Senin, 19 Juli 2021

Dua Garis Biru (2019): Orangtua Gagal Nan Ideal

"... responsibility is not about age, but how someone handles their own mistakes."

Untuk remaja SMA yang sebagian besar waktunya digunakan di sekolah untuk belajar, di rumah untuk belajar dan bermain, atau di tempat-tempat membuang keringat lainnya; tapi di film "Dua Garis Biru" aktivitas ini jadi berbeda. "Dua Garis Biru" menjadi film yang lugu dengan pesan yang sangat tidak lugu: menjadi orangtua!

Dua Garis Biru (2019)
Akibat pacaran yang kebablasan, Bima (Angga Yunanda) dan Dara (Adhisty Zara Sundari Kusumawardhani) harus bertanggungjawab akan kesalahan yang diperbuat. Dara hamil, dan keduanya sepakat akan melakukan aborsi, meski hal itu tak terjadi. Kedua anak ini belum genap merampungkan masa remajanya: Dara masih terobsesi dengan Koreanya dan Bima masih terobsesi dengan games-nya. 

Kedua orangtua masing-masing merasa "gagal menjadi orangtua". Kedua orangtua yang juga berasal dari  kelas sosial berbeda, Dara kaya dan Bima miskin, membuat kisah ini mayan epik. Ditambah kelas IQ Bima dan Dara juga berbeda: Dara pintar dan Bima bodoh. Meski menurut penelitian, kecerdasan anak ditentukan oleh ibu. 

Adegan di UKS menjadi adegan paling horor dalam film ini, ya, horor gak sekadar bicara hantu datang tiba-tiba; tapi juga kondisi mental ketika para aktor variabel utama dikumpulkan menjadi satu menyidang Dara dan Bima. Gempuran dari keluarga, sekolah, anehnya membuat mereka jadi orang yang seolah too good to be true.

Tentu juga orangtua Dara (Dwi Sasono - Lulu Tobing) dan orangtua Bima (Arswendy Bening - Cut Mini), keduanya memang benar-benar orangtua sebagaimana kisah di film-film.  Yang pertama marah, kemudian berubah menjadi baik, membela anak, dan memberikan saran kebaikan ini dan itu, sehingga mereka terarah hidupnya dan tidak sesat. Lalu si tokoh utama mengikuti saran-saran itu. 

Tipe orangtua yang gagal tapi tetap ideal memang berperan besar dalam pertumbuhan karakter utama di film ini yang masih dianggap "anak-anak" dan "tidak tahu apa-apa". Tapi bukankah sebagaimana kutipan poin film ini: "Melahirkan itu tugas sekali saja, tapi menjadi orangtua itu tugas seumur hidup." Melahirkan telah Dara lakukan, meski mimpi-mimpi untuk karier dan pendidikan akan Korea terus dia kejar hingga akhir film ini.

Terlepas dari itu, saya suka cut-cut pengambilan gambar dalam film ini yang bagi saya manis (boleh dibilang sangat manis). Juga detail-detail kostum, serta pernak-pernik: rumah, kamar Dara, kamar Bima, kerang, stroberi, gang-gang sempit Jakarta, goole map, lagu "Jikalau" - Naif, kutek, tespek, ondel-ondel biru, poster alat reproduksi, kakak yang memukuli adik saking kesalnya, marah-marah kemudian lepas kerudung, poster oppa, rujak, obrolan ibu dan anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar