Kamis, 15 Mei 2025

Rangkuman Buku "Menindjau Masalah Koperasi" karya Moh. Hatta

Koperasi - Moh. Hatta
Judul: Menindjau Masalah Koperasi | Penulis: Mohammad Hatta | Tahun: 1954| Penerbit: P.T. Pembangunan Djakarta | Jumlah halaman: 128 hal | Perangkum: Isma Swastiningrum

Berikut rangkuman yang saya buat dari buku Hatta yang sangat keren ini, yang saya kira perlu dibaca oleh mereka yang peduli dengan kemajuan diri, keluarga, dan bangsa, tak sekadar dibaca oleh anggota koperasi, para aktivis koperasi, dan mereka yang peduli dengan koperasi.

1. Kooperasi di Indonesia

“Ko-operasi berasal dari kata-kata "ko" yang artinya "bersama", dan "operasi" yaitu "bekerdja". Koperasi berarti sama-sama bekerja. Perkumpulan yang diberi nama Kooperasi adalah perkumpulan kerja sama dalam mencapai sesuatu tujuan.” (p. 1) Semua sama kerja untuk capai tujuan bersama.

Hatta membagi koperasi jadi dua: koperasi sosial dan koperasi ekonomi. Di mana sosial lebih tua, dan Indonesia banget, dengan dasar tolong menolong. Yang dibantu tak hanya urusan umum, tapi juga urusan pribadi (bajak sawah, membuat rumah, mengantar jenazah ke kubur). Di sini tak ada perhitungan ekonomi yang teliti dan tak berdasar prinsip ekonomi “mendapatkan untung sebesar2nya dengan modal sekecil2nya.”

Koperasi ekonomi di sini merupakan respons dari zaman baru yang muncul dari abad ke-10 ke abad 20. Tujuannya: memperbaiki mereka yang berekonomi lemah secara bersama-sama. "Kerja sama adalah dasar koperasi ekonomi, sebab itu rasa solidaritet mesti ada padanya." Untuk memperbaiki dasar keperluan hidup bersama, kupikir ini juga terjadi pada koperasi perumahan. Selain rasa solidaritet, koperasi ekonomi juga mengenali "individualitet". Sebab kata Hatta, "Hanya anggota yang sadar akan harga dirinya dapat bertindak, dengan memberi harapan, untuk mencapai dan membela kepentingan bersama." Koperasi sosial bisa berdiri dari solidaritas saja, tapi koperasi ekonomi harus berdasar sendi solidaritas dan individualitas.

Koperasi juga sudah ada di tingkat desa, dan kualitas ini sudah ada di masyarakat desa. Tantangannya di sinilah adalah bagaimana memberikan pendidikan kepada rakyat yang tak mudah menerima dan berlainan dengan kebiasaan.  "Pendidikan ini diberikan dengan contoh yang menunjukkan koperasi, diberikan oleh pemimpin yang mempunyai idealisme yang sehat, yang dapat memikat kepercayaan rakyat." (p.4) Hatta juga bilang, tanpa idealisme, tak ada koperasi.

Koperasi juga perlu diberikan pada anak muda, yang perlu pelajaran sejarah dan ilmu. Sejarah di sini setidaknya memberikan gambaran tentang perkembangan bangsa2 di dunia. Sementara ilmu bumi, bisa dipelajari dengan mudah terkait tempat kediaman manusia. "Manusialah yang dikemukakan, dalam persebarannya dalam tempat di atas bumi ini." (p. 5) Perhitungan juga begitu, harus dihubungkan dalam penghidupan, termasuk cerita-cerita tentang koperasi perumahan yang menarik hati.

Menciptakan buku2 yang serupa itu adalah tugas Kementerian Pendidikan, karena tak semua pengarang bisa mengerjakannya. Pengarang perlu punya konsepsi yang nyata tentang pendidikan masyarakat dan pandai mengarang dengan bahasa yang mudah dan menarik hati. Tak hanya enak di baca balita, tapi juga dewasa.

Sejarah koperasi di Indonesia berawal dari kota kecil di Purwokerto tahun 1896. Saat itu didirikan "Hulp-en Spaarbank" (Bank Bantu dan Simpanan) yang bertujuan menjaga kepentingan pegawai negeri agar lepas dari riba. Awalnya ini memang bukan koperasi, tapi kemudian menggerakkan asisten residen, salah satunya De Wolf van Westerrode yang menganjurkan pembangunan rangkaian koperasi kredit guna orang tani sekeresidenan Banyumas. Kredit tani ini sebagai kepanjangan dari tipe Bank Raiffeisen di Jerman.

Dari Hulp-en Spaarbank di Purwokerto kemudian menjadi Poerwokertosche Hulp, Spaar-en Landbouwcredietbank". Serentak dengan itu, di seluruh daerah Banyumas juga didirikan 250 buah lumbung desa, yang memberikan kredit berupa padi. Bersebelahan dengan lumbung desa, didirikan bank desa, yang memberi kredit uang. Dari Bank Purwokerto tersebut, didirikan Bank2 Kredit Rakyat di seluruh Jawa dan Madura. Awalnya bank2 ini bekerja di bawah pemerintah, pada 1934, bank2 itu disatukan jadi "Algemeene Volkscredietbank" yang punya banyak cabang di seluruh Indonesia.

Dalam perkembangannya, Algemeene Volkscredietbank (Bank Rakyat) menyimpang dari apa yang diciptakan De Wolff van Westrrode. Dari koperasi rani tipe Raiffeisen, berkembang jadi Bank Rakyat tanpa bentuk koperasi. Di mana modal perusahaan terus ditumpuk dari keuntungan yang dipungut dari usaha kredit ke rakyat. Bank Rakyat ini kemudian disebut sekarang sebagai Bank Negara Indonesia (BNI) yang memberi kredit dagang. Dia punya dua corak kredit: kredit rakyat dan kredit dagang, yang tak bisa disatukan, dan harus pisah sama sekali ke dalam dua bank. Satu Bank (Kredit) Rakyat dan satu Bank Dagang, yang sama-sama dimiliki pemerintah.

Di antara Bank Rakyat dengan modal puluhan juta, hadir juga bank koperasi kecil-kecil dengan modal ribuan rupiah saja. Bank koperasi ini juga semakin bertambah dan diakui di dunia internasional. Menariknya di sini, Hatta punya data dari tahun, jumlah koperasi, jumlah anggota, simpanan anggota dan titipan, hingga cadangan anggaran yang dimiliki. Situasi Kemerdekaan cukup mempengaruhi kesadaran ekonomi rakyat dan berjalannya koperasi.

Perkembangan koperasi di Indonesia juga sejalan dengan kemajuan pergerakan nasional. Sebelum muncul Boedi Oetomo (1908), saat itu belum ada cita-cita koperasi. Saat itu yang ada adalah bank ciptaan pegawai Belanda dan sistem Hindia Belanda. "Pergerakan nasionallah yang mendorong perkembangan kooperasi." (p. 9) IS: kalau begitu ceritanya, perkembangan gerakan rakyat yang seperti apa yang mempengaruhi gerakan koperasi? Pergerakan nasional ini untuk perbaikan nasib rakyat, dan bab pendidikan dan ekonomi adalah pasal2 terpentingnya. Pergerakan itu dari B.O., N.I.P, SI, PKI, Pasundan, PNI, Indonesiache Studieclub Surabaja, Partindo, PNI Baru, Parindra, dll. Bahkan Taman Siswa diridikan dengan dasar selfhelp (tolong diri sendiri). "Rakyat yang lemah ekonominya tak akan dapat membentuk negara yang kuat." "...pengadjaran dan perekonomian menjadi pasal yang terutama bagi segala partai disebelah tuntutan politik." (p. 10)

Di sini Hatta mengingatkan, perekonomian rakyat yang lemah dan tertindas, tak bisa bangun bila tetap sendiri2 atau memakai bangun perusahaan berbentuk firma, PT, kongsi, dan berbagai bangunan kapitalis. "Memang beberapa ratus orang yang kuat bertindak dapat memilih bangunan itu. Akan tetapi, bagi rakyat yang banyak, bangunan seperti itu tidak terpakai. Bangun perekonomian yang sesuai dengan keadaan rakyat ialah koperasi. Maka karena itu pergerakan nasional, dari semulanya kuat sekali menganjurkan koperasi." (p. 10)

Saat ini yang paling banyak di Indonesia berupa koperasi kredit, dengan jumlah terbanyak, dari golongan rakyat usaha kerajinan. Sementara di daerah pertanian, kebanyakan ada koperasi penjual. Di sini, koperasi untuk membeli bersama bahan dan alat yang diperlukan untuk produksi masih sangat kurang. Padahal, koperasi sejenis inilah yang perlu jadi sendi sesuai UUD Pasal 38 (sekarang UUD Pasal 33)

Sementara itu, "Koperasi Konsumsi" yang sekarang banyak itu didirikan mula-mula atas anjuran pergerakan politik. Koperasi ini banyak jatuh karena hidupnya tak subur. Meskipun menguntungkan karena yang dijual adalah sembako (murah karena dibeli dalam jumlah banyak), tetapi akan sulit menghadapi persaingan dari warung-warung yang sudah ada, yang punya kedudukan yang kuat dalam masyarakat. Warung2 itu menjual dengan harga lebih rendah daripada koperasi, akhirnya koperasi rugi dan runtuh. Setelah ini terjadi, warung kembali menaikkan harga mereka.

Koperasi konsumsi juga kalah dengan warung dalam hal: pengalaman, kepandaian mencari barang, mengadakan persiapan yang lengkap dan meninjau keperluan orang banyak di masa depan. Koperasi juga kalah dalam persiapan modal. Jika kurang solidaritas, maka koperasi tak bisa berkembang.

Kakek Prabowo, Margono Djojohadikoesoemo juga mengatakan, penyebab dari jatuhnya koperasi konsumsi adalah sistem kredit. Warung memberi kesempatan untuk "ngebon", yang dibayar habis bulan. Sementara "bon" tidak ada dalam koperasi, beli kontan, jual kontan. Karena tak punya uang, mereka pun terperdaya dengan sistem bon, tak setia pada koperasi, dan pergi ke warung. Tantangan ini perlu di-address benar jika ingin mengembangkan koperasi. "Orang harus sabar dan sedia berkurban untuk menumbuhkan koperasinya, yang akan mendatangkan manfaat dan bahagia di kemudian hari." (p. 12-13).

Koperasi konsumsi sebagai organisasi orang kecil dan lemah ekonominya tentu kalah dengan warung dan toko dalam segala-galanya. Sehingga koperasi perlu diperkuat, seperti gerakan koperasi konsumsi di Inggris, dengan modal 27 Euro, jadi gerakan yang punya toko di seluruh negeri dengan modal berpuluh juta Euro. Selain tiga jenis koperasi yang dijelaskan Hatta: (a) koperasi kredit, (b) koperasi produksi, (c) koperasi konsumsi; muncul juga (d) koperasi pembangunan rumah, (e) koperasi pembebasan utang, (f) koperasi lumbung. Koperasi perumahan sendiri timbul di kota-kota besar, dianjurkan pada kalangan PNS. Meskipun koperasi ini tak memberikan banyak hasil karena ekonomi PNS sendiri yang seret.

Di sisi lain, koperasi pembebasan utang dan koperasi lumbung didirikan untuk orang tani, untuk melepas dari riba dan ijon. Dalam kondisi ini, banyak petani yang menggadaikan sawah dan hasil panen dengan perjanjian berat. Bahkan sebelum buah matang, buah sudah jatuh ke tukang ijon. Margono Djojohadikoesoemo juga bilang, "organisasi koperasi pembebasan utang itu dapat dipandang sebagai suatu corak dari pada koperasi produksi. Yang hendak dibebaskan dari utang ialah orang-orang yang menghasilkan padi atau buah-buahan, yaitu kaum produsen. Jalannya ialah menjual bersama hasil sawah dan kebun dan menahan sebagian dari pada harga penjualan itu sebagai pencicil utang, sehingga hasil usaha mereka tidak lagi jatuh ke tangan pengijon." (p. 14) Ijon adalah perbuatan anti-sosial. (Ijon adalah praktik di mana petani menjual hasil panen sebelum masa panen demi memperoleh dana tunai, baik untuk keperluan pertanian maupun kebutuhan sehari-hari)

Sementara itu, Koperasi Lumbung didirikan dalam wujud yang sama dengan koperasi pembebasan utang, tapi terbatas kepada mereka yang menghasilkan padi saja. Mereka yang ditolong oleh koperasi membayar cicilan utangnya dengan padi, dan padi cicilan itu disimpan dalam sebuah lumbung. Koperasi akan menjual padi itu saat harganya mahal. Anggota yang perlu kredit diberi pinjaman dari uang yang diperoleh dari penjualan padi. Ia membayar kembali utangnya dengan padi.

Sepertinya kamu perlu baca juga Is buku Margono Djojohadikoesoemo berjudul "10 Tahun Kooperasi" (1941). Dia menyebut ada empat macam koperasi lumbung: (1) Lumbung bibit: dengan memperbaiki bibit benih dengan jalan seleksi di bawah kepemilikan Djabatan Penerangan Pertanian, (2) Lumbung kredit: pengganti lumbung desa jadi bank desa yang memberi kredit ke petani, (3) Lumbung ijon: memberantas ijon seperti yang sudah diuraikan, (4) Lumbung pajak: agar orang menyimpan padi pada lumbung tersebut kemudian menjualnya untuk membayar pajak.

Berbagai macam lumbung itu mencerminkan betapa besar guna lumbung bagi perekonomian desa. Ia juga istimewa karena bisa menjaga kelebihan padi untuk masa paceklik. Tiap desa perlu punya lumbung yang dapat memenuhi berbagai keperluan kredit dan pemeliharaan hidup penduduk desa. Pemeliharaan lumbung juga menjadi tugas penting yang diserahkan ke pada otonomi koperasi, di bawah pemilikan pemerintah desa.

Corak koperasi yang dimiliki Indonesia ini juga suatu otensitas sendiri yang tak dimiliki dunia Barat. Koperasi Indonesia masih sangat sosial, penuh gotong royong, jika diukur dengan patokan koperasi dunia Barat. Modal pun tak cuma untuk memperkuat koperasi yang masih lemah, tapi juga untuk amal, seperti mendirikan poliklinik, masjid, anak sunat, anak yatim, anak buruh, beasiswa, dll. Yang jika di dunia nyata, kita bisa melihat, si peminjam untuk mendapatkan dana itu perlu membayar rente yang lebih besar untuk keperluan orang lain (keperluan yang tak bersangkutan dengan koperasi). "Sebab, koperasi terutama gunanya untuk memperkuat ekonomi yang lemah. Pembentukan cadangan cepat-cepat adalah suatu keharusan. Sebab itu belum pada tempatnya koperasi beroyal-royal dengan memberikan amal." (p. 17) Inilah kondisi di Barat.

Adapun di Indonesia, menganggap dirinya bagian dari masyarakat Indonesia yang bertanggung jawab atas keselamatan masyarakat. Sifat sosial masih tebal di Indonesia, mungkin mengurangi efektivitas ekonominya, tapi juga memperkuat kedudukannya di masyarakat. "Djika ditilik betul-betul, koperasi pada dasarnya bukanlah persekutuan orang kecil yang egois, melainkan persekutuan yang membela kepentingan orang kecil umumnya.... Karena itu, segala usaha yang dapat memperbesar minat orang kepada koperasi, sekalipun perbuatan itu semata-mata bersifat sosial, patut dikerjakan." (p. 18)

Hatta menyadari, gerakan koperasi yang terjadi di Indonesia masih jauh dari apa yang dicita-citakan atau tujuan yang besar dari UUD. Koperasi Indonesia masih dianggap berada di permulaan jalan. Namun, yang perlu diapresiasi, gerakan ini sudah tertanam, inisiatif sudah kelihatan, yang diimbangi dengan kemerdekaan politik dan menimbulkan kesanggupan untuk memperbaiki nasib sendiri. Tugas kemudian adalah membimbing pergerakan koperasi sebaik-baiknya menurut susunan dan organisasi yang teratur. "Dalam mencapai keperluan hidupnya, tiap-tiap orang hendaklah menambahkan kemakmuran kepada masyarakat seluruhnya." (p. 19) "Tiap-tiap golongan hendaklah dapat mengambil inisiatif dalam hal menyelenggarakan kepentingan bersama atas dasar: seorang buat semua dan semua buat seorang. Dalam urusan ekonomi, hanya koperasilah yang dapat memenuhi syarat ini, karena pada koperasi tiap-tiap anggotanya ikut serta bekerja atau berbuat dan bertanggung jawab." (p. 19)

2. Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun

Hari Koperasi diperingati setiap 12 Juli. Hatta bertanya, apa gunanya hari peringatan? Bukan dalam rangka menambah banyak hari libur, tetapi untuk menjadi pendorong bekerja lebih giat menuju cita-cita. Hari peringatan juga untuk memandang ke masa depan. Apalagi di situasi Indonesia yang sudah berpuluh2 tahun berjuang menentang imperialisme dan kolonialisme. Ini sebagaimana amanat UUD, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan." Asas kekeluargaan itulah yang disebut koperasi. Kita juga perlu punya cita-cita, karena cita-cita ini jadi pegangan menuju gerbang kemakmuran. Dalam keadaan kurang tersebut, yang terpenting bagaimana mengatasi kekurangan itu sedapat-dapatnya dalam waktu yang singkat. Sebab itu, politik kemakmuran dalam jangka panjang dan pendek memerlukan koordinasi. Tugas utama di sini: menghidupkan dan menumbuhkan semangat koperasi, yang menghendaki waktu, kesabaran, dan keyakinan yang tak goyang.

Realisasi politik kemakmuran jangka pendek disandarkan pada bukti-bukti yang nyata. Persoalan rakyat: kurang makan, kurang pakaian, kurang rumah (dan juga kurang pendidikan). "Tiap-tiap tindakan sewaktu dan sementara itu, dari pihak mana pun juga, yang dapat mengurangkan kekurangan itu, terasa lumayan oleh rakyat." (p. 23) Bagi Hatta, "Perjuangan di dunia bukanlah sikap yang mengelakkan kesukaran dan mencari jalan lari ke alam cita-cita, melainkan tenang dan tegas menghadapi kesukaran itu dengan maksud mengubah realitas itu berangsur-angsur ke jurusan cita-cita kita." (p. 23) Di sisi lain, banyak sekali perusahaan2 yang mengurangi kemakmuran.

Meski, mau tak mau perlu diakui, perusahaan2 (yang menjadi lawan koperasi) itu memberikan andil ekonomi bagi pendapatan bangsa. Selama masih memberikan nilai positif, dia akan sukar diusik kedudukannya. Kecuali negara mampu menciptakan sistem yang lebih baik. Koperasi juga perlu membuktikan kelebihannya dibanding perusahaan2 itu. Kelebihan ini tidak lewat semboyan, tapi praktik. Secara teori cukup dikemukakan, karena dalam koperasi, tak ada majikan dan buruh yang kepentingannya bertentangan. "Pada koperasi yang terutama ialah menyelenggarakan keperluan hidup bersama dengan sebaik-baiknya, bukan mengejar keuntungan seperti pada firma, perseroan anonim dan lain-lainnya itu." (p. 26) YANG PENTING ADALAH MEMBUKTIKANNYA DALAM PRAKTIK.

"Semboyan yang muluk-muluk sudah banyak dihamburkan, demonstrasi sudah banyak dilakukan, tinggal lagi sekarang menyelenggarakan semuanya itu dengan organisasi. Kalau kita akan ambil semboyan juga, ambillah sekarang sebagai semboyan: 'dari demonstrasi ke organisasi.' Organisasi adalah panggal kekuatan. Organisasi yang dibangunkan oleh kapitalisme kolonial hanya dapat kita lawan dengan organisasi pula, yaitu organisasi koperasi." (p. 27) Bukan semboyan tuntutan, tapi semboyan bekerja. Kekuatan koperasi terletak pada sifat persekutuannya yang berdasarkan tolong-menolong serta tanggung jawab bersama.

Hatta menyebut, sisa kolonialisme yang perlu diberantas salah satunya adalah inferioritas kompleks (inferioriteitscomplex) atau rasa rendah diri. Di mana seseorang lari dari perjuangan yang nyata dan lari ke jalan semboyan. Seperti tak minjem itu bagus, tapi malah gak pede sama kapital asing.

Jika dirangkum, ada tiga hal negatif yang perlu diselesaikan: (1) Indonesia dalam bentuk rusak sebagai akibat dari peperangan, pertempuran, dan politik bumi angus. Ini dilakukan oleh gerombolan penjahat dan pengacau. (2) kas yang kosong, tak hanya kosong, bahkan defisit terus selama lima tahun terakhir. (3) Rakyat miskin, sukar mendapat kapital dari rakyat untuk membelanjai pembangunan, yang menjadikan rakyat "een volk van koolies en koolie onder de volken." (sebuah bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa). Rakyat INA diperlakukan layaknya buruh rendahan atau tenaga kerja kasar tanpa nilai kemanusiaan. Dan menggambarkan posisi hina Indonesia dalam pergaulan internasional, bukan bangsa yang merdeka dan bermartabat, tetapi bangsa yang dieksploitasi dan dijajah, dianggap rendah di mata bangsa-bangsa lain.

Bangsa INA golongan bangsa termiskin di dunia. Tahun 1949, pendapatan INA hanya 2.000 juta dollar/tahun, bandingkan dengan USA 217.000 juta dollar/tahun. Kondisi timpang ini harusnya jadi bahan bakar untuk menjadi bangsa yang makmur di masa depan, asal mau bekerja, percaya diri, pandai menggunakan kemerdekaan, dan menjaga jasmani/rohani. Meski situasinya masih sulit, kurang makmur, kekurangan ahli, kurang kemauan, dan "Orang lebih suka malas daripada capek. Lebih suka bersemboyan daripada berjuang." (p. 32)

Dalam Pemikir Siasat Ekonomi tahun 1947 juga ada ide koperasi campuran yang disertai kapital asing, buruh Indonesia, dan pemerintah (IS: ini siasat neoliberalisme gak ya?), meskipun belum bisa karena pekerja, modal, tenaga, dan pimpinannya tak ada.

Hatta punya inisiatif ini dibangun dengan dari yang sederhana, sehingga lambat laut kemajuan akan terjadi secara organik di kalangan ahli koperasi sendiri. "Man's character has been moulded by his everyday work." (Alfref Marshall). Artinya, apa yang kita lakukan setiap hari dalam pekerjaan--cara kita bekerja, lingkungan kerja, serta jenis pekerjaan itu sendiri--secara perlahan membentuk siapa kita sebagai manusia.

Dengan propaganda dan latihan, diperluas dasar untuk berkembangnya koperasi tani, koperasi nelayan, koperasi kerajinan, koperasi perkebunan, koperasi kredit, koperasi pertukangan, koperasi konsumsi, dll. "Koperasi tani bisa kembang jadi koperasi desa, koperasi nelayan jadi koperasi perikanan, koperasi kerajinan jadi koperasi industri, koperasi kredit jadi bank koperasi." (p. 35)

Maka, tugas koperasi menurut tempat, waktu, dan keadaan:

(1) memperbanyak produksi terutama barang dan makanan yang diperlukan sehari-hari oleh rakyat. Perlu ada usaha tak impor beras dari luar negeri.

(2) memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan rakyat. Perbaikan kualitas bisa diusahakan sendiri, karena harga sepatu lokal dan internasional beda jauh meskipun kualitas sama. Koperasi bisa menambah perbaikan kualitas bersama.

(3) memperbaiki distribusi, pembagian barang kepada rakyat. Jangan sampai barang dipermaikan, untuk mendapatkan keuntungan.

(4) memperbaiki harga, yang menguntungkan bagi masyarakat. Koperasi perlu mengadakan perbaikan harga dengan memperimbangkan kepentingan masyarakat.

(5) menyingkirkan penghisapan oleh lintah darat. Melepaskan rakyat dari penghisapan sistem ijon dan riba.

(6) memperkuat pemaduan kapital, dengan mempergiat kemauan menyimpan sebagai kewajiban moril.

(7) memelihara lumbung simpanan padi atau mendorong tiap desa menghidupkan kembali lumbung desa.

Lumbung cukup untuk makanan rakyat dari panen ke panen dan untuk bibit, sehingga paceklik bisa diatasi. "Kelebihan produksi padi di desa dari keperluan konsumsi dari panen ke panen diusahakan oleh koperasi menjualnya di kota atau dibawakan ke daerah lain yang berkekurangan." (p. 39) Di akhir pidato radio Hatta tertanggal 11 Juli 1951 ini, dia melempar pertanyaan, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan". "Kekuatan untuk bekerja terletak pada derasnya darah kebangsaan yang mengalir dalam urat dan tubuh saudara, yang setiap detik memperingatkan saudara kepada pertanyaan: sanggupkah kita memperkokoh perumahan nasional kita?" (p. 40)

3. Amanat Pada Hari Koperasi yang Pertama 12 Juli 1951

Dalam amanatnya di Hari Koperasi pertama, Hatta mengingatkan ulang pembukaan UUD Pasal 38, terkait tujuan menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian "sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan", yang diwujudkan dalam bentuk koperasi. Kerja antara mereka sebagai satu keluarga. Tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, pemimpin dan pekerja, sebagaimana satu orang dalam keluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangga. Meskipun ada pemimpin, tetapi kewajiban untuk menjaga keselamatan koperasi adalah "sama berat". Suburnya koperasi bergantung pada keinsafan dan cita-cita para anggotanya.

Namun, di pidatonya ini, Hatta juga mengingatkan agar tidak lupa pada realitas. Untuk mengubah realitas pahit secara berangsur untuk menuju cita-cita. "Percaya pada diri sendiri beserta gembira bekerja dengan tiada gentar menghadapi kesukaran--itulah pangkal kekuatan membangun masyarakat koperasi." (p. 43) Hatta bilang, membangun koperasi menghendaki latihan jiwa dan didikan diri sendiri, idealisme yang berdasar realitas, percaya pada diri dan tak lupa daratan, berusaha sabar dan yakin. Dia juga mengingatkan lirik lagu Rene de Clerq: "Hanya satu tanah yang bernama Tanah Airku / Ia makmur karena usaha, dan usaha itu ialah usahaku!"

Di sisi lain, pemerintah boleh mengatur dan membuat undang-undang, tapi jika peraturan itu "tidak bunyi" artinya tidak berasal dari kesadaran rakyat sendiri, peraturan itu tidak akan hidup dalam jiwa masyarakat (EUREKA!). Koperasi tidak hidup hanya lewat badan-badan koperasi, tapi juga jiwa ideal anggotanya. Tugas pemerintah di sini yang terberat ada di Pasal 2 dan 3 (Pasal 38): cabang produksi yang menguasai hidup banyak dikuasai negara; serta bumi dan kekayaan alam dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Di sebelah kewajiban pemerintah, juga ada kewajiban rakyat untuk menyempurnakan hidupnya dengan jalan koperasi. Setelah menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat, maka perlu bertanggungjawab atas keselamatan dan kesejahteraan hidup kita di masa mendatang. "Koperasi menghidupkan semangat demokrasi yang sebenarnya, yaitu demokrasi politik-dan-ekonomi-dan-sosial!" (p. 46)

4. Renungan Hari Koperasi ke-II

Tulisan Hatta di sub-bab ini diawali dengan kutipan: "Le Principe de l'entente pour la vie est au moins aussi ancien que celui de la lutte pour la vie, et non seulerment dans la Societe humaine, mais aussi dans toutes les societes animales." (Gromoslav Mladenatz, dalam buku "Historie des doctrines cooperatives") Berarti, “Dasar bersekutu untuk hidup sekurang-kurangnya sama tua dengan dasar berjuang buat hidup, dan tidak saja dalam masyarakat manusia, tapi juga dalam segala persekutuan hewan.“ Artinya, prinsip dasar dalam kehidupan sama tuanya dengan prinsip persaingan/perjuangan untuk hidup. Tak hanya manusia, hewan pun hidup dalam sistem sosial yang menunjukkan kerja sama bukan hanya kompetisi semata.

Hatta menolak pandangan Darwinis atau kapitalis ekstrem bahwa "hanya yang kuat yang akan bertahan". Kerja sama, sama alamiahnya dengan kompetisi, pembangunan masyarakat tak hanya didasarkan pada persaingan bebas, tapi juga semangat saling menolong. Ini selaras dengan prinsip koperasinya Hatta, yang dibangun atas dasar kolektivitas, solidaritas, dan keadilan sosial, bukan semata kompetisi individu. (EUREKA). (IS: Banyak moment Eureka yang aku temukan setelah membaca buku ini, buku yang amat-amat penting bagi setiap aktivis koperasi!)

Kukira, Hatta sangat punya passion yang besar soal koperasi, itu tercermin dari pidato-pidatonya di Hari Koperasi yang tercantum di dalam buku ini. Dia pendukung koperasi yang sangat loyal dan hard core, yang selalu memperbarui semangat mereka yang kehilangan nyala. Sebagai suatu tradisi, koperasi memiliki cita-cita luhur yang bisa membuatnya berumur panjang. Koperasi memiliki cita-cita membangun masyarakat gotong royong, dan koperasi perlu anak tangga naik ke tujuan yang dicita-citakan. Tiap hari ulang tahun koperasi, Hatta berharap gerakan koperasi semakin baik. Dia selalu mengingatkan, dasar koperasi ada dua "usaha bersama" dan "asas kekeluargaan" (seolah semua pekerja adalah anggota famili). Usaha bersama ini memang ada di perusahaan kapitalis (kerja sama antara majikan dan buruh, kerja sama yang timbul karena unsur paksaan, kerja atas dasar kemustian).

Sebagaimana yang dikatakan Werner Sombart, kapitalisme ada kontradiksi yang jelas antara majikan dan buruh, yang keduanya dihubungkan oleh pasar, dengan cita-cita pada keuntungan dan rasionalisasi ekonomi. Kekeluargaan di sini tak ada, dan inilah yang menjadi kekuatan koperasi. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan Franz Staudinger dalam buku "Die Konsumgenossenschaft" bahwa "Koperasi adalah suatu perkumpulan orang yang merdeka keluar masuk, atas dasar hak yang sama dan tanggung jawab yang sama, untuk menjalankan bersama-sama perusahaan ekonomi, yang anggota-anggotanya memberikan jasanya tidak menurut besar modalnya, melainkan menurut kegiatannya bertindak di dalam perusahaan mereka itu." (p. 50) Koperasi sangat demokratis dan lepas sekali dengan kapitalisme. Jalannya adalah jalan auto-aktivitet, saling hidup menghidupi.

Menurut Robert Owen, koperasi juga berdasar pada cita-cita sosialisme. William King juga bilang, koperasi harus mempertinggi moral manusia. Sementara Charles Gide juga mendukung koperasi yang terlepas dari pengaruh politik dan agama. Di sini, masalah yang masih diaddress sampai sekarang, "Bagaimana menyesuaikan secara harmoni, sifat individualisme yang ada pada setiap orang dengan bangunan yang berdasarkan pada solidaritas?" (Isma: Di sini, aku jadi ingin menelusuri lebih jauh terkait sumber pemikiran Hatta terkait koperasi dalam buku ini, lewat tokoh-tokoh yang disebutnya). Adapun isi dan peraturan UU Koperasi tidaklah statis, melainkan dinamis sesuai zaman masyarakat, dan yang tak sesuai masanya perlu diganti. Di bab ini, Hatta juga mengungkap ulang tujuh pasal yang perlu dilaksanakan oleh koperasi. Tujuh hal ini mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

Tugas koperasi kita

Hatta menanyakan, dari tujuh pasal itu, mana yang sudah dilaksanakan? Apa kesulitan yang dihadapi? Di sini Hatta mulai melakukan SWOT. Dan yang terpenting, adakah penyelenggaraan tugas itu merata kepada segala macam koperasi dalam lapangan tujuan kemakmuran dan kesejahteraan hidup? Garis besarnya, rakyat dibagi dalam dua golongan besar: produsen (si penghasil) dan konsumen (si pemakai). Produsen di sini golongan yang langsung menghasilkan produk, seperti petani, nelayan, pengusaha kerajinan, pertukangan, dan industri. Konsumen adalah golongan buruh, yang hidup dari gaji dan upah. Jika mengatur masyarakat atas dasar koperasi, perlu memperhatikan cabang-cabang penghasilan. Indonesia yang kaya, kita perlu menghasilkan sendiri kebutuhan makanan, pakaian, dan perumahan.

Tugas koperasi konsumsi adalah memperbaiki distribusi dan harga bagi kaum yang lemah. Syarat agar koperasi konsumsi kuat adalah "tidak memberi kredit kepada anggota, dan hanya menjual kontan." Sebab, kredit melemahkan koperasi, karena itu modal untuk diputar. Hatta mengingatkan, "Penjualan dengan kredit senantiasa memikat orang membeli lebih dari pada kesanggupannya membayar. Karena itu, ia terjerat oleh hutang." (p. 57). Prinsip koperasi, "beli kontan, jual kontan!". Hatta kembali menyebut teladan koperasi di Rochdale, Inggris, 1843. Hanya dengan 28 poundsterling mereka membangun dunia baru dengan anggota hampir 10 juta. Data ini diambil Hatta dari buku Prof. Bernard Lavergne berjudul "La Revolution Cooperative" (p. 84).

Koperasi kredit juga perlu diperbesar untuk memperbaiki nasib sendiri. Agar rakyat tak tertipu ijon, riba, dan lintah darat. Politik pemerasan adalah corak dari kapitalisme. Koperasi juga tidak boleh jatuh untuk keperluan partai. "Selagi politik adalah medan aktivitas yang membawa perpisahan menurut keyakinan, koperasi adalah medan penghidupan yang menyatukan. Orang yang berlainan paham tentang politik nasional, dapat bersatu dalam usaha koperasi." (p. 61)

5. Amanat pada Hari Koperasi yang ke-II 12 Djuli 1952

Pada tahun 1951, tercatat jumlah koperasi di Indonesia ada 5.790 buah dengan anggota 1 juta lebih sedikit, di antara jumlah penduduk saat itu sekitar 75 juta jiwa. Untuk mengembangkan ini, sebagaimana dikatakan Beatrice Potter dalam buku "The Co-operative Movement in Great Britain", bahwa cita-cita dan pergerakan saling hidup menghidupi. Begitu pun kata Gromoslav Mladenatz, "Dalam sejarah koperasi, cita-cita ada kalanya mendahului pelaksanaannya dan ada kalanya mengikutinya... Cita-cita dan pelaksanaannya berlaku dalam gerakan koperasi dalam keadaan selalu berganti-ganti mempengaruhi dan membuka pikiran." Hatta mengingatkan, koperasi harus hidup dari akarnya sendiri, tak boleh tumbuh pada pohon yang lain sebagai dalu dan pasilan. Kemauan koperasi memang kuat, tapi pahamnya masih kurang mendalam.

Hatta menyebut beberapa fase pembentukan koperasi yang ada di Indonesia, di antaranya, pertama, koperasi majikan yang dimulai dengan pemilik modal yang besar sebagai majikan. Fase kedua, mengembangkan koperasi majikan menjadi koperasi seluruh pekerja yang mengerjakan pokok usaha. Di tulisan ini dia berharap, ke depan pemahaman tentang koperasi semakin mendalam dan meluas.

6. Koperasi Jembatan ke Demokrasi Ekonomi

Dalam awal bab ini, Hatta mengutip sosialis utopis Prancis bernama Charles Fourier, "Nous voulons bâtir un monde où tout le monde soit heureux." ("Kami ingin membangun dunia di mana semua orang hidup bahagia.") Idealisme sosial untuk menciptakan masyarakat utopis, adil, setara, dan membahagiakan untuk semua. Charles Fourier (1772-1837) mengkritik keras kapitalisme dan ketimpangan. Dia membayangkan sistem masyarakat yang disebut “falanstère”: komunitas kolektif yang egaliter, di mana kerja, kesenangan, dan solidaritas menyatu demi kebahagiaan bersama.

Tulisan ini merupakan refleksi Hatta di hari koperasi yang ketiga. Dia menyebut ulang "gerakan menabung sepekan", dia optimis jumlah koperasi bertambah 2000 buah (jadi 7700 buah) pun dengan simpanannya dan jumlah anggotanya 1.180.000 orang. Koperasi berdasarkan "self-help" dan "auto-aktivitet". Bahkan Severin Jorgenson dalam buku Henning Ravnholt "The Danish Co-operative Movement" (p. 10) menyebut, "Kepentingan perkumpulan koperasi yang sebenarnya, yang tak ternilai besarnya ialah... bahwa ia adalah sekolah untuk mendidik diri sendiri bagi anggota-anggotanya. Ia mengajar mereka mengemudikan sendiri dengan bebas perusahaan mereka dan mengajar mereka bersekutu dengan yang lain." (p. 75) Sebagai pembelajaran dari koperasi kuat, Denemarkan (Denmark).

Hatta di sini juga menyinggung psikologi diktator yang mudah tersinggung. Kritik seberapa pun baiknya dianggap merusak prestige, sehingga perlu dibasmi. Apa yang menjadi alat kemudian menjadi tujuan itu sendiri. Sementara kritik dalam demokrasi perlu dipikul oleh rasa tanggung jawab yang dipupuk dalam koperasi. Belajar dari koperasi pertama di Rochdale, 1844, ada lima pokok dasar: (1) perkumpulan koperasi dikemudikan oleh anggotanya sendiri; (2) tiap-tiap anggota mempunyai hak suara yang sama; (3) tiap-tiap orang dapat diterima menjadi anggota koperasi--meski politik berlainan; (4) keuntungan dibagi antara anggota menurut djasa mereka dalam memajukan perkumpulan; (5) satu bagian yang tertentu dari pada keuntungan diuntukkan guna pendidikan.

Di sisi lain, Koperasi Pionir Rochdale juga memuat dasar-dasar moral: (1) tidak boleh dijual dan dikedaikan barang yang palsu; (2) ukuran dan timbangan barang mesti benar dan dijamin; (3) harga barang mesti sama dengan harga pasar setempat; (4) jual-beli dengan kontan, kredit dilarang karena membuat orang membeli jauh dari tenaga belinya. Koperasi mendidik seseorang bersifat sosial dan jujur, dan "pandai menjaga diri dari bujukan ekonomi." (saik)

Hatta juga memuji koperasi di Denermarken yang dijalankan lewat prinsip demokrasi dan menjadi teladan dalam hal gerakan koperasi. Renungan yang Hatta bawa di Hari Koperasi Ketiga, "Sudahkah terdapat dari tahun ke tahun perbaikan kualitas, untuk mendekatkan diri kepada ideal?" Tak hanya renungan filsafat, tapi juga renungan realis perbuatan diri sendiri, terkait halangan, tantangan, dll. Koperasi Denemarken sendiri punya alat lain yang disebut "Sekolah Tinggi Rakyat" (Danske Folkehojskole). Sekolah ini mendidik moril orang biasa untuk mempertinggi budi pekerti, yang insaf dengan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat.

Prof. Dr. A. H. Hollmann menulis terkait Sekolah Tinggi Rakyat itu dengan: "Sekolah ini bernama sekolah tinggi, karena ia mempersoalkan hal-hal yang tinggi-tinggi yang menggerakkan hati bangsa, dan ia bernama sekolah rakyat, karena ia menuju rakyat seluruhnya dan membicarakan hanya soal-soal yang masyarakat rakyat seluruhnya. Tujuannya ialah menimbulkan suatu kebudayaan nasional, yang ke atas dapat meruncing mencapai puncak yang setinggi-tingginya, sesuai dengan sifat manusia, akan tetapi dasarnya serupa dan merata, dan tercapai bagi tiap-tiap orang. Jalan untuk mencapainya itu ialah pendidikan peribudi (persoonlijkheid) manusia, karena hanya di dalam perasaan peribudi yang bebas dapat berkembang keinsafan kebudayaan." (p. 83-84) Di Denmark, koperasi bukan dibentuk karena kemiskinan, tetapi karena rakyatnya sudah sadar akan pentingnya bekerja sama secara adil.

Serupa di Denmark, Hatta berpikir bagaimana kalau kita mendirikan "Balai Pendidikan Rakyat"? Meski dia bilang masih sulit karena koperasi kekurangan kader, tapi dia ingin memulainya dengan permulaan lewat Sekolah Kader. Ini juga membutuhkan sifat setia kawan dan budi pekerti sebagaimana yang disebut Prof. Dr. Ernst Gruenfeld dalam buku "Das Genossenschaftswesen, volkswirtschaftlich und soziologisch betrachtet". Pekerjaan ini meminta waktu dan kehendak untuk dikerjakan sekarang juga. Tak perlu genap (sempurna) dulu, karena dengan perasaan segala genap, tak ada yang akan dibangun. Dasar kita bekerja adalah mencapai perbaikan senantiasa! Segala macam produksi perlu diselenggarakan, baik itu yang besar, sedang, maupun kecil. Karena koperasi dari yang lemah, oleh karena itu dimulai dari produksi yang kecil-kecil.

Di akhir tulisan bab ini, Hatta mengutip buku Bernard Lavergne berjudul "La Revolution Co-operative" (p. 368) bahwa, "cita-cita koperasi berhasil menjatuhkan kepentingan seseorang dengan kepentingan bersama."

7. Amanat Pada Hari Koperasi ke-III 12 Djuli 1953

Hatta di bab ini menunjukkan data kemajuan jumlah koperasi yang meningkat dari tahun 1939 s.d. 1951 sebanyak sepuluh kali lipat. Semangat untuk menyimpan juga meningkat. Prinsip self-help, menolong diri sendiri lebih dulu, lalu membela keperluan hidup bersama. Dia juga menanyakan, sudah adakah koperasi susu, koperasi telur, koperasi sayur, dll?

Hatta tidak memberatkan pada kemampuan modal koperasi, tapi yang disukarkan adalah bagaimana mengadakan organisasinya, menyusun kemauan yang teratur. Dia juga menekankan, majunya koperasi bergantung pada kader pemimpin yang jujur dan cakap, dan kita masih kekurangan. Hatta berinisiatif untuk mengadakan Sekolah Menengah Koperasi yang sederajat dengan SMA. Hatta bilang, "Didikan koperasi harus banyak berdasar kepada humanisme dan pengertian tentang gotong royong dalam sejarahnya dan perkembangannya." (p. 99) Dia menekadkan tekad untuk mendirikan Sekolah Menengah Koperasi.

Sampai Dimanakah Kita?

Dalam bab ini dia mengajukan suatu pertanyaan: Sampai di manakah kita sekarang, dalam membangun Tanah Air kita menurut cita-cita yang tertanam dalam UUD RI? Dia juga bercerita terkait perkembangan pendidikan koperasi, di Jogja telah berdiri Sekolah Menengah Koperasi yang setingkat SMA, yang biaya mulanya ditanggung oleh Koperasi Batik Indonesia. Juga di Jakarta dekat Pasar Minggu ada Gedung Pendidikan Koperasi atas inisiatif GKBI. Gedung ini mengadakan kursus pegawai Djawatan Koperasi dan pengurusnya; kursus internasional yang dipimpin ILO, FAO, dan ICA; mengadakan ceramah terkait koperasi. Hatta mengatakan, lebih baik satu sekolah koperasi tapi mutunya baik, daripada banyak tapi mutu rendah dan gak karu-karuan, karena akan rugi biaya, semangat, cita-cita. "Rubuh koperasi, rubuh pula sendi kemakmuran rakyat." (p. 107)

Siapa pun yang memecah persatuan koperasi, karena sentimen politik, ia berdosa terhadap cita-cita negara. Kekuatan koperasi terletak pada usaha bersama dalam suasana kekeluargaan, yang memupuk kesadaran agar harga diri. Partai hanyalah alat, bukan tujuan. Dia juga mengingatkan terkait dasar moril dalam Pancasila. Pengakuan lima dasar itu bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan. Hatta menilai, yang paling berkembang adalah koperasi kredit (simpan-pinjam), dan yang berkembang sedikit sekali adalah koperasi konsumsi. Sampai akhir tahun 1953, ada 1237 koperasi produksi, di antaranya: 700 koperasi pertanian dan hasil hutan, 93 koperasi perikanan, 20 koperasi peternakan, 225 koperasi kerajinan dan perindustrian, dan 199 koperasi produksi yang belum bisa diberi corak yang tepat.

Hatta menyebut kembali koperasi-koperasi di Denmark, Swedia, Finlandia, Belanda, dan Jerman. Terutama di Jerman Barat, ada isu Koperasi Raksasa (Grossgenosssenschaften), koperasi akan hilang sifatnya jika dia berkembang jadi perusahaan besar. Kata Hatta pula, ekspor ada untuk membayar impor, produksi nasional harus direncanakan.

Amanat Pada Hari Koperasi ke-IV 12 Djuli 1954

Di bab ini, Hatta memaparkan data gerakan "Pekan Tabungan Rakyat" dari tahun 1951 hingga 1954, yang jumlahnya terus meningkat. Jangan lupa, jumlah kita banyak, malu sama bangsa asing kalau tak bisa mengerjakan pembentukan kapital. Perlu ada tanda kemauan, "mau hidup" dan "hidup makmur". Ini dimulai dengan gerakan menabung, seperti setiap anak sekolah perlu tabung 6-10 sen tiap minggu. Juga rumah tangga perlu menyimpan Rp1 per minggu, ini bisa mendukung pembentukan kapital, jika diimbangi dengan kesungguhan hati.

"Koperasilah satu-satunya jalan bagi ekonomi yang lemah untuk mencapai kekuatan." (p. 124) Dia juga merinci simpanan pokok, wajib, manasuka, dan bukan anggota. Rakyat yang bersedia menyimpan di sini menunjukkan kesadaran akan hidup dan keluarganya di masa depan. Dia berharap, gerakan menyimpan di koperasi bisa mencapai kemajuan dan mengharumkan nama gerakan Koperasi Indonesia di luar negeri. "Dengan koperasi kita memperkuat moril rakyat kita, mempererat tali persaudaraan sebangsa." (p. 128)

Jakarta, 15 Mei 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar