Jumat (27/7/2018) aku menulis status di WA:
"Cowok yang patut diperjuangkan adalah cowok yang jaga dan nglindungi kamu, bukan cowok yang ngrusak kamu. Ngrusak itu ngajak kamu nglakuin hal-hal gak bener. Entah pegang-pegang, mesum, ngajak hal-hal yang gak baik. Atau ngrusak secara psikologis: diduain, sering buat banyak cewek baper, dll. Dia akan jaga kamu daru hal-hal kayak gitu." ~quote dari kawan sore tadi
Lalu beberapa balasan masuk. Ada yang sepakat, ada yang meminta beberapa diksinya direvisi karena terkesan patriarkal dan men-subordinasi perempuan. Misal 'nglindungi' harusnya diganti 'menghormati' dan diksi 'ngrusak' bolehlah diganti 'tidak bertanggung jawab'. Mikir dua kata ini butuh otak semiotis yang lumayan. Maklum, quote itu kata temanku yang tidak belajar feminisme atau teori njlimet lainnya. Yang nyata baginya adalah yang empiris. Tanpa teori membuat orang sangat murni dan jujur akan kenyataan-kenyataan.
Komentar lainnya lebih pada ejekan, 'kok tumben nyetatus cinta-cintaan kayak gini?' atau statusku itu di-screenshoot ke grup dan yang nge-share bilang 'tuh dengerin (mention nama kawan)'. Trus dijawab juga: 'Aku seperti membaca status orang yang lagi cimiwwww' ditambahi yang lain pula 'Lagi tetew tetew hahaha....' Aku cuma bisa balas 'Njir'.
Komentar-komentar di atas kutanggapi sambil tertawa saja. Namun yang paling berkesan adalah nasihat dari seorang kakak yang kemudian aku pikir matang-matang. Kalimatnya memberiku pencerahan, tentang hal realistis apa yang harusnya aku lakukan.
Setelah kupikir panjang, (ibarat kawanku yang ngasi quote di atas) aku hanya
serupa kelapa tua yang lama jatuhnya, kalau pun kelapa itu rela jatuh
(setelah menunggu sekian lama); apakah dia nanti akan mau mengambilnya?
(Analogi yang terlalu ngeri). Hanya spekulasi-spekulasi jawabannya. Pilihan tak hanya menyoal diri
sendiri saja. Ada jerat kompleks entah itu kawan, orangtua, logika,
realitas, dll yang salin berpilin.
Status ini hanya buah kebijaksanaan dari teman yang ingin kubagikan--tak hendak menyinggung siapa pun, karena di titik tertentu aku merasa sepakat. Semakin kusadari: selain keras kepala, kakiku tak mudah diikuti. Apalagi pikiran, juga hatiku. Dan aku suka akan kualitas yang menyebalkan ini. We are what we are not.
Dia yang pernah singgah beberapa bulan ini adalah manusia pintar, aku pikir juga baik. Hanya aku merasa ini salah posisi. Ya, dalam getirnya hidup, aku akan terus tumbuh tanpa dia. Tak peduli suasana apa pun. Dia pun juga begitu. Namun kita akan terus bisa beretorika bersama, berbagi ilmu, bersahabat, juga bersaudara--tanpa emosi dan perasaan yang membuat keruh--kampret! Sok protagonis amat sih. Bebas, bebas aja kali, Is!
Pokoknya, selamat maju dan berkembang ya!
Pokoknya, selamat maju dan berkembang ya!