Sabtu, 05 Juni 2021

Legenda Water Mama di Guyana

Di berbagai daerah, cerita terkait mermaid dan berbagai nama samarannya menjadi semangat air, kepercayaan tersebut menjadi aspek yang masih hidup dan menjadi realitas di berbagai tempat hingga saat ini.

Mabel Peacock pernah menjelaskan, orang Indian percaya dengan mermaid atau orang Belanda-Kreol menyebutnya sebagai Weter Mama (saya membahasakannya Ibu Air). Mermaid ini memiliki sarang yang besar dan berbahaya menunggu para pelancong. Mermaid digambarkan sebagai sosok yang cantik dengan rambut emas panjangnya seperti Lorelei, siapa pun yang memandang matanya akan jadi gila, dia berenang di perairan yang dalam, dan ular-ular melingkari mereka.

Di perbatasan Guyana bagian selatan, utara-nya Brasil terdapat masyarakat adat yang disebut dengan orang-orang Makushi (oiya, negara Guyana ini berbatasan dengan Suriname). Di tempat ini, ada sebuah legenda yang disebut dengan "Water Mama" (Ibu Air), disebut pula dengan twingram atau tuenkaron. Sosoknya mirip dengan yang digambarkan Mabel Peacock.

Isi jurnal ini membahas terkait semangat air di antara orang-orang Makushi Amerindians di daerah Rupununi, Guyana. Penelitian dilakukan dari 2012-2015 melalui penelitian lapangan. Water mama di Makushi berhubungan dengan orang-orang kulit putih pada masa lalu dan masa kini. Sehingga secara tidak langsung menunjukkan sejarah Makushi dan pengalamannya dalam berkontak dengan orang-orang Eropa. Khususnya selama masa penjajahan Belanda dan Inggris di Guyana.

Jurnal ini menghubungkan pula hubungan yang saat ini tengah berlangsung antara Guyana dengan wilayah-wilayah yang lain. Tema-tema seputar penculikan, ajakan, harta yang berubah-ubah, dan kerjaan eksotis pada kisah Ibu Air berhubungan dengan pengalaman tersebut. Membandingkan pula semangat air dari folklore yang ada di Guyana dengan kepercayaan lain lintas Amazon.

Mermaid tersebut dipanggil dengan twingram-yamu (dalam bahasa Makushi disebut sebagai makhluk aneh, semacam ular air) yang merujuk pada water mama. Dia setengah manusia, setengah ikan, duduk di air untuk mencuci rambut mereka, memiliki lubang di kepala mereka mirip lumba-lumba yang ditutupi topi, perempuan berambut panjang nan berkilau (warna masih perdebatan, ada yang mengatakan coklat, ada pula silver), kulitnya putih, mata biru kayak orang Eropa. Mereka biasa nongkrong di sungai-sungai seperti Burro-Burro, Rewa, Takutu, Ireng, Essequibo, Amazon. Mereka juga megnadakan perkumpulan dan pesta, seperti di sebuah tempat bernama Roda Dua (Double Wheel).

Ada yang setelah diculik water mama manusia itu akan kembali atau menghilang tak terlihat lagi. Water mama juga datang melalui mimpi, lalu orang dibawanya ke laut. Orang yang diculik akan dilatih menjadi seorang water mama. Makan seperti mereka, menghilangkan ingatan terkait kenangan manusia mereka, dan melihat menggunakan pandangan mata yang seperti mereka lihat. Seperti makan ikan, transportasinya kuda laut, hiu sebagai kereta, dll. Juga perempuan yang mengalami menstruasi rentan dibawa water mama yang kaya raya, punya banyak mobil di bawah air.

Legenda water mama ini berkaitan pula dengan legenda yang lain. Di Makushi ada pula cerita matahari menikahi bulan sehingga lahirlah manusia. Matahari memiliki sifat arogan dan acuh, melemparkan anaknya ke air, dan jadilah manusia berkulit putih. Lalu dari anak-anaknya yang dibuang, matahari kemudian membakar anaknya dua anaknya dan jadilah manusia berkulit hitam. Jika gerhana terjadi, itulah waktu pertemuan "keluarga" ini yang sama-sama berpisah dunia.

Secara historis, Makushi membedakan ada dua golongan kulit putih: Karaiwa (orang Brasil), terlebih budak pada masa lalu. Dan kedua, paranaghieri yang merujukan pada mereka yang datang dari laut seberang (orang-orang laut), Belanda dan Inggris. Awal orang Makushi berkontak dengan Belanda diperkirakan selama tahun 1750an dan 1760an. Baik orang Brasil maupun Belanda memperlakukan orang Makushi dan Amerindian sebagai budak. Pola penjajahan dilakukan dengan menikahi para perempuan dari orang-orang Makushi dan Amerindian, lalu ditetapkan aturan-aturan baru.

Sebagaimana pola penjajahan Inggris yang datang ke Guyana melalui “air”, sosok water mama ini melukiskan pola tersebut. Mereka mengajak, menculik, menjadi pasangan, hingga tawanan para orang-orang pribumi Guyana (Makushi).

James Andrew Whitaker (2020) Water Mamas among the Makushi in Guyana, Folklore, 131:1, 34-54.

Sumber: https://doi.org/10.1080/0015587X.2019.1626063

#jamesandrewwhitaker #watermama #indian #foklore #guyana #makushi #brasil #amazon #ikan

Quote:

"Makushi beliefs about water mamas in the present reflect European contact with the Makushi in the past and feature themes of abduction, enticement, capricious wealth, and exotic ‘palaces’ separated by water. Like British and Dutch colonists, contemporary water mamas are thought to come from the water and to abduct and entice human beings into being their spouses, affines, and captives."

"Water mama palaces are described like cities, with lights, modern technologies, and urban architecture. This likely reflects Makushi experiences visiting local cities and towns, such as Georgetown, Lethem, and Boa Vista. However, it may also reflect historical contacts and interactions."

"Water mamas among the Makushi point to broader relations between folklore, colonial histories, and cultural historicities that provide material for conversations across a number of fields. Despite their many differences, the similarities in folklore concerning water spirits across Amazonia are notable."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar