Selasa, 20 Juli 2021

Bidadari Mencari Sayap (2020): Pendewasaan Rumah Tangga Berbeda Latar Belakang

"Bidadari Mencari Sayap", ini salah satu film terkait Rumah Tangga yang menurutku lebih riil dibanding dengan tema-tema serupa yang pernah kutonton. Mataku jadi lebih kebuka lagi gimana rumitnya pernikahan, ketika itu berbenturan dengan ego diri, hak prerogratif suami, hubungan dengan orangtua, dan hubungan dengan keluarga besar.

Namun, ada hal paling urgent dalam film ini, yaitu soal prinsip hidup yang dipegang kuat oleh kedua tokoh utamanya yang juga sekaligus suami-istri: Reza (Rizky Hanggono) dan Angela Tan (Leony Vitria Hartanti). Pasangan ini sebelum menikah sama-sama berbeda agama, Reza berasal dari keluarga Islam taat dan Angela dari agama Tiong Hoa (Babah, Cici, Cece apple to apple with Abi, Ummi).

Ciyeee suami
Aku salut dengan tokoh Angela, dia memutuskan untuk pindah Islam karena kesadarannya sendiri, bukan karena Reza atau tuntutan keluarga. Pun ketika keluarga Reza menekan Angela untuk berhijab, terlebih ibu Reza, Angela ribut dengan Reza soal itu. Dan kau tahu apa yang dikatakan Angela, "Aku ingin berhijab karena alasan aku sendiri, bukan karena alergi di kulit kepalaku atau disuruh ibu kamu."

Jleb. Istri yang keren. Dan ketika Reza marah saat itu, Angela juga bilang: "Kamu tahu kenapa aku ikut agama kamu? Karena aku yakin, Islam tak pernah mengajarkan kebohongan, kepalsuan!" Iya, kebohongan atau suatu kemunafikan untuk terlihat baik di depan orang lain. 

Di sisi lain, aku juga suka dengan prinsip yang Reza pegang dalam pekerjaan. Reza bekerja di semacam media jurnalistik online, lalu pemimpin redaksinya lebih bermoral pasar daripada kepentingan khalayak. Akhirnya cek-cok terjadi, karena Reza tak sejalan, akhirnya dia memilih keluar meski itu akan memberatkan dia dan keluarganya. Dan apa yang dikatakan Reza pada bosnya: "Saya tidak suka berhubungan dengan badut sok jenius seperti Anda!"

Akhirnya, Reza memanfaatkan mobilnya untuk menjadi "kaki-kaki yang lain" mencari makan. Dia jadi driver online, dan sebagaimana sifat laki-laki yang seolah semua masalah bisa ditanggung dan diselesaikan sendiri, Reza tak memberi tahu Angela atas dipecatnya dirinya. Ditambah keributan soal latar belakang yang berbeda, yang menjadi penghambat Rumah Tangga, Reza memutuskan untuk tinggal di penginapan temannya.

Di penginapan itu, Reza bertemu dengan Soraya. Mahasiswa S2 Psikologi yang lumayan eksentrik, hedon, dan berani. Untunglah, karakter Soraya ini hanya tempelan saja, yang tak berperan signifikan dalam alur rumah tangga Reza-Angela, meski aku sedikit was-was akan ada konflik cheesy di dalamnya. 

Bom waktu itu pun meledak, ketika Reza pulang dan mendapati istrinya bekerja, Reza jadi sangat merah, murka besar, dan apa pun yang ada dibanting. Dia merasa kuasanya sebagai suami diinjak-injak, dia merasa istrinya Angela tak menghormati keputusannya, dia merasa lebih baik dan istrinya salah, dia merasa benar sendiri. Pertengkaran itu begitu menghanyutkanku, di kenyataan, aku yakin masih banyak lelaki yang seperti itu. Kedewasaan lagi-lagi jadi faktor penentu.

Bidadari itu Angela
Hingga akhirnya orangtua menjadi tempat mencari saran terbaik. Reza datang pada ayahnya dan diberikanlah petuah-petuah rumah tangga bahwa mereka berbeda dan jalan keluarnya adalah saling hormat menghormati. Dan tentu si anak, Rasya, bisa menjadi penghubung semua ini. Juga Babah yang merasa lebih nyaman tinggal bersama Angela, dibanding dua anaknya yang lain, yang kaya raya sundul langit, meski akhirnya, yah... kena OTT, tersandung korupsi.

Jika dibilang ide sutradara Aria Kusumadewa populis dalam film ini, barangkali aku sepakat. Tapi akting Angela dan Reza secara emosi dapat. Apalagi ketika Reza nulis status di WhatsApp, pengen aku bilang: "Brengsek! Sempet-sempetnya! Haha." Karakter mereka dalam film ini juara sih.

Aku suka dengan adegan-adegan simbolik dan percakapan antar perbedaan keyakinan antara Reza dan Angela. Atau dialog-dialog antara Babah, penjual baju koko (Johan-Deddy Mizwar), dan Pak Boro penjual nisan. Begitu paradoks hidup, saat orang sedang dilanda kesedihan, ada pihak-pihak yang justru mendapat rezeki karena itulah sumber pendapatannya, "Belum ada orang mati!" kata Boro. Dan masih terkenang juga apa kata Johan dalam film ini: "Di tempat ini toleran karena para pemuka agamanya memberikan pemahaman yang benar pada umatnya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar