Senin, 29 November 2021

Rushmore (1998): Come On Max, Tak Perlu Seambisius Itu

Gudangnya tokoh-tokoh eksentrik memang salah satunya dipunyai oleh sutradara Wes Anderson. Di film Rushmore, tokoh unik bernama Max Fischer (Jason Schwartzman) memang sedikit duanya. Di awal film tokoh ini sudah menggebrak dengan deretan aktivitas ekskul yang mirip kereta api panjang. Ekskul dia terlalu banyak hingga saya sulit mendatanya, tak hanya ikut, dia juga adalah pendiri, pelopor, wakil ketua, ketua, hingga jabatan penting lainnya.

Teman dekat Max tak biasa, dia dekat dengan seorang industrialis kaya bernama Herman J. Blume (Bill Muray) dengan beda usia seperti bapak dan anak; Mr. Blume juga tak kalah kacau dengan rumah tangga di ujung tanduk dan membenci dirinya sendiri. Keduanya terjebak cinta segitiga karena mencintai seorang perempuan yang sama bernama Rosemary (Olivia Williams). Dia adalah guru TK, punya anak satu, serta digambarkan sebagai perempuan manis tapi kacau; dia menderita kesepian setelah ditinggal suaminya yang freak dengan dunia aeorplane; hingga dijuluki "perempuan yang mencintai pria mati" (she is in love with dead man). 

Akhirnya persaingan tidak sehat dan kekanakan terjadi antara Max dan Blume. Cara-cara tak masuk akal dilakukan, dari menindas sepeda Max sampai tuduhan lainnya yang membuat Rose semakin depresi. Sampai-sampai yang lucu, Max membuat "dream graveyard" alias kuburan mimpi yang menampung mimpi-mimpi gagalnya. Hingga akhirnya, tak ada satu pun yang mendapatkan hati Rose meski segala pengorbanan telah dilakukan.

Sebenarnya, Max punya fans gadis Asia bernama Margaret Yang (Sara Tanaka) yang hobi dengan dunia sains. Namun Max biasa saja. Puncak film adalah ketika Max memainkan drama bikinannya bersama teman-temannya di sekolah Rusmore. Max sebenarnya siswa yang bodoh, hanya dia begitu aktif dan bisa membuat orang berkesan sehingga dia bertahan di Rushmore yang notebene sekolah untuk orang-orang pinter gitu deh. 

Dibanding dengan film Moonrise Kingdom, bagi saya film ini cukup membosankan. Alurnya klise dan ceritanya mudah ditebak. Alih-alih eksentrik sebenarnya, Max tokoh yang cepat dewasa, ambius, dan menyebalkan di pikiran saya. The Guardian membuat ulasan menyampaikan pujiannya, meski saya kurang sreg. Yah, 5/10 lah ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar