Semakin mendalami dan menonton, makin ke sini saya jadi paham jenis film mana yang benar-benar membangkitkan curious saya dan mana yang tidak. Saya memutuskan nonton film ini dari hasil download-an saya setelah melakukan pencarian banyak film yang "sepertinya cocok" bagi saya. Tak semua film cocok untuk seseorang, itu premis pertama. Sebelumnya saya menghabiskan waktu dengan tidak bersemangat ketika nonton Seven Years in Tibet yang dibintangi Brad Pitt di sepuluh menit awal, ternyata saya tak suka karena alurnya lambat, vibesnya bikin saya tambah sengsara, dan temanya perang. Saya akhirnya pindah ke Flipped dengan cerita yang sebocah itu. Ya, jiwa saya kadang masih sebocah kisah Juli di film ini, haha.
Mengingat ulang, film ini sebenarnya pernah diputar di TV ketika saya masih tinggal di rumah dan ketika saya masih sekolah. Namun saya tak menghabiskannya secara penuh sehingga ingatan saya samar, tapi saya masih ingat beberapa potongannya. Di film ini saya menjumpai tokoh unik perempuan bernama Juli Baker (Morgan Lily) dengan imajinasinya yang hidup, semangatnya yang turah-turah, memahami kondisi hati orang-orang terdekatnya, tak ragu menyatakan perasaannya, dan tak bimbang untuk bertindak. Juli mewarisi bakat seniman sang ayah dan jiwa kelembutan sang ibu, juga dua kakak yang pandai menyanyi.
Tentu ini berbalik belakang dengan Bryce Loski (Callan McAuliffe), crush si Juli, cinta monyet pertama Juli, tetangga dan teman sekolahnya. Tokoh Bryce adalah cerminan anak laki-laki cool yang boleh dibilang cerdas, dingin, peragu, tak bisa mengekspresikan diri, penakut, dengan sisi lembut takut menyakiti perasaan orang lain. Bryce merasa terganggu oleh Juli yang selalu mengejarnya dari kecil hingga mereka masuk SMP. Bryce dikaruniai keluarga yang sebenarnya hangat kecuali si ayah, dia sepertinya punya problem serius dalam hal suka merendahkan orang lain, flawless itu cukup annoying untuk dihadirkan.
Melihat kisah Juli dan Bryce, saya jadi ingat kisah sendiri; pengalaman yang sama adalah saya pernah sepassionate itu mengejar cinta laki-laki yang saya sukai. Dan bisa dibilang, lelaki yang saya suka mirip Bryce. Meski saya tak memiliki ide unik untuk naik ke atas pohon dan memikirkan filosofi "melihat secara keseluruhan lebih baik daripada sebagian", tak hanya menyoal pemandangan, tapi juga perasaan dan cinta. Juli jatuh cinta pada Bryce karena tatapan matanya yang begitu indah, saya jatuh cinta dengan lelaki itu karena perlakuan baik dan selera uniknya.
Namun, usaha-usaha yang dilakukan oleh Juli untuk bersikap independen terhadap Bryce justru menimbulkan serangan balik. Juli setelah mengetahui telur yang diberikannya dibuang ke sampah pun patah hati, padahal telur-telur itu dihasilkan dari ayam-ayam betina yang dirawat dengan setulus hati. Hanya karena diskusi keluarga terkait rumah ortu Juli yang tak mirip halaman. Namaun energi cinta selalu sama, ia merawat dan menumbuhkan. Sebab hinaan halaman itu, Juli bertekad untuk merawat halannya yang sedari dia kecil tak pernah tertata dan dipenuhi ilalang. Sebab isu kepemilikan rumah tersebut yang dimiliki oleh adik ayah Juli yang punya kebelakangan mental membuat keluarga itu setengah hati merawatnya.
Dibantu dengan kakek Bryce, si Chet (John Mahoney), halaman itu pun berubah jadi cantik. Waktu pun berubah, sikap Juli yang menjauhi Bryce membuat Bryce justru mengejar-ejar Juli. Moment yang paling dilematis ketika agenda donasi keranjang dan makan siang itu. Bryce menggeret tangan Juli di depan anak-anak kelas dan hendak menciumnya, karena Bryce cemburu. Akhirnya Juli ngambek, gak keluar kamar, dan itu terluluhkan ketika Bryce menandam pohon sycamore di halaman rumah Juli. Dan kalimat yang begitu menyentuh: Ternyata Juli dan Bryce tak sungguh-sungguh pernah saling bicara. Sebagaimana masalah yang dihadapi pasangan pada umumnya.
Film yang disutradarai oleh Rob Reiner ini sangat cocok ditonton oleh anak-anak SD dan SMP. Tayangan keluarga yang menarik. Film yang menunjukkan suatu proses pengejaran dengan perkembangan karakter yang berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar