Senin, 22 April 2024

Catatan Film #12: Siksa Kubur (2024)

Nonton film Siksa Kubur di Gajah Mada Plaza, 20 April 2024, pukul 17.25 WIB, setelah pulang dari kelas Extra Class EF. Yang nonton sore itu lumayan banyak. Di depanku ada ibu, bapak, anak, dan si ayah terlihat tidak takut menonton dengan mata terbuka, sementara aku sendiri beberapa kali menutup mata. Sebenarnya, dari dulu saya memang tidak cocok nonton film horror. Gak begitu menikmati, terror mentalnya sadis di mata, telinga, jiwa, dan untuk adegan-adegan terakhir yang jadi klimaksnya, saya lebih milih tutup mata saja. 

Saya tidak akan cerita terkait alur, karena alur film ini sudah banyak di website lainnya. Tak peduli film Joko Anwar atau yang lain, film ini bagiku secara personal tak begitu menari. Story telling-nya terkesan terburu-buru, banyak yang ingin dimasukan tapi berakhir kentang.

Meski ada beberapa plot hole juga: (1) isu oknum predator KS di pesantren kayak cangkokan aja, (2) tokoh Ismail tak tergarap baik padal bisa jadi jembatan buat nerangin trauma Adil, (3) ilusi, nyata, dan halusinasinya ngebingungin, (4) bom bunuh diri sebagai trigger pembuka film yang terburu-buru, (5) terganggu dengan scene perselingkuhan suami Christine Hakim sama suster yang mati nusuk dirinya sendiri, karena pergantian karakter si suami yang cepat, dari setia selama 50 th trus dibuat tiba-tiba tak setia itu aneh, (6) mau dibilang religi ya bukan, horor juga bukan, oke deh eksperimentalis. 

Terlepas itu, aktor2nya well performed sih, Sita yang mendominasi sepanjang cerita, Adil yang klempah-klempih (kasian banget hidupnya), Pak Wahyu dengan segenap dosanya. Hm, jadi petanyaan utama setelah menonton film ini yaitu, kamu percaya ada siksa kubur ga? Kalau film ini tak cukup membuatmu takut untuk bertaubat, ya, mungkin film ini secara pesan juga gagal sampai ke penonton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar