Dalam relasi itu manusia harus menerima orang lain dengan baik. Sikap moral konkret dengan orang lain yakni tanggung jawab. Tanggung jawab bukan dorongan untuk pemenuhan diri sendiri atau pelengkap diri. Tanggung jawab selalu bersifat asimetris (non-resiprokal), melampaui kebebasan dan aturan manusia, dan konkret. Jurnal penelitian ini ingin menjawab: sumber-sumber apa yang mempengaruhi pemikiran etika tanggung jawab Levinas? Apa hakikat etika tanggung jawab Levinas?
Emmanuel Levinas
Levinas merupakan pemikir postmodern abad ke-20 di bidang etika. Levinas lahir di Kaunas, Lithuania (saat itu bagian dari Rusia), Januari 1906 dan meninggal pada 25 Desember 1995. Levinas besar dalam tradisi Yahudi yang kuat. Lalu dia kuliah di Universitas Starsbourg, Prancis, dan setelah itu jadi warga negara Prancis. Dia menerjemahkan karya Husserl dan berjasa memperkenalkan fenomenologi Husserl di Prancis. Karyanya dianggap sulit karena jalan pikirannya yang original.
Tiga sumber utama pemikiran Levinas ada tiga: inspirasi tradisi Yahudi, sejarah filsafat Barat, dan pendekatan fenomenologis. Levinas merupakan penganut Yudaisme yang alim dan pembaca Alkitab Ibrani, Talmud. Membaca kitab suci menjadi sumber mendapat pengalaman yang bisa ditimba dan menjadi sumber refleksi filosofis, karena itu Levinas sangat menghormati kitab suci. Kitab suci menjadi petunjuk hidup manusia agar bermakna. Kitab suci jadi buku utama, baru kemudian buku filsafat, dan karya-karya novelis klasik dari Barat.
Levinas meski dipengaruhi oleh sejarah filsafat barat, dia juga mengemukakan kritik yang tajam pada tradisi filsafat barat. Ada empat kritik Levinas. Pertama, egologi, seluruh sejarah filsafat barat menekankan ego yang menjadi pusat dan akhir dunia. Ego jadi sumber arti, makna, dan nilai. Ego jadi penentu esensi dan eksistensi, mengesampingkan yang di luar ego jadi tak bernilai/bermakna. Juga dengan idealisme yang merupakan bentuk egologi.
Kedua, mengejar totalitas, filsafat barat menyamaratakan yang berbeda dan berlainan sebagai suatu totalitas. Kecenderungan totaliter ini dia sebut sebagai “sokratisme” atau cita-cita kebijaksanaan Sokratis dengan banyaknya anggapan yang-sama. Levinas mendobrak ini dengan konsepnya “Yang Tak Berhingga” yang secara prinsip tidak bisa masuk ke dalam pengetahuan dan kemampuan “aku”. Yang Tak Berhingga adalah Orang Lain, segala totalitas yang ada padaku bisa pecah karena perjuampaan dengan Orang Lain. Orang Lain ini disebut Wajah yang meruntuhkan egoisme/totaliternya aku. Wajah di sini bukan berarti bentuk fisik seperti memiliki mata, hidung, dan mulut; tapi keberlainan orang lain. Bagi Levinas, Wajah fisis tidak penting karena sifatnya yang polos.
Ketiga, fakir eksterioritas, filsafat Barat sampai sekarang belum memikirkan antar sesama mausia dengan semestinya karena sibuk pada ego dan interioritas. Padahal Orang Lain adalah suatu eksterioritas dan transendensi; suatu dimensi tak berhingga sebagai si Pendatang atau Orang Asing. Untuk berjumpa dengan Orang Lain, seseorang harus keluar dari imanensinya. Keberadaan Orang Lain menurunkan seseorang dari tahtanya dan memiliki tanggung jawab pada Orang Lain itu.
Sumber lain dari pemikiran Levinas adalah pendekatan fenomenologi. Dilatarbelakangi karena pengalamannya belajar pada Edmund Husserl (1859-1938) dan Martin Heidegger (1889-1976). Sebagaimana yang dia katakana pada buku Totalitas dan Tak Berhingga yang banyak berhutang budi pada metode fenomenologis. Levinas mengartikan fenomenologi Husserl sebagai intensionalitas yang merupakan struktur hakiki dari kesadaran, tapi Levinas mengkritik struktur kesadaran tidak berhasil mengungkap struktur realitas yang sebenarnya; yang bisa dipahami di luar kesadaran. Jika berhenti hanya di kesadaran, bisa disebut sebagai pengetahuan intuisi atau sebatas sikap teoritis.
Sedangkan Levinas ingin membawa intensionalitas ke tingkat yang lebih konkret ke konteks relasi etis. Levinas ingin mengajak keluar dari penjara kesadaran. Tidak memandang Orang Lain sebagai objek yang diperkosa keberlainannya. Padahal Orang Lain bisa mendobrak masuk ke dalam diri aku yang tertutup.
Kritik pada Heidegger juga dilayangkan Levinas mengomentari buku Ada dan Waktu. Heidegger memahami intensionalitas “sebagai keterarahan pada dunia” yang mengabaikan dimensi etis terkait hubungannya dengan orang lain. Bagi Levinas, manusia “selalu mengarah keluar” atau ditandai ekstasis. Intensionalitas mesti diteruskan hingga titik penghabisan, yakni keterarahan pada Orang Lain (Wajah).
Levinas merupakan seorang fenomenolog, meski S. Strasser menyebut fenomenologi Levinas sebagai fenomenologi gaya baru. Dalam artian dia mengembangkan fenomenologi yang telah dikembangkan oleh Husserl dan Heidegger yang terlalu bercorak intelektualisme, anonim, dan teoritis; sedangkan Levinas mengarahkan fenomenologi pada relasi etis. Data paling dasar dari mausia bukan cakrawala pengetahuan atau pengadanya, tapi munculnya orang lain di depan kita yang membuka kenyataan dalam kesadaran kita.
Hakikat Tanggung Jawab
Levinas mengartikan tanggung jawab pada beberapa pengertian:
Pertama, tanggung jawab merupakan fakta terberi eksistensial. Levinas meletakkan tanggung jawab sebagai tanggung jawab melalui dan bagi yang lain; terjadi ketika Wajah tampil dan bersifkat absolut. Tanggung jawab pada Yang Lain ini mendahului kebebasan, tidak diperintah, sudah dan harus bertanggung jawab pada Wajah yang tampil. Tanggung jawab bukan dorongan altruistik, tanggung jawab merupakan data mendasar dan titik tolak tindakan.
Kedua, tanggung jawab non normatif. Normatif di sini Levinas tidak memberikan aturan tertentu bahwa seseorang harus melaksankan tanggung jawab ini dan itu, tapi secara fenomenologis yang merujuk pada kenyataan dalam kesadaran kita. Berhadapan dengan orang lain sudah pasti terikat tanggung jawab atasnya. Meski terkadang aku terikat pada hiruk pikuk kesibukan, tapi dorongan perhatian pada orang lain tak bisa dihindarkan.
Ketiga, tanggung jawab bagi orang lain. Etika Levinas menjadi etika fundamental, segala sikap manusia didorong oleh impuls etis bertanggung jawab pada sesama ketika berjumpa dengang Yang Lain. Tanggung jawab adalah tanggung jawab pada Orang Lain. Subjek menjadi subjek karena dia bertanggung jawab pada yang lain. Seseorang memberi perhatian bukan kepada diriku, tapi pada Wajah yang tampil dihadapanku. Relasinya berlangsung asimetris, tanpa menunggu resiprositas Orang Lain.
Keempat, tanggung jawab subsitusional. Yaitu, seseorang bersedia menjadi sandera bagi Orang Lain atau mengganti tempat Orang Lain. Tanggung jawab pada Orang Lain bersifat total, bahwa aku tersubstitusi bagi orang lain dan berada di tempatnya. Implikasinya, beban dia adalah bebanku. Apa yang diperbuat orang terhadap saya adalah tanggung jawab saya; berarti pula saya bertanggungjawab dengan kesalahan, kelalaian, kemalangan, dan kebiadaban yang dilakukan Orang Lain. Atas luka dan deritanya. Konsep ini terinspirasi oleh Talmud, di mana Mesias menderita untuk orang lain, sebagai penebus, mengangkat Orang Lain keluar dari kesalahannya.
Kelima, tanggung jawab merupakan struktur hakiki dari subjektivitas. Tanggung jawab adalah sruktur hakiki dari diri saya sendiri. Saya sebagai struktur esensial, hakiki, dan fundamental dari subjektivitas. Levinas menganggap subjektivitas secara radikal itu sendiri adalah tanggung jawab pada Orang Lain. Bukan suatu peristiwa insidental dan aksidental.
Keenam, tanggung jawawb dasar bagi eksistensi. Subjektivitas eksis karena saya merupakan subjek yang bertanggung jawab. Ditentukan oleh sikap tanggung jawab pada Orang Lain. Jika saya menyangkal ini, berarti pula bahwa saya menyangkal eksistensi saya sendiri.
Ketujuh, tanggung jawab memanusiakan saya. Tanggung jawab dilakukan bukan sebagai pelengkap diri atau mengobjektivikasi orang lain; sebaliknya menurut Levinas, tanggung jawab merupakan fakta eksistensial yang menggerakkan seseorang untuk selalu bertanggung jawab atas Orang Lain. Relasi ini erjadi ketika ada pelayanan bagi Orang Lain.
Kedelapan, tanggung jawab membuat seseorang unik dari Yang Lain. Saat berhadapan dengan orang lain, seseorang menemukan identitas dirinya dari Orang Lain. Keunikan di sini terletak pada tanggung jawab pada orang lain termasuk kesalahan dan kelalainnya. Tanggung jawab saya pada orang lain tak tergantikan oleh siapa pun. Perintah ini menjadi martabat tertinggi dari keunikan yang tak dapat ditolak dan dipindahkan.
Konsep tanggung jawab ala Levinas ini memiliki dua sifat yang otentik, yaitu konkret dan asimetris. Konkret berarti konkret dalam tindakan. Saya bertanggung jawab untuk menunjang dan melengkapi Orang Lain. Tidak mendekati dengan tangan kosong. Asimetris berarti, tidak menuntut, menunggu, atau mengharap sesuatu pada Orang Lain. Tanggung jawab bukan relasi dua arah atau timbal balik, Orang Lain bertanggung jawab atau tidak pada saya itu urusannya. Apa yang sudah saya beri tak bisa saya tuntut. Tanggung jawab adalah tanpa pamrih dan tanpa syarat.
Sobon, K. (2018). Konsep Tanggung Jawab dalam Filsafat Emmanuel Levinas. Jurnal Filsafat, 28(1), 47-73.
Selengkapnya: https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/31281