Selasa, 31 Oktober 2023

Abidin Kusno - Back to the City: A Note on Urban Architecture in the New Indonesia

Poin-poin:

Tulisan ini dimulai dengan kutipan yang menarik dari Edward Said dalam karya Beginnings: Intention and Method: “Beginning is not only a kind of action; it is also a frame of mind, a kind of work, an attitude, a consciousness… beginning is making or producing difference.”

Arsitektur Indonesia berhubungan erat dengan "mood" suatu era. Gagasan terkait arsitektur ini jauh dari kata otonom, melainkan berjalan berdasarkan formasi sosial.

Abidin mempertanyakan, jenis arsitektur yang bagaimana yang dibuat untuk membantu bergantinya suatu masa? Kondisi arsitektur baru yang bagaimana bentuknya? Apa dampak dari pergantian teoritis, budaya, dan politik tersebut?

Abidin memulai studinya ini dengan melihat arsitektur setelah kerusuhan 1998. Meski tak diketahui bagaimana dunia arsitektur berubah karena peristiwa itu, tapi arsitek menjadi sensitif dengan budaya lokal yang ada sehingga bisa diterima oleh masyarakat/lingkungan. Pagar diminimalisir bahkan dibongkar, karena mereka sadar perencanaan kota yang baik akan gagal tanpa dikelilingi oleh komunitas sosial. Arsitektur yang memungkinkan seseorang berdialog dengan tetangga, sebagaimana dilihat di kampung, dan juga untuk mengurangi tekanan sosial.

Kemunculan "Kota Wisata" di Jakarta tahun 2002, berupa bangunan eksklusif dan mewah berusaha meminimalisir ketegangan dengan menghadirkan "taman". Ruang ini sebagai tempat bertemu kelas-kelas sosial yang berbeda, atau menjadi zona penyangga.

Apalagi Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) bersepakat, bahwa penghargaan terhadap arsitektur tertinggi itu diberikan pada arsitektur yang meningkatkan peradaban kemanusian, bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial, peka terhadap konteks sosial di mana bangunan itu didirikan, tidak artifisial, tidak bersandar pada material bangunan yang mewah, inovatif, kreatif, sederhana tetapi genius, mendidik, dan visioner.

Pada masa itu 1998-2000an, tak ada satu pun proyek bangunan pemerintah yang dianggap layak oleh IAI untuk menerima penghargaan seiring dengna pergantian kekuasaan Orde Baru. Meski Soekarno pernah mendapat penghargaan karena konsennya terhadap diskursus arsitektur di Indonesia.

IAI tahun 1999 percaya, arsitektur Indonesia di milenium selanjutnya adalah arsitektur yang melayani rakyat. Seutopia apa pun agendanya nanti, hal ini bukanlah sesuatu yang naif.

Abidin melihat dua tipe arsitektur urban yang berhubungan dengan imajinasi kelas menengah atas: rumah privat dan bangunan komersial publik.

Menggunakan analisis semiotika, dirinya membongkar pengertian sosial dari arsitektur yang teah didesain di masyarakat, bagaimana gaya arsitektur dan tata letak ruang mengembangkan dan mendefinisikan ulang relasi kuasa.

Dirinya meniti dari praktik-praktik arsitektur marjinal ke desain-desain dominan yang ada di pusat Jakarta (superblock). Dia berpendapat, konsep negara dan kampung untuk memproduksi representasi arsitektur urban tidak hanya terkait desain budaya, tetapi juga ekonomi-politik yang dampaknya sangat problematik terhadap alam.

Terkait arsitektur kampung semisal, Adi "Mamo" Purnomo dikenal sebagai aristek yang ramah alam dan mengganggap plot kecil dari tanah di kota metropolitan sebagai tantangan untnuk menciptaan ruang-ruang yang baru. Mencari titik rekonsiliasi dari kota yang secara dalam dibagi antara si miskin dan si kaya. Udara, cahaya, corak, tanaman mengizinkan komponen dari alam untuk masuk ke ruang interior bangunan. Halaman fungsinya melebihi pajangan saja, tetapi juga interaksinya dengan alam dan menjadi komponen sentral dalam proses desain.

Arsitektur Mamo seringkali tidak mempunyai fasad yang cenderung untuk disombongkan, tapi sebagi titik keberangkatan yang didominasi oleh budaya setempat, dalam konteks ini Jakarta. Ini juga dalam rangka meng-counter "label besar" arsitektur yang sering dikarakterisasi secara mahal dengan banyaknya penggunaan volume AC. Mamo berusaha untuk merombak tren dominan tersebut dengan penggunaan material lokal, dan berkarakterkan kota di Indonesia.

Ini ditunjukkan pula dengan pembangunan rumah di Tanjung Duren, yang eksteriornya dipagari oleh bambu, dan berhubungan dengan tipologi kampung urban. Mamo menolak gagasan elitisme arsitektur, urban biasa menjadi inspirasi dari arsitektur baru. Ada pula Rumah Ragunan (2001) milik kelas keluarga menengah atas yang berlokasi dekat dengan kampung kota dan real estate dibangun dengan teknik serupa.

Mamo di sini mengeksplorasi kemungkinan perbedaan kelas kehidupan secara bersama di ruang urban. Di mana yang lemah dan yang kuat dapat berbagai ruang yang sama. Konsep "magersari" menjadi kata untuk menunjukkan bagaimana ruang bagi yang lemah ini diberi tempat untuk tumbuh.

Mamo juga bilang seharusnya orang miskin yang tak memiliki rumah diizinkan untuk menempati ruang di bawah flyover, dekat rel kereta api, dekat sungai, dll, dengan perumahan blok bagi orang miskin. Seperti diekspresikan dalam desain Kampung Tanggul Indah (2002), sebuah multiblok  beraneka ukuran di tepi sungai. Pembangunannya dengan mempertimbangkan memori kognitif bersama, karena arsitektur berperan merawat hubungan antara memori kolektif dan lingkungan. Ini dipraktikkan pula oleh Romo Mangunwijaya di Yogyakarta.

Di Kampung Tunggal Indah, ruang komunal untuk masak dan mencuci juga disediakan. Bagaimana antar tetangga bisa berbagai tanggung jawab untuk merawat fasilitas dan ruang terbuka hijau.

Superblok dan branding bangsa menjadi fenomena lain yang menjadi komponen dalam pembentukan arsitektur baru. Fakta ini didukung dengan pembangunan megaproyek di pusat kota, di mana tempat itu mengandung tempat-tempat bersejarah bagi bangsa. Jantung kota menjadi arena konsolidasi kekuasaan, indentitas, dan pertukaran nilai, yang ini tentu berpengaruh pada diskursus arsitektur urban.

Superblok diartikan sebagai ruang yang megnandung berbagai fungsi untuk layanan komersil publik. Superblok bukan hanya menunjukkan pencapaian dan perkembangan negara, tetapi juga sebagai struktur untuk mereproduksi bentuk masyarakat yang berdasarkan kelas.

Desain yang baik tidak menjamin produksi masyarakat yang baik. Malahan dengan berbagai disiplin ukuran diperlukan keamanan seperti satpam. Beberapa contoh superblok itu seperti Senayan Ciy, The Archipelago, proyek Rasuna Episentrum, dan Grand Indonesia di kawasan Bundaran HI.

Senayan City (SC) menjadi superblok pertama di Indonesia. Dibuka tahun 2006, SC terdiri dari berbagai tempat belanja berkelas tinggi. Terdiri dari mal 5 lantai, 21 kantor, 23 apartemen, hotel bintang lima dengan 255 ruangan. Mal ini didirikan di sekitar area bersejarah, Senayan, yang didirikan tahun 1962 saat pelaksanaan Asian Games di zaman Soekarno. Pembangunannya dimiliki oleh developer grup Agung Podomoro, dengan jumlah investasi sebesar 1,3 triliun rupiah. Apalagi dikembangkannya fasilitas olahraga menjadi lebih modern. SC juga dianggap sebagai maestro pascakrisis yang membantu pertumbuhan ekonomi saat krisis.

Begitu juga dengan The Archipelago, bangunan yang diarsiteki oleh Ridwan Kamil (lulusan UC Berkeley) mengkarakterisasi proyek bangunan yang berdampak besar. Meski ruang publik yang didesain oleh RK dimiliki secara swasta. Menciptakan zona ekonomi khusus, distrik bisnis, serta menciptakan efek domino. Di mana salah satu capaian dari suatu bangunan adalah bangunan tersebut mendapat pengakuan internasional.

Serta superblok lain yaitu kompleks bangunan Grand Indonesia (GI), yang diarsiteki oleh firma yang berasal dari Los Angeles. Superblok yang mengusung misi klasik, modern, dan futuristik. Proyek ini telah mengubah wajah Jakarta dan meningkatkan nilai dari BUndaran HI, di sana ada bangunan-bangunan seperti Wisma Nusantara, Hotel Nikko (yang berganti menjadi Hotel Pulman, dengan arsitek Kenzo Tange Associates). Juga kawasan mall mewah, hotel bintang 6, pusat perkantoran elite, dlsb.

Quote:

“a good house is a house that unites with its surroundings.”

"What is also clear is that money and building are indeed coming “back to the city” with a vengeance."

"A “good design,” the architect urgently suggests, will not guarantee the production of a good citizen."

“visitors who have no such purchasing power, however, could hang around and do window shopping (activities of which) may still offer some satisfaction while they hope some day they will buy the items that now they can only dream of.” (wkwk, bullshit words)

" In a way, we can say that the superblock, via a powerful image of a new kind of urban form in the city, addresses such contested space of the metropolis by providing a microcosm for those who seek to escape from it."


Link: https://read.dukeupress.edu/books/book/1425/chapter-abstract/168952/Back-to-the-City-Urban-Architecture-in-the-New?redirectedFrom=fulltext

#abidinkusno #urbancity #mamo #architecture #senayancity #grandindonsia #superblock

Tidak ada komentar:

Posting Komentar