi beasiswa dan situs-situs
universitas di luar negeri (waktu buat FB-an ganti lah 15-30 menit buat buka
ini :D). Biasanya yang menjadi kendala utama ketika mendaftar beasiswa ke luar
negeri adalah mental yang down duluan gara-gara syarat2 dan berkas2 yang
segungung. Tenang sis, bro, tarik nafas dalam-dalam, katakan “Oh, syaratnya cuma
30, sehari satu, sebulan selesai” #eaa, bisalah…
Sumber beasiswa itu dari mana aja
sih? Pertama itu dari pemerintah, biasanya informasi mudah didapatkan tapi
saingannya sangat ketat, dari beribu orang yang diambil Cuma 10. Difokuskan
pada seleksi administrative dan record kamu di kampus, para aktivis kemungkinan
besar berpeluang :D Kedua, Lab (By project), ini informasinya agak susah
didapatkan, tidak seketat beasiswa pertama, dan kebanyakan mereka orang-orang
yang benar-benar pintar dan ahli dalam satu bidang tertentu. Lebih kepada
kemampuan daripada record.
Trus, tips dan triknya kayak apa
sih? Simple kok, pertama, pasang mata, buka telinga lebar-lebar tentang
informasi-informasi beasiswa. Kedua, surat rekomendasi yang pas dan kredibel
(harus jadi mahasiswa aktif di kelas biar dosen kenal kamu dan mudah
merekomendasikan kamu #aktifitumutlak).
Ketiga, perbanyak investasi sosial dan public track record. Keempat,
pilih program dan supervisor yang tepat. Kelima, rajin buat proposal, isi
formulir, dan kirim via email/pos. Keenam, rajin meniliti, dll.
Sumber pemberi beasiswa itu
banyak, di luar negeri ada Erasmus mundus (Eropa), DAAD, SWAPT (Jerman),
Fullbright, Ford (AS), Monbusho, Sanyo, Ajinomoto (Jepang), KGSP, StudNed,
Nesso, ALAS, ADS, IPRS, dll. Dari dalam negeri sendiri, ada yang dari
Depkominfo, Dikti, LPDP, dll. Beasiswa LPDP ini juga menarik, jadi kita harus
masuk universitas yang kita tuju dulu baru kita ngajuin beasiswa (usahakan
rangking universitasnya 100 besar terbaik dunia).
Trus, dalam memilih universitas..
secara umum, kita cari info sebanyak-banyaknya dari universitas tersebut.
Ingat, jangan terjebak dalam informasi yang superfisial, misalnya kita tahu
kalau Harvard itu nomor satu di dunia, tapi untuk jurusan teknik informatika,
apa dia bagus? Nah, itu perlu dipertimbangkan. Kemudian, yang perlu
dipertimbangkan lagi adalah reputasi, performance, program yang ditawarkan,
fasilitas dan sumber daya, serta lingkungan. Ingat juga ya, yang terbesar belum
tentu terbaik belum tentu paling cocok. Pilihlah yang PALING COCOK.
Sama halnya dengan memilih
universitas, dalam memilih pembimbing pun kita juga harus memilih pembimbing
yang cocok bukan pembimbing yang terkenal.
Strategi belajarnya gimana? Hei,
tingkat intelektualitas orang Indonesia itu nggak kalah kok sama yang di luar
negeri kayak China, Jepang, Inggris, wtf.. yang membedakan adalah EFFORT-nya!!
USAHA-nya yang membedakan!! Maka dari itu, berusahalah effort kita di atas
mereka. Trus, kemampuan adaptasi yang sangat penting.
Yang terakhir, rencana masa
depan. “Studying is not for the sake
itself”, belajar di luar negeri perlu dikaitkan dengan rencana masa depan.
Tanyakan, apa yang aku dapatkan setelah ini? Jawab dan rencanakan dengan matang.
Kita bisa belajar dari kisah Andrea Hirata
dalam novel Maryamah Karpov, lulusan S2 ekonomi telekomunikasi Sorbonne tapi
bingung mau kerja apa :)