Setelah selesai les di EF, aku memutuskan untuk kembali mengambil les bahasa. Les bahasa yang kuambil kemudian adalah bahasa Jepang. Les ini sebenarnya sudah ingin kuambil sebelum aku masuk EF, tapi karena kebutuhan Bahasa Inggris lebih bersifat mendesak, akhirnya aku ambil EF dulu. Kontrak les EF ku habis pada 11 Juni 2024, lalu paginya tanggal 12 Juni 2024, aku masuk les Bahasa Jepang di Evergreen Japanese Course di Jalan Kartini II No. 34B Jakarta. Letaknya di sekitar Pasar Baru, sangat dekat dengan kantorku. Aku bersyukur dengan adanya akses yang memudahkan seperti ini, yang cuma-cuma disediakan oleh Yang Maha Kuasa.
Untuk biaya keseluruhan selama lima bulan sebesar Rp2.665.000,00. Harga yang sangat-sangat terjangkau menurutku dibandingkan les-les bahasa lain yang kulihat price list mereka. Kelasnya pun layak dan luas, pokoknya senang aja rasanya. Keterangan lengkap bisa dibaca di selebaran berikut:
Evergreen |
Evergreen Class |
Pada hari pertama les, aku telat, ada kegiatan kerja mendadak yang membuatku terlambat hingga SATU JAM. Yah, mungkin malam itu aku sedang tak punya malu masuk kelas, wkwk. Tapi aku juga gak sadar jika les sebenarnya masuk pukul 18.00 WIB, bukan 19.00 WIB sebagaimana kukira. Aku lupa kelas berlangsung selama 3 jam, jam enam sore sampai 9 malam. Ketika aku masuk kelas, aku minta maaf sama Senseinya, ini benar-benar keteledoranku. Senseinya seorang laki-laki mungkin sekitar umur 30an, tidak terlalu tua tapi juga tak terlalu muda, tengah-tengah. Sosoknya kurus, tinggi, wajahnya mirip orang Jepang, berkulit putih, dan pakainnya santai.
Aku perhatikan, kelas hari Rabu ini satu kelas termasuk diriku berisi 5 orang dan aku perempuan satu-satunya. Jika mau ramai sebenarnya aku bisa ambil kelas hari Sabtu yang bisa diisi hingga 13 orang, tapi kupikir-pikir dengan kelas berisi banyak orang gak akan efektif. Kesempatan bertanya menjadi kecil dan ujiannya juga bakal terhambat. Yang kuingat di kelas itu, tiba-tiba saja aku yang nol banget Bahasa Jepangnya itu diminta Senseinya coba maju ke depan, ke papan tulis buat nulis Hiragana "aiueo-kakikukeko".
My first Japanese writing |
Les Minggu II - 19 Juni 2024
Di Minggu kedua, aku sudah mengenal beberapa nama dari 4 teman kelasku yang lain, tapi yang kuingat cuma Raffi yang duduk di depanku, dan Aulia yang duduk di bangku samping kiri Raffi. Aku sempat ngobrol sebentar sama Raffi, dia mau belajar Bahasa Jepang untuk cari beasiswa MEXT dan juga kalau ada kesempatan kerja ke Jepang. Raffi anak yang cukup rajin, dia selalu datang lebih awal bersama dengan Aulia. Sosok Raffi, perawakannya sedang, tingginya juga, suka pakai masker tiap di kelas. Sementara Aulia sosoknya tinggi besar, aku belum sempat ngobrol banyak dengan dia.
Lalu, dua temanku yang lain, aku lupa namanya, di bangku sebelah kiri Aulia ada pria yang kecil, kutaksir usianya seperti belasan, dia pakai kacamata, dan cepat nguasai materi kalau kuperhatikan. Sementara di sebelah kiriku seorang pria yang mengingatkanku dengan temanku di organisasi yang aku ikut. Seperti pria yang suka bekerja pada umumnya, tapi aku juga lupa namanya. Yah, jangankan nama dia, nama Senseinya saja aku gak tahu, wkwk.
Di Minggu kedua, kami belajar nulis Hiragana "sashisuseso-tatitsuteto". Juga belajar partikel lain yang lebih kompleks, serta kalimat dan kosa kata lain yang lebih kompleks. Diajari gimana cara bertanya bertanya yang diakhiri dengan "ka". Minggu kedua ini aku mulai mendalami band Jepang (J-Pop), mungkin kamu kenal, namanya L'arc~en~Ciel (baca: Lakongsi, Lark ong sil, Lakonsi, ah susah, wkwk) atau Laruku saja, yang berarti pelangi dalam bahasa Prancis. Band ini isinya Hyde (vokal), Tetsuya (bass), Ken (gitar), Yukihiro (drum).
Aku jatuh cinta dengan satu lagu Laruku, judulnya " 瞳の住人 (Hitomi no Jyuunin)". Oh, man, dalam sekali dengar aku langsung suka, dan aku juga bisa niruin karaoke lagu ini di YouTube, terus dengan pedenya aku nyanyiin bagian chorus dan reff di story WA khusus untuk teman-teman dekat, wkwk. Tiap dengar lagi ini tuh rasanya damai, aku seperti punya dunia sendiri yang indah, aku menyadari autensitasku, aku gak berniat jadi orang lain, perfect banget ini lagu, bisa nangis bahagia denger dan nyanyi lagu ini. Laruku emang top dah.
Oh iya, cerita sedikit, aku kenal Laruku cukup telat, karena band ini emang band yang cukup legend dan lama di Jepang. Rata-rata usia anggotanya juga gak beda jauh dengan usia Bapak/Ibuku sendiri, haha. Aku kenal Laruku pertama dari teman online yang kutemui di sebuah aplikasi, dia dulunya anak Sastra Jepang Unpad. Dia fans beratnya Laruku dan pernah menyarankanku untuk dengerin lagu-lagu band ini yang penuh semangat dan bahasa-bahasanya juga puitis. Namun aku belum ngeh saat itu, aku baru suka lagu "Yuki no Hana" yang dinyanyikan oleh Mika Nakashima, dan liriknya kuhapal cukup baik hingga sekarang. Setelah lepas kontak sama tuh anak Sastra Jepang Unpad, aku kembali ngulik lagi Laruku, oh damn! Emang keren, kemana aja gue, wkwk.
Les Minggu III - 26 Juni 2024
Hingga Minggu ketiga aku tak tahu siapa nama Senseiku. Kuperhatikan, dia sama seperti orang-orang Jepang pada umumnya yang jaga banget privasi. Sepanjang diajar oleh Beliau, gak pernah tuh beliau cerita macam-macam di luar pelajaran. Padahal kalau guru-guru di Indonesia itukan suka cerita ya, misal cerita hidup dia, keluarga dia, minimal kasi motivasi, atau fafifu wasweswos apa gitu, dia enggak, murni 100% pelajaran. Itu salah satu kualitas Sensei yang menurutku keren sih, dan baru kutemui ini. Terus dia tuh bisa ngapalin nama-nama muridnya dengan cepat, bahkan dalam sekali ketemu, di pertemuan kedua dan ketiga dia masih ingat. Misal kalau dia manggil aku tuh dia manggil, "Isma-san".
Teman-temanku di kelas juga kebanyakan tak hobi bicara kalau gak ada yang mulai. Aku yang introvert di lingkungan seperti itu tiba-tiba dengan alaminya malah jadi kayak orang yang ekstrovert. Di Minggu ini aku belajar sungguh-sungguh, aku coba ngapalin Hiragana di luar kepala. Motivasiku belajar Bahasa Jepang juga bertambah, apalagi setelah Akeboshi-san idolaku sejak tahun 2014 itu membalas direct message yang kukirim lewat Instagram, setelah aku mengomentari "ii" (pakai aksara Hiragana yang berarti bagus) di story konsernya di Warsawa. Aku bilang ke Akeboshi, suatu hari aku akan ke Jepang menonton konsermu, dan setelah itu kita bercakap dengan bahasa Jepang (bahasa ibu Akebohsi) dan aku akan membuat artikel atau buku setelah pertemuan itu.
Akeboshi's second son, my little boy got birthday of 11st, time so flies |
Di Minggu ketiga, kami belajar aksara Hiragana "naninuneno-hahifuheho". Juga partikel "ga" yang mayan bikin aku pusing, apalagi jika dirangkai dengan kalimat lain yang lebih kompleks. Belum lagi menghapal kosakata yang baru. Aku masih semangat belajar bahasa Jepang hingga saat ini, dan semoga aku bisa sampai sertifikat N5. Saat ini aku masih merangkak di N1. Semoga sampai yaaa, aamiin.
Jujur, aku tak ada niat dan tujuan khusus belajar bahasa Jepang. Namun yang aku sadari, pertama, aku senang belajar bahasa bahasa. Kedua, aku suka Akeboshi, Laruku, dan Ghibli. Ketiga, aku suka budaya kerja orang Jepang yang sesuai kepribadianku, sedikit bicara, banyak kerja; aku ada bayangan dan mimpi akan hidup di Jepang selama 3-5 tahun, entah belajar atau kerja. Keempat, Indonesia punya hubungan sejarah dengan Jepang, yang meskipun cukup kelam penjajahan itu, tapi Jepang juga telah mengajari kita banyak akan arti perjuangan. Kelima, aku suka sastra Jepang, dan berniat untuk mendalaminya. Keenam, aku ingin belajar hidup dan tinggal di Jepang. Ketujuh, aku hanya punya cinta dan hati untuk belajar. Yang pasti, Jepang membawaku ke dalam diriku sendiri. Semoga tujuan ini mengantarkanku ke Jepang. Aamiin.
Tulisan ini berlanjut ke Part II.