Beberapa film yang ditulis naskahnya oleh Salman Aristo pernah kutonton, tapi lupa yang mana saja. Kemarin ketika menonton film "Jakarta Maghrib" yang ditulis naskahnya oleh Salman, aku jadi banyak berpikir tentang kehidupan Jakarta, khususnya ketika menjelang Maghrib.
Out of the topic, lima bulan sudah aku tinggal di Jakarta. Belum begitu fasih ngomong lu gue secara lisan, tapi dalam pikiran bisa jadi aksen sekarang udah cenderung ke-Jakartaan. Pelan tapi pasti, jika Jakarta diumpamakan orang, aku mulai mengenalnya, mengenak sifat dan karakternya, mengenak baik dan busuknya. Tapi kota tak sebagaimana manusia yang bisa menipu, kota sangat jujur dan apa adanya ketika kita betul-betul menyelaminya.
Film Jakarta Maghrib memberiku cara pandang lain melihat pusat Pulau Jawa ini. Terbagi dalam beberapa fragmen kisah manusia yang seperti terpisah, tapi pada akhirnya saling berhubungan dan saling bertemu.Arisan Kompleks
Banyak mitos atau fakta seputar "maghrib" yang diberi tekanan cukup bold di film ini. Seperti jangan keluar ketika Maghrib, jangan tidur ketika Maghrib, jangan making love ketika Maghrib, jangan di jalan ketika Maghrib, jangan berkumpul ketika Maghrib, dlsb. Sebab Maghrib mengundang setan-setan dan roh halus berdatangan, sebab Magrib pintu menuju malam, sebab Maghrib menyimpan energi gaib dan misteri yang entah.
Dimulai dari kisah satpam pulang kerja, sampai rumah ia mendapati anak perempuannya menangis hebat. Istri sang satpam menggendong si anak yang masih bayi itu sambil diperhatikan ayahnya. Di kala tak tepat itu suami nafsu ingin berhubungan badan menjelang Maghrib. Dan malang, memang tak bisa dengan banyak alasan: susah keramas, bukan rumah sendiri, anak gak boleh ditidurkan ketika Maghrib. Akhirnya si satpam emosi pergi sambil berkata: "Kalau tak bisa dikeluarkan di rumah ya keluarkan di tempat lain." Oh, shit, di depan istri dan bayinya.
Adalagi kisah anak Madrasah yang bolos ingin main PS, tapi PS penuh. Kemudian anak-anak ditakuti cerita horor sampai yang main PS lari semua pulang. Tapi si anak ini kena batunya, pas pulang dia tersesat dan mengalami perasaan dikejar hantu putih-putih. Dia pun lari tunggang langgang.
Kisah tak kalah pelik lainnya ketika ada sepasang kekasih yang sudah tujuh tahun menjalin hubungan. Namun si laki-laki sama sekali tak dewasa, merasa benar sendiri, tak tahu prioritas, dan yang paling bikin sebal adalah sifat sok tahunya. Ya, si pria yang kelihatannya kuliah di IKJ ini awalnya mengambil jurusan penyutradaraan tapi pindah ke editor. Dia merasa apa pun yang dia lakukan harus penting dan gak ingin ngambil peran yang receh-receh, tapi nyatanya omdo, kuliahnya tak kelar-kelar, keuangannya masih sangat tergantung, dan rokoknya ngecas terooos.Nasgor Jakarte
Ini kisah emang bikin darah tinggi sih, relate banget sama pengalaman yang digantungin. Ingin menunjukkan ke orang tua dan mertua kalau "kita mampu" meski si pihak perempuan yang lebih dewasa dan sabar bisa ngadepin cowoknya itu. Kalau jadi dia sih ogah banget punya pasangan childish dan ngerasa paling benar gitu. Pecah banget emang fragmen yang ini, intim, dalam, dan perang psikologinya kerasa.
Atau kisah lainnya seputar tetangga kompleks yang tak saling mengenal padahal rumahnya tembok ketemu tembok. Dari profesi dokter, reporter, pegawai pabrik, pembantu, dll, disatukan hanya gara-gara penjual nasi goreng cuy. Lu bayangin gak? Seindividualis itu tahu Jakarta untuk kawasan-kawasan kompleks nan elit itu. Trus bahas isu-isu lain kek harusnya yang punya wewenang buat polisi tidur itu pihak dinas perhubungan; harusnya diriin usaha di kompleks rumah gak boleh; kalau lu gak punya lahan parkir ya baiknya kagak usah beli mobil; sampai itu rumah teriak-teriak mulu kerjaannya gak ada yang ngelaporin karena percuma satpamnya gak guna; dlsb.
Tak kalah mau bikin nangis tentu engkong-engkong asal Sumatera Barat yang suka bersihin musholla yang jarang dikunjungi ame warganya. Lalu ada preman-preman yang tiba-tiba azan dan salah kemudian didatangi warga karena dianggap melecehkan agaman. Duh.
Yah, sekompleks itu memang Jakarta, ye.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar