Esai ini menunjukkan bagaimana perkampungan dan area peri-urban menjadi bagian pokok dari perkembangan urban. Posisinya berada di pinggiran atau di tengah-tengah kota, yang disebut sebagai "middling-urbanism".
Abidin mengamati, kota-kota di Asia Tenggara atau global south khususnya, memiliki fenomena middling-uranism, atau mudahnya, bangunan-bangunan kecil yang relatif tergencet di antara gedung-gedung besar/pencakar langit.
"I define middling-urbanism as an urban condition characterized by the existence of the kampung in formation of urban center or suburban areas. It follows that the kampung plays an important social, economic and political role in the functioning of the city."
Esai ini berfokus pada Jakarta, bahwa desakota mengambil peran dalam pembentukan kota, yaitu interaksi antara area formal kota dan perkampungan tidak tetap yang disebut kampung. Kampung dianggap menjadi bagian penting yang memiliki relasi pokok dengan kota, dan dia bisa berada di tengah-tengah. Middling ini diartikan sebagai relasi termporal untuk berbagi.
Secara spasial, kampung merupakan ruang antara di mana para pendatang dari desa ke kota atau dikenal sebagai kaum urban diartikan tidak hanya secara teritori, tetapi juga praktik sosial-budaya.
Keberadaan kampung dibutuhkan untuk menstabilkan polarisasi sistem rural-urban. Sementara keberadaan bangunan middling ini tuh kontras dengan kota, juga kontras dengan sumber daya dan sederhananya menjadi korban dari modernisasi kapitalis. Middling-urbanism merujuk pula pada hubungan dan mobilasasi kelas dengan formalisasi kota. Yang rentan banjir, kebakaran, dan berbagai situasi epidemik lain.
Meski ada oposisi biner antara kota vs kampung atau gedongan vs kampungan, keberadaan keduanya sama-sama memberi keuntungan. Semisal, bagi buruh di pencakar langit, keberadaan pekerja sektor informal bisa membantu mereka berhemat. Di mana sektor informal ini justru melakukan subsidi terhadap sektor formal. Tanpa ada bantuan dari sektor informal, sektor formal tak akan mampu bertahan pada tingkat upah yang diterimanya.
Kampung menjadi ruang resisten untuk meminimilasasi kejamnya hidup, ada kekerabatan, kerja bakti, acara adat istiadat, majelis kampung, musyawarah, dlsb.
Dalam konteks middling-urbanism ini ada pula kekuatannya (the middle power) yang terdiri dari preman, oknum, dll, yang menjaga keteraturan dan keamanan.
Kampung juga sering dihubungan dengan ekonomi informal. Menurut Abidin, studi terkait sektor informal ini dimulai sejak zaman kolonial.
Pada tahun 1910-an, sarjana Belanda bernama Julius Herman Boeke mengungkap sektor ekonomi zaman kolonial yang bertahan, dia melihat seperti PKL, nelayan, pengrajin, yang didukung oleh keluarga mereka.
Sektor ini kontras dengan prinsip kapitalis, dengan teknologi dan segenap perkembangannya.
Scholar lain, Keith Hart kemudian memberikan arah baru dari penjelasan Boeke. Dia memperkenalkan konsep sektor formal dan informal pada tahun 1971.
Dia mengkarakterkan sektor informal dengan ciri berskala kecil, beroperasi dengan bantuan kelaurga, modal yang rendah, beroperasi di area yang kadang tak resmi, dan berketerampilan rendah. Fleksibilitas menjadi nadi untuk bertahan hidup.
Kusno, A. (2020). Middling urbanism: the megacity and the kampung. Urban Geography, 41(7), 954-970.
Quote:
-[t]he kampung is part of a system of power that organizes societal relations with capital and the state. One might consider that such production of the kampung is a form of subordination of the kampung to capital, but such a scenario also suggests that the eradication of kampungs would contradict capitalist accumulation.
-The kampung as the locus of household that sustains both semi-proletarian work forces and the informal sector thus plays a key role in the formation of middling urbanism in what one could call the middle city.
-Handbook of Southeast Asian Urbanization, edited by Rita Padawangi. New York: Routledge, 2018
Link: https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02723638.2019.1688535
#abidinkusno #urban #geography #middlingurbanism #jakarta #kampung #governance
Tidak ada komentar:
Posting Komentar