Yass! Aku telah menyelesaikan seri Narnia ketiga, dan dari dua petualangan sebelumnya, aku paling suka yang ini. Banyak kedekatan yang aku rasakan ketika membacanya, terlebih nama-nama tokohnya juga indah dan terasa karib: Sastha dan kudanya Bree, Aravis dan kudanya Hwin.
Seperti biasa, aku akan menceritakan ulang padamu apa yang kubaca dan kutangkap dari buku Narnia bagian ketiga. Di sebuah pesisir hidup nelayan miskin bernama Arsheesh. Dia hidup bersama seorang anak (yang ternyata bukan anak kandungnya, tapi dia temukan dalam sebuah sekuci di pinggiran laut), dia bernama Sastha. Hidup di budaya nelayan miskin, Sastha sangat akrab dengan budaya kasar khas pesisir, dia juga tak diajari bagaimana berperilaku bangsawan. Namun, hanya dengan melihat fisiknya, orang bisa tahu dia keturunan orang terhormat, mungkin bandingannya saat kau menemukan Chelsea Islan tinggal di perkampungan akuarium Jakarta Utara kali ya, haha. Fisik Sastha lebih putih dibanding masyarakat Calormen pada umumnya yang hitam.Next, suatu hari, datanglah Tarkaan (dia sejenis orang terhormat dari kerajaan gitu) ke gubug Arsheesh. Tarkaan ini ingin membeli Sastha untuk dijadikan budak. Tarkaan datang bersama dengan kudanya. Bukan sembarang kuda, dia adalah kuda perang, berasal dari negeri Narnia, dan bisa bicara. Ketika Tarkaan dan Arsheesh berunding tawar-menawar harga Sastha, si anak malang mendengar rencana jahat itu. Dia sedih, dan sedihnya didengar oleh kuda Tarkaan yang bernama Bree. Setelah ngobrol terkait masalah masing-masing, keduanya memutuskan untuk melarikan diri. Bree ingin kembali ke Narnia, dan Sastha tak mau jadi budak, dia ingin pergi ke Utara untuk mencari asal-usulnya.
Pelarian itu awalnya berhasil. Mereka melewati jalan untuk mencapai negeri Utara. Namun, di tengah perjalanan, ketika sampai di sebuah hutan, mereka mendengar ada kuda bangsawan lain yang berjalan tak jauh dari Sastha dan Bree. Mereka bertemu dengan pelarian lain, seorang perempuan remaja seusia Sastha bernama Aravis yang datang menunggai kuda bernama Hwin (yang juga bisa berbicara dan sama-sama dari Narnia). Ketika sampai di sungai, empat makhluk ini ketakutan karena sama-sama dikejar oleh singa. Hingga akhirnya mereka berempat saling berpapasan dan menceritakan kisah dan masalahnya masing-masing. Ternyata, Aravis kabur karena dia taku mau dinikahkan dengan raja tua bangka umur 60 tahun, berwajah jelek, dan beristri banyak bernama Ahoshta Tarkaan. Aravis sendiri juga adalah anak seorang bangsawan yang hidup makmur dan berkelimpahan.
Sayangnya, pertunangan itu menghancurkan hatinya hingga di titik paling nadir, dia ingin bunuh diri saja. Namun, tindakan konyol Aravis itu dicegah oleh Hwin yang bersifat dan menasehatinya dengan nada keibuaan. Kata Hwin, kalau kau hidup, akan ada kemungkinan kau punya kisah lain, tapi kalau kau mati ya mati. Menurutku, kata-kata ini sangat dalam. Aravis pun menemukan semangat baru, dia ingin ikut Hwin untuk pergi ke Narnia dan mengubah penderitaannya. Dalam cerita tengah malam itu, keempat makhluk itu pun saling memahami kondisi masing-masing. Mereka pun saling bekerja sama untuk mencapai tujuan, pergi ke Narnia. Aravis sebenarnya sangat kasar awalnya dengan Sastha, dia sempat bilang, "Aku tidak bisa melakukan semua itu demi bisa menyenangkan hati mu." (hal. 65) Sementara dalam cerita Bree, Shasta merasa Bree terlalu melebih-lebihkan bagian dirinya terjatuh dan tidak bisa berkuda dengan baik.
Mereka pun menyiapkan strategi cara mencapai Narnia yang ternyata sama sekali tidak mudah. Mereka harus melewati negeri Tisroc (dia seperti seorang nabi, tiap kali namanya disebut selalu diikuti "panjang umurlah dia selamanya"), negeri itu bernama Tashbaan, dengan leluhur bernama Tash yang mulia. Masuk ke negeri ini tak gampang karena mereka harus menyamar jadi gembel terlebih dahulu agar tidak dicurigai. Bisa sih menyeberang sungai, tapi pasti akan terlihat oleh para penjaga dan tindakan itu juga mencurigakan. Namun, Bree dan Hwin tak bisa dibohongi jika fisik mereka adalah kuda perang. Akhirnya, kuda-kuda itu memutuskan untuk memotong surainya agar terlihat seperti kuda menyedihkan milik kaum papa. Keempat makhluk ini telah berjanji, jika mereka mencar, mereka akan bertemu di makam para leluhur tua yang bentuknya seperti sarang lebah di Papua. Tempat ini dianggap aman karena orang-orang tak akan berani untuk melewatinya. Sementara, keempat tokoh utama menolak takut. Kata CS Lewis mengungkapkan isi hati Sastha, "Semua rencana itu payah, dan akhirnya dia memutuskan melaksanakan rencana yang paling payah."
Penyamaran ke Tashbaan itu berhasil, sayangnya, Bree diculik, Aravis malah bertemu dengan sahabat (yang menurutku khas perempuan-perempuan rempong yang suka dengan kecantikan, tahta, gaun, dan perhisasan) bernama Lasaraleen Tarkheena, yang juga sobat kecil Aravis. Sesungguhnya, Lasaraleen memang lebih pintar bicara daripada mendengarkan. Sementara itu, Sastha juga dibawa ke sebuah kerajaan orang-orang Narnia, karena ada Ratu Susan, Raja Edmund, serta gank-nya yang lain sedang berunding. Sastha ternyata dianggap salah saru raja Anvard, karena sangat mirip dengan Pangeran Corin (ternyata Sastha punya saudara kembar, yaitu Pangeran Corin). Di sana Satha mendengar semua kegelisahan kerajaan, bagaiamana Susan merasa jengkel dan muak dengan Pangeran Rabadash (anak Tisroc) yang ingin meminangnya dengan ugal-ugalan, tapi karakternya red flag banget: emosioan, gak sabaran, sombong, ingin menang sendiri, dan tak tahu terima kasih. Rabadash juga sering menghina jajaran kerajaan sendiri, seperti ucapannya pada penasihat, "Aku sudah mendengar berbagai wejangan dan kalimat bijak yang membuatmu muak sepanjang hari dan aku tidak lagi bisa bersabar menghadapi ini semua."
Ketika rapat itu selesai, Sastha dibawa ke sebuah kamar, di jendela itu ternyata muncul anak lain serupa dirinya, dia adalah Pangeran Corin yang sesungguhnya. Sebab merasa aneh, Sastha dan Corin pun saling berkenalan, menceritakan kisahnya sedikit, hingga memberi jalan keluar untuk Sastha. Sastha pun mengikuti jalan yang ditunjukkan Corin untuk bisa mencapai Gundukan Makam Tua Leluhur. Setelah melewati berbagai rintangan, sampailah dia ketika malam. Sastha merasa tempat itu sangat angker, dan aku sangat suka bagaimana CS Lewis di sesi ini menceritakan terkait suasana makam itu, bagaimana bentuk dan gelapnya, semua pancaindra seolah diajak untuk membayangkan suasana horor yang dialami Sastha. Pokoknya suka banget bagian ini. Hingga akhirnya, di kegelapan itu, Sastha bertemu kucing kecil, lalu anjing luar, dan Sastha tak tahu, bahwa kucing dan anjing itu adalah Aslan yang ingin melindunginya, sebab Aslan merasa, "Sastha terlalu cemas dan terburu-buru untuk menghargai tempat-tempat itu." Sastha pun menunggu tiga sahabatnya yang lain di ujung makam, yang juga dekat dengan sungai. Setiap pagi dia juga mencari makan buah-buahan dengan memanjat dinding.
![]() |
| Ratu Lasaraleen |
Setelah Lasaraleen membantu Aravis keluar melalui pintu sebuah taman melewai sungai, akhirnya Aravis pun bertemu dengan Sastha. Yang aneh di sini, sebenarnya tak begitu dijelaskan dengan jelas nasib Bree dan Hwin, tiba-tiba saja mereka bertiga berjalan bersama menuju makam dan bertemu Sastha. Rencana jahat Rabadash pun diceritakan oleh Aravis, dan keempatnya bersepakat untuk segera menemui Raja Lune (pemimpin Anvard) bahwa akan ada peperangan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ternyata, mencapai Anvard tak semudah yang dibayangkan. Mereka harus melalui padang pasir yang panas, ketemua oasis, ketemu sungai, ketemu pegunungan yang menyiksa dengan kaktus-kaktus, sampai rasanya mereka tak kuat lagi. Namun, anehnya Sastha di tengah rasa pesimisnya selalu bisa menunjukkan dialah pemimpin.
Hingga suatu hari, ketika akan menuju Anvard, mereka dikejar-kejar singa lagi, yang tak lain adalah Aslan. Aravis kena cakar di punggungnya dan berdarah, ketika mau menerkam dan menyerang, tiba-tiba mereka berasa ada di dunia lain, pintu lain yang berwarna hijau muda, tempat itu milik Petapa Perbatasan Selatan. Seorang kakek tua dengan janggut panjang. Di kerajaan kecilnya itu, dia juga punya kolam ajaib yang bisa melihat situasi lain di luar kerajaannya. Di sanalah, para kuda yang kelelahan dan Aravis yang kesakitan diobati. Namun, petapa memberi tugas khusus pada Sastha untuk segera menemui Raja Lune. Sastha pun melaksanakan perintah, dan akhirnya dia bertemu Raja Lune yang sangat senang melihat Sastha, dia menganggap Sastha adalah anaknya atau Pangen Corin. Sastha pun memberi tahu Raja Lune terkait ide busuk Rabadash, tanpa membuang waktu, dia melakukan perlindungan terhadap istana, menutup benteng perbatasan, dan memberikan Sastha kuda perang lain, yang sayangnya tak bisa dia gunakan dengan baik karena dia tak bisa menggunakan tali kekang kuda.
Petapa memberikannya peta, tapi di suatu titik, dia sampai di dua persimpangan, dan bingung harus ke kiri dan ke kanan. Di persimpangan itu, Sastha juga mendengar pasukan Rabadash mendekat. Akhirnya, dia memilih jalur aman, belok ke kanan dan menunggu, tapi ternyata Rabadash belok kiri. Namun, Sastha melanjutkan perjalanan ke kanan, semakin melewati dataran tinggi serupa pegunungan hingga dia tak bisa melihat cahaya lagi. Di kegelapan itulah, Aslan kembali menemuinya, dia menemani dan menguatkan Sastha. Jalan yang ditempuh Sastha ternyata adalah perjalanan menuju Narnia.
Sementara, perang pun dimulai. Sastha, entah lewat mana, tiba-tiba bertemu Raja Lune dan Pangeran Corin. Mereka pun ikut berperang melawan 200-an kuda pasukan Rabadash. Meskipun dua pangeran itu sudah dilarang untuk jangan ikut perang, mereka masih anak-anak dan akan mati konyol, tapi Pangeran Corin yang kelas kepala keukeuh ikut. Akhirnya, ikutlah keduanya tanpa sepengetahuan Raja Lune. Di sisi lain, Aravis, Bree, dan Hwin melihat pertarungan tersebut melalui kolam ajaib milik petapa. Di sanalah petapa menceritakan bagaimana konyolnya Sastha yang tak mengerti sedikit pun tentang perang, sementara Corin sebaliknya, dia sangat sembrono menggunakan darah mudanya untuk ikut melawan. Perang pun terjadi, cukup besar, pintar sekali CS Lewis bercerita, dan prang dimenangkan oleh Anvard.
Paling konyolnya, Rabadash pakaian perangnya nyangkut di sebuah tiang, dirinya pun ikut nyangkut seperti anak kecil pakai pakaian kekecilan dan menjadi bahan tertawaan. Dalam situasi seperti itu pun, Rabadash masih mengumpat-umpat, benar-benar tak tahu malu.
![]() |
| Raja Lune dan pasukannya |
Usai mengetahui itu, Sastha pun sudah menduganya sejak awal, karena dia mirip dengan Corin. Lalu, dia menjemput Aravis, Bree, dan Hwin di rumah petapa. Mereka diajak ke kerajaan Anvard. Di sana, Rabadash menjalani hukuman. Aslan mengkutuknya jadi keledai, dan kutukan itu akan kembali jika dia pergi ke kuil utama Tash. Namun, ketika dia keluar sekitar 14 kilometer dari Tash, kutukannya akan kembali, dan kutukan kedua itu tak bisa mengembalikan dirinya lagi jadi manusia. Rabadash pun akhirnya insaf dan menjadi Tisroc selanjutnya yang menjaga kedamaian. Meski di punggung yang lain, di buku-buku sejarah masyarakat Calormen, Rabadash adalah raja yang konyol.
Akhir yang indah pun terjadi di kerajaan Anvard. Raja Lune mendidik Pangeran Cor dengan berbagai didikan anak raja yang belum dipelajari Sastha (eh, Cor sebelumnya). Raja Lune juga menunjuk Cor untuk menggantikan posisinya, meski awalnya Cor menilai justru Corin-lah yang tepat menggantikan Raja Lune. Namun, Raja Lune berpendapat, Cor lebih pantas, karena dia lebih bijaksana, lebih baik, dan tak nakal serta menggebut-gebu seperti Corin. Cor juga lebih tua daripada Corin. Aravis juga tinggal di kerajaan itu, dia menemani Ratu Lucy. Setelah dewasa, akhirnya Cor dan Aravis menikah, mereka memiliki anak, dan menjadi Raja dan Ratu Kerajaan Anvard. Buku ditutup dengan manis.
Buku ini jujur paling banyak quotes-nya dibanding dua seri sebelumnya. Kutipan yang kusuka salah satunya, "Jika kau melakukan satu perbuatan baik, imbalan perbuatan itu biasanya adalah kau harus siap melakukan tindakan lain yang lebih berat dan lebih baik." (hal. 203) Inilah yang berulang kali dilakukan Sastha, bukan dengan kata-katanya, tapi lewat perbuatannya.

.jpeg)
.jpeg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar