Selasa, 21 November 2023

Komunitas Seni dan Ekosistemnya

Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyelenggarakan diskusi #9 bertema "Komunitas Seni sebagai Dasar Ekosistem Seni", di Ruang Teater Wahyu Sihombing, Selasa (21/11/2023). Narasumber di antaranya: Ajeng Nurul Aini (Manager Ruangrupa), Ezra Simanjuntak (Zi Factor, The Rock Campus, Potlot), Helvy Tiana Rosa (Sastrawan, Akademisi, dan Pendiri Forum Lingkar Pena), dan Imam Hadi Purnomo (Sekretaris Dinas Kebudayaan). Juga dimoderatori oleh Sihar Ramses Sakti (Penulis, Pengajar).

Helvy bercerita terkait pengalaman menerbitkan bukunya pertama di usia 27 tahun. Dia mengaku memulai dari alif, tapi punya keinginan untuk memberi ilmu bagi orang dhuafa, lalu terbentuklah Forum Lingkar Pena. Lalu dia membuat majalah Annida. Adiknya Asma Nadia jadi murid pertamanya dan itu sukses. "Dia lebih kaya dari saya," katanya sambil tertawa.

Konsen Helvy sejak 2002 ingin membentuk FLP Hongkong untuk buruh migran. Perjuangan, nulis dapat honor, dan berangkat. Juga ada FLP di Belanda dan Mesir. Di Mesir melahirkan Habiburrahman El Shyrazi. Di FLP Jakarta ada A Fuadi.

Komunitas bisa pecah karena tiga hal. Pertama, uang. Kedua, idelogi, FLP menulis untuk mencerahkan. Di Bali bahkan ada FLP Hindu. Ketiga, karena pilihan politik.

20 tahun  FLP masih berjalan. Sekarang tata kelola lebih baik. Dulu banyak anak jalanan, sekarang sudah baik. Dulu 79, Helvy ngamen pertama di TIM. Ketemu Ramadhan KH dan Rendra. "Kau akan menemukan jalannya, meski tak punya uang."

Narasumber kedua, Ezra Simanjuntak (Zi Factor, The Rock Campus, Potlot) menjelaskan, dia menjelaskan terkait gank potlot yang akhirnya melahirkan band yang sukses, Slank. Juga banyak band yang lahir di Potlot. Dari Gigi, Ungu, Anang, dll. Karena kelewat rock and roll, terjebak di drugs. Tongkrongan pecah. Drugs bisa merubah banyak hal. Kesuksesan nyaris gak ada gunanya. Sisi positifnya, dia mendirikan independen label, untuk ngebuktiin kalau ini bisa (walau banyak mabuknya). Bukan cari cuan, dll. Dalam setahun bisa bikin 10 hits. Komunitas itu ternyata bisa mempengaruhi banyak orang secara gak sadar.

Cerita kedua terkait komunitas The Rock Kampus, dia harus merasa "give back". Beda dari sebelumnya, dia melakukan ini sendiri. " Indonesia butuh venue-venue yang mendukung original music." Di The Rock Campus sekarang udah 156 episode. Total dia menjalankan 250 lebih acara yang kecil dan besar, tanpa sponsor, "dan gw buka  orang kaya." Masak acara musik yang gak ada sponsor tidak bisa jalan. Bukan itu resepnya. "Daripada teriak marah-marah, mending gw yang lakuin sendiri." Apapun dia lakukan sendiri. Haha.

Bicara komunitas, orang harus jadi "drive". Intinya drivenya apa, motivasi apa, kalau tak ada arah tujuan, itu akan lepas. Bicara giving back juga komunitas gitar, GTS (Gitaris Teman Semua), syarat harus ketemu. Juga ada 50 gitaris nasional, Budjana, Tohpati, Eross, dll, ada yang bergerak untuk charity. Mereka melakukan empat konser charity dan dapat 8 miliar. Misal untuk banjir bandang Manado, 1.8 m didonasikan.

Komunitas punya pertanggungjawaban sosial, bahkan apa adanya. Bicara ekosistem, fungsinya macam-macam. Di musik reach beda dengan lukisan, ada humanitarian aspects. Ada temannya mendirikan Animals Defender, dan bisa berhasil.

Pembicara terakhir ada Imam Hadi Purnomo. Di Jakarta 1.112 komunitas dari tradisi dan kontemporer, yang terbanyak sanggar seni. Komunitas ini merata di lima kota, paling banyak di Jaksel, Jaktim, dan dari sifatnya unik. Peran komunitas dalam kesenian luar biasa. Ada yang umurnya lebih dari 90 tahun, Ms. Cicih.

Di semua komunitas harus ada yang menggerakkan, yang menjadi katalis, ada ratu lebah yang itu tidak mudah. Kalau ratu lebah lelah, anggotanya bubar. Ini yang menurutnya perlu digeneralisasi. "Kita butuh keberadaan komunitas, bagaimana mengembangkan kesenian di Jakarta."

Ramses berharap tiap daerah punya komunitas dia sendiri. 



Tanggapan dan tanya Jawab:

Jati: Sekian entitas butuh ekosistem, tapi ngomongnya ya itu-itu aja, yang sukses. Bicara musik sebagai pengejawantahan akal budi dengan berbagai genre, di sisi lain dia juga tempat cari nafkah. Tapi di tingkat regulasi juga ada sanggar musik tapi dipaksa jadi sanggar tari. Musisi bisa berserikat untuk jadi agent pressure, dan berlaku untuk semua genre.

Remi, Dapur Sastra Jakarta: Dari dulu berontak dewan kesenian, dan dibawa ke Forum Meja Panjang. Apa yang ingin diterapkan dalam ekosistem? Apa konsep dasar komunitas?

Erna, Politeknik Negeri Jakarta: Gimana cara mempertahankan komunitas dari empat hal dari Helvy dan Ezra? Khususnya untuk generasi millenial. Tanpa keberanian tak hadir komunitas.

Ezra menjawab, banyak anak band yang belum ngerti Union, di US escape udah ke regulasi dan hukum untuk industri musik. Entah sosialisasi belum sampai, di Indonesia itu ketinggalan dengan US itu 50 tahun lebih, butuh proses. Stakeholders gak tahu ini itu fungsinya apa. Apapun dulu yang berhadapan dengan major labels, dia akan dihantam balik. Sekarang udah beda. Di US tiap sesi dan jam juga ada patokan berapa, kalau dia sebagai profesi.

Juga kata Ezra, generasi sekarang overthinking, generasinya gak mikir sama sekali. "Gak segitunya, emang ngadepin apa? Lu emang perang? Kayak logo Nike, just do it." Untuk bikin komunitas jangan bikin formulir dll. Sama kayak belajar gitar,  udah mikir manggung pakai apa, itu kejauhan! Dulu dari Fisika belajar gitar, Fisikanya ke laut. Gak terlalu mikir konsekuensi. "Just do it lah."

Helvy menjawab, FLP dapat uang kelihatan setelah 5-10 tahun, tapi yang baik, banyak anggota FLP memberdayakan yang lain. Ini dampak yang baik. Asma dan suami bikin KBMF yang dalam sebulan penghasilan 50-100 juta. FLP juga ada sastra untuk kemanusiaan, ada komisi untuk Palestina. Kita gak harus mendirikan komunitas, tapi juga bisa ikut komunitas. "Mental kita yang harus dipersiapkan untuk buat atau ikut komunitas."

Ajeng menjawab, di komunitas dia ada fixer mencoba riset komunitas 10 tahun terakhir. Melibatkan 21 komunitas seluruh Indonesia, bagaimana kabarnya? Ternyata ada yang berhenti dan buat sesuatu yang baru. Banyak orang-orang yang justru menghidupkan komunitasnya. Namun juga punya side job dia sendiri. "Ada kebutuhannya gak sih untuk ngawali semuanya, ketika ingin berkolektif."

SESI II:

Abdul Rohim, komunitas Koran Merdeka: Jumlah komunitas sekarang mengalami kemunduran, dulu 3000 lebih. Kenapa?

Elha: Bunda, gimana caranya buat join. Misi sastra senja gimana, mereka punya definisi sendiri tentang quote.

Nalima Belvana: Bagaimana regenerasi seni di miskin ini bisa tumbuh? Harus militan terus, susah terus. Realistis, bagaimana 5.000 itu bisa bertahan untuk seminggu.

Anton: Komunitas seni itu apa? Di TIM ada seni hiburan dan seni kreatif.



Isma: Generasi sakit hati orang-orang tua di TIM banyak ya, haha.

Imam menjawab, yang 1.112 itu by name by address yang verified. Tapi yang gak juga banyak. Termasuk Covid-19 juga mempengaruhi.

Ezra: Beberapa nada lu ajaib. Terusin, ada beberapa nada. Lu bisa jadi performance. Gw tahu kesempatan itu selalu ada, dan Tuhan pasti ngasi jalan. Misal cat minyak, jangan jadiin sesuatu alasan, nunggu orang lain bantu lu. Tuhan gak pernah nutup jalan, terima nasib lu, ketika hidup ngasi beberapa tantangan, itu cara jadiin lu orang yang kuat. "You know, jangan buat alasan nunggu orang lain bantuin lu. Tuhan gak pernah nutup jalan buat semua masalah lu."

Helvy selalu merasa dirinya kaya. Dia lebih kaya kalau bisa bantu banyak orang. Dia memotivasi dirinya, bakat itu 10 persen, 90 persen latihan. Asma Nadia punya 14 macam penyakit, tapi dia memastikan tiap hari bisa baca 5-10 buku. Perlakuan buku seperti anakmu sendiri. Gak boleh terlipat. Buku Helvy, pipi ini terkait memoirnya. Untuk jadi penulis cuma baca dan nulis banyak-banyak. "Ketulusan dan tekat yang kuat."

Ajeng menjawab, banyak bahasan terkait generasi dan regenerasi. Harus ada yang buat ngobrol bareng. Ngomongin miskin juga menarik, Om Leo proud dengan kemiskinannya. Orang miskin itu yang punya banyak akal.

Ramses: tidak ada kerja keras yang mengkhianati hasil. Kita rayakan komunitas seni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar