Buku ini terdiri dari dua cerpen panjang yang jadi satu "The Curious Case of Benjamin Button" (1922) dan "The Diamond as Big as Ritz" (1922). Bisa dibaca sekali duduk sekitar 3 jam. Baiklah Pak Francis Scott Key Fitzgerald yang tampan, saya sedang tidak merayu, saya hanya memandang sekilas wajah Anda di Google dan Anda saya kira golongan penulis kelas menengah yang terbiasa dengan berbagai kemewahan. Ini nampak juga di cerita kedua Anda, semisal di "Berlian Sebesar Ritz", yang tidak tahu, Ritz di sini itu bayangkan seperti Hotel Ritz-Carlton yang mahal itu. Sebesar itulah berlian yang dimiliki oleh keluarga super kaya yang hidup Pegunungan Rocky Montana.
Saya akan memulainya dengan cerpen pertama, "Kisah Ajaib Benjamin Button" sebenarnya tidak asing, karena pernah jadi latar di film "The Secret Life of Walter Mitty". Setelah membacanya sendiri, kisah yang awalnya kabur ini begitu nampak jelas (maaf Pak Fitzgerald, saya sedang tak enak badan, saya flu dan rasanya hanya ingin tidur tapi saya paksakan menulis). Diceritakan di cerpen ini, keluarga Mr. and Mrs. Roger Button yang mendapatkan bayi pertama mereka Benjamin Button lahir dalam keadaan aneh. Usianya 70 tahun, bertinggi sekitar 172 cm (berapa tinggi si Ibu?) dan dia sangat tua. Kelahiran Benjamin seperti tragedi bagi keluarga, rumah sakit, dan kota yang menganggap kejadian itu sebagai hal memalukan.
Mr. Roger yang sangat menanti bayi pertamanya juga kaget, tak hanya tua, tapi dia juga bisa langsung bicara. Dia meminta baju yang seusianya, dibelikan ke pasar baju untuk bayi berumur 6 jam, tapi itu pembelian yang konyol, hingga ditemukan baju di sebuah manekin yang sebenarnya cocok untuk dirinya sendiri. Baju itu warna-warni, diberikan ke Benjamin. Tahun demi tahun berlalu, penyakit aneh Benjamin Button ternyata usianya berjalan terbalik. Jika manusia normal bergerak dari bayi ke usia tua, Benjamin tidak, dia dari tua ke muda, ke remaja, ke bayi, hingga kematiannya. Siklus hidup terbaliknya ini mendapatkan olok-olokan di sekitar, dia yang awalnya keterima di Yale ditolak karena terlalu tua, sehingga dia pindah ke Harvard sampai lulus. Button dirudapaksa oleh kawan-kawan seangkatannya.
Semakin tahun, usianya semakin muda. Benjamin Button menikah pada usia 50 tahun, dia menikah dengan gadis muda Hildegarde Moncrief anak Jenderal Moncrief yang berusia sekitar 25-30 tahun, saya tak ingat. Namun yang pasti, Hilde menyukai pria yang lebih tua. Mereka menikah tahun 1880 dan memiliki anak satu bernama Roscoe. Semakin Benjamin muda, masalah bermunculan satu per satu, salah satunya dia tak lagi melihat Hilde menarik meski awalnya dia cinta mati oleh gadis tercantik sekota itu. Fisik Hilde tak sesuai dengan usia mudanya, ketika usia mereka terbalik, Hilder 50 tahun dan Benjamin jadi 25-an tahun, dan ikut pesta dansa dan menganggap Hilde sebagai orang tua Benjamin. Sebab inilah, dia ikut wajib militer dan perang. Saat itu latarnya perang Spanyol-Amerika 1898. Prestasinya sangat baik di sana hingga dia menempati posisi Jenderal.
Namun, seiring usianya yang semakin muda, di tengah dia ingin perang lagi, usianya tak lagi mencukupi. Bahkan dia cocok bermain dengan anak Roscoe, cucunya sendiri. Dia ditolak diperang, Jenderal yang baru tak mengenalinya meskipun dia telah mendapatkan lencana penghargaan. Semakin muda, dia semakin lucu sementara orangtuanya mungkin sudah meninggal. Dia mewarisi bisnis Industri Perkakas yang juga diwariskan ke Roscoe. Namuan, anaknya sendiri merasa jengkel dan kesal dengan Button, semakin hari semakin kekanakkan. Dia ingin masuk ke sekolah terbaik di St. Midas School, hingga waktu berlalu, dia menjadi balita dan dirawat oleh perempuan bernama Nana. Button kecil belajar kertas warna-warni yang rasanya telah menyenangkan dibanding ketika dia dewasa dulu. Dan cerita berakhir ketika Button berubah jadi bayi, dan barangkali dia meninggal. Tak ada yang tahu penyakit langka ini, semakin tahun semakin muda. Padahal, usai baca "Momo", saya membayangkan situasi di mana dunia berjalan terbalik, Tuhan seperti langsung memberi contoh aslinya lewat Benjamin Button, sungguh kebetulan yang manis.
Saya akan berlanjut ke cerpen yang kedua Pak Fitzgerald, "Berlian Sebesar Ritz", dengan kisah yang kompleks, meski tak begitu mudah diingat dengan jangka panjang sebagaimana Benjamin Button. Terkisahlah dua sahabat, John T. Unger dari Hades, yang berteman di remaja pendiam bernama Percy Washington. Mereka bersekolah di tempat mahal bernama St. Midas School, di mana hanya orang-orang kaya saja yang bisa bersekolah di sana. Peter tak punya teman akrab kecuali Unger.
Suatu hari, Peter mengajak Unger untuk main di rumahnya. Sebab Peter banyak meninggalkan sisi misterius sebagai manusia, Unger pun setuju. Mereka bertemua di emplasemen, area terbuka atau tanah lapang yang disediakan untuk keperluan tertentu, seperti keperluan operasional stasiun kereta api atau tempat penyimpanan alat berat di perkebunan. Di kereta menuju rumah Peter, anak sugih itu bilang jika orangtuanya punya berlian sebesar Hotel Ritz-Carlton. Unger mendengar ini seperti guyonan belaka, sampai Peter menunjukannya. Perjalanan kesana melewati suatu petualangan yang cukup berat, menggunakan limusin mahal yang di dalamnya penuh sutra, juga melewati Desa Ikan (hanya tinggal selusin orang), desa ini memang sangat aneh seperti desa mati (meski tak dijelaskan lebih lanjut, hanya jadi latar sisipan saja). Mereka juga melewati suatu lift panjang yang menghubungkan bukit, gunung, hutan, rawa, pokoknya sangat rahasia ini tempat.
Peter bercerita jika wilayah ayahnya ini dijaga. Sudah tiga kali daerah ini bebas survei dan tidak terdaftar di peta, dikarenakan ayahnya telah menyuap si penyurvei, suapan kedua sampai di tingkat hukum, yang terakhir orangtuanya memindahkan medan magnet hingga tak bisa dilacak. Meskipun, yang paling ditakuti oleh orantuanya satu, ketika ada pesawat lewat. Semua orang yang berhasil masuk di wilayah itu dan terindikasi asing akan dimasukan ke bunker (dipenjara). Mereka jadi tahanan hingga suatu hari ada guru Italia yang berhasil melarikan diri dan mengubah kondisi keluarga ini.
Sesampainya Unger tiba di rumah Peter, rumah itu serupa Puri (kerajaan khas Prancis yang kastil-kastil itu lho). Kemewahan sudah tampak di pintu masuk. Unger diminta mandi dulu di pemandian yang mewah, penuh kristal, ada ikan-ikan di bawah yang nampak, pokoknya ini puri dibuat oleh arsitek terbaik. Unger juga dilayani oleh beberapa negro sampai terjadilah makan malam yang tak kalah mewahnya. Selama di Puri, Unger berkenalan dengan ayah Peter yang bernama Braddock Tarleton Washington. Dia merupakan keturunan dari George Washington dan Lord Baltimore (Mary Land). Peter sendiri punya dua saudara perempuan Jasmine (anak tertua yang sangat peduli dengan kaum leta dan tak punya, bacaannya banyak seputaran itu) dan adiknya Kismine. Mereka hidup sangat tertutup dan tak punya teman.
Ketika Unger berjalan di taman Puri, dia bertemu dengan perempuan cantik tanpa kekurangan apa pun, dialah Kismine. Kecantikannya tanpa cela karena Unger sangat berhati-hati dan cerewet soal fisik perempuan. Di obrolan singat mereka, keduanya saling jatuh cinta, melakukan ciuman pertama mereka dan pacaran di taman, hingga Braddock mengetahuinya. Saat obrolan mereka, tak sengaja Kismine membuka rahasia besar. Unger akan bernasib sama dengan setiap orang yang main ke tempat itu, akan dibunuh untuk memegang rahasia. Apalagi sebelumnya, Unger juga telah diajak Braddock untuk bejalan-jalan dan menemui tawanan di bunker.
Mau tak mau, Unger harus menyelamatkan diri. Kismine pun kuat niatnya untuk melakukan nikah lari dengan pemuda itu. Suatu hari bencana terjadi, guru Italia yang melarikan diri ini membawa sekawanan pesawat yang bermuatan bom dan meriam. Siap untuk memborbardir puri, di sisa kekuatannya, Unger, Kismine, dengan mengajak Jasmine mencari jalan keluar. Di tengah perjalanan itu, Unger juga sempat menyaksikan bagaimana Braddock memperlihatkan batu permata besar itu yang sebesar Hotel Ritz-Carlton. Dia seperti melakukan upacara sekter tertentu dengan dibantu tiga negro (para budaknya). Puri itu pun bisa dijebol dan keluarga kaya raya ini diambang kehancurannya, termasuk Peter yang ikut bersama orangtuanya.
Saat pelarian, Unger meminta Jasmine untuk membawa permata-permata yang dimilikinya untuk bekal hidup. Setelah dibuka, ternyata yang dibawa Kismine adalah imitasi, wkwk. Astaga, dia salah ambil kantong mana yang asli. Akhirnya, di akhir cerita, Unger, Kismine, dan Jasmine hanya tertawa. Tamat.
Baiklah Pak Fitzgerald, saya akan masuk dalam sesi analisis. Mengapa tulisan Bapak ini menarik.
Pertama, dua cerita ini memiliki kekayaan bahasa, kritik sosial yang tajam, hingga imajinasi simbolis yang melampaui zaman. Meskipun tidak seterkenal "The Great Gatsby", dua cerpen ini turut mengerek karier Anda sebagai penulis dunia. Benjamin Button semisal, adalah lambang terkait waktu, absurditas hidup, dan keterasingan manusia di masyarakat seiring dengan wkatu. Termasuk juga berlian sebesar Ritz, merupakan kritik akan ketimpangan kelas, mimpi Amerika, dan kerakusan kapitalisme.
Kedua, kalimat Anda mengalir, sebenarnya tak banyak quotes, tapi kaya akan ironi halus dan atmosfer melankolis. Bagimu, “For what it's worth: it's never too late or, in my case, too early to be whoever you want to be...” Keduanya seperti cermin bengkok yang mengolok ambisi manusia akan kekuasaan, keabadian, kesempurnaan, tapi bernada sendu. Anda tak menghakimi, tapi relevan hingga sekarang. Misal terkait Benjamin Button yang menggambarkan obsesi manusia akan usia, kecantikan, dan norma sosial. Sementara di kisah Ritz, adanya kapitalisme ekstrem, manipulasi kekuasaan, dan ilusi kemewahan yang makin hari semakin malas saya gandrungi Pak Fitzgerald.
Ketiga, melalui buku ini, aku belajar untuk bagaimana mengelola ide fantastik menjadi karya sastra yang serius, dan bukan sekadar gimmick. Juga belajar bagaimana menyisipkan kritik sosial dalam bentuk cerita yang penuh ironi dan tragedi. Gayamu juga reflektif tapi tak terkesan cengeng dan menjadi korban. Meskipun di cerpen Ritz, kritikus memandang Anda terlalu elitis, dengan gaya bombastis dan kurang empati. Komedi di sini terlalu teatrikal, alih-alih membongkar struktur yang ada.
Terlepas dari tanggapan saya ini, saya pribadi menyukai cerita Anda. Apa pendapat Anda Pak Fitzgerald?
Barangkali dia akam mengatakan, "Kau membaca bukan hanya kata-kata, tapi juga kau menyisakan ruang hening, Nona. Di Benjamin Button, aku mencoba menyusun simfoni dari dunia yang berjalan terbalik, semisal tua ke muda, karena jarang ada orang yang memikirkan kemungkinan semacam itu. Kau bisa membayangkan kemungkinan imajinasi lain dengan jahitan yang lebih baik dariku. Rasanya seperti, bagaimana jika jam berjalan berdetak mundur?" (Aku pun mengangguk-angguk).
Kutipan yang kusuka:
"Oh, mereka tidak ada apa-apanya. Kapitalis pengais recehan, anak-anak ingusan finansial, pedagang gurem dan lintah darat. Ayahku bisa membeli mereka semua dan tidak peduli telah melakukan itu." (p. 43)
"Dalam diri mereka tak ada kualitas ilusi yang bisa membuat mereka bertanya-tanya atau berspekulasi, jika itu ada, pastilah sebuah agama akan berkembang." (p. 45)
"Kamu tahulah, beliau orang Spanyol dan udik." John terluka atas pernyataan itu, rasanya seperti sindiran kasar atas kedesaannya.
Frasa yang kusuka: turun secara metodis, selera estetisnya sangat elementer, terlalu standar dalam selera, murung misterius tak terpahami, matanya berbinar dengan martabat.
Judul: Kisah Ajaib Benjamin Button dan Berlian Sebesar Ritz | Penulis: F. Scott Fitzgerald | Penerjemah: Noor Cholis | Penerbit: Kakatua | Cetakan: Pertama, Oktober 2018 | Jumlah Halaman: vi + 100 | Copyright: F. Scott Fitzgerald, "The Curious Case of Benjamin Button" (1922) dan "The Diamond as Big as Ritz" (1922)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar