Jumat, 09 Oktober 2020

Problematika Draft Omnibus Law Ciptaker

Melambatnya pertumbuhan ekonomi (dalam 5 tahun terakhir) yang hanya mencapai 5% per tahun membutuhkan strategi khusus untuk meningkatkannya. Dibutuhkan strategi baru yang bisa mengakomodasi lebih dari 7,05 juta pengangguran. Di mana setiap tahun ada angkatan kerja baru bertambah sebesar 2 juta orang. Ini menjadi prioritas pemerintah untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi berskala nasional.

Pemerintah kemudian mengambil jalur menambah investasi melalui cara reformasi secara legal dalam wujud Omnibus Law Cipta Kerja; yang menyatukan 79 hukum yang berhubungan dengan pajak, investasi, buruh, korporat, serta badan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Agar meningkat, pertumbuhan ekonomi mensyaratkan invesatasi baru sebesar Rp4.800 triliun dengan perkiraan setiap pertumbuhan ekonomi 1% memerlukan investasi sebesar Rp800 triliun. Mencapai ini memerlukan usaha ekstra, salah satu akar masalahya menurut pemerintah tidak terintegrasinya kondisi hukum yang ada guna menciptakan lapangan kerja baru dan melindungai pekerja dengan regulasi peraturan yang menyeluruh. Maka dibuatlah RUU Cipta Kerja. Dalam artikel jurnal ini, Putu dan Shinta ingin menjelaskan kontroversi RUU Ciptaker menggunakan metode legal normatif.

Omnibus sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti “untuk semua” atau “semua untuk satu”. Yaitu menyatukan beberapa hukum yang saling berkaitan menjadi satu; termasuk beberapa hal yang memiliki tujuan yang berbeda atau menyatukan hukum yang memiliki substansi yang sama. Sedangkan hukum diterima secara prinsip legal dan otoritatif menurut yudisial dan aturan administratif.

Pembentukan omnibus law diselesaikan dengan anggapan semua ketentuan material secara langsung atau tidak langsung saling berhubungan, kemudian diatur hukum tersebut menjadi satu. Omnibus ini bukan hal yang baru dalam pembangungan, sejumlah negara menerapkan strategi ini seperti Amerika, Kanada, Irlandia, New Zealand, Australia, Filipina, Vietnam, dan lain-lain dengan konteksnya masing-masing. Di Amerika, omnibus law disebut juga omnibus bill. Aturan ini mendapat pro-kontra, awalnya hanya diterapkan di 4 negara bagian lalu aturan ini mengontrol Amerika Serikat.

Di konteks Indonesia, awalnya, draft Omnibus Law ini bernama Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, berubah jadi RUU Cipta Kerja, yang resmi diajukan ke parlemen pada Rabu, 13 Februari 2020. Hukum yang disatukan bertujuan untuk mengatasi konflik atau tumpang tindih hukum yang ada.

RUU Ciptaker diterapkan dengan harapan hal itu dapat menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas dan memberi perlindungan pada UMKM, serta melindungai ekosistem investasi, “melindungai pekerja”, dan proyek investasi Pemerintah Pusat dan meningkatkan proyek strategis nasional.

Penolakan terhadap RUU ini mayoritas disuarakan oleh serikat buruh Indonesia yang menganggap ini hanya menguntungkan kepentingan pengusaha dan mengabaikan hak-hak buruh. Ada pula yang berpendapat RUU ini memperluas kekuasaan lembaga eksekutif. Isu ini penting untuk didiskusikan, khususnya usaha untuk menyeimbangkan kepentingkan perlindungan pekerja dan kelestarian lingkungan.

Omnibus Law Ciptaker meruakan sepaket reformasi penciptaan kerja dengan dua kebijakan utama: (1) Mendorong pertumbuhan investasi Indonesia melalui kemudahan dan ramah bisnis, meningkatkan persaingan dan penciptaan kerja; (2) Mengembangkan UMKM melalui riset dan inovasi yang dapat bersaing dengan bisnis dunia. Kebijakan utama ini menambah jumlah investasi di Indonesia sehingga menambah jumlah “lapangan kerja”.

Sebelas Kluster

Omnibus Law Ciptaker terdiri dari 15 bab dan 174 pasal yang mengintegrasikan (menggabungkan) 79 hukum. Konten Omnibus Law Ciptaker dibagi ke dalam 11 kluster:

1. Penyederhanaan Izin Bisnis: pemerintah menganggap masalah para aktor bisnis yang ingin memulai bisnisnya di Indonesia adalah soal perizinan, waktu yang lama, dan segala prosedurnya. Tak hanya itu, biayanya pun tinggi, kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kualitas dan ketidakkonsistenan regulasi, serta tingginya angka korupsi. Sehingga Omnibus Law Ciptaker ini menyederhanakan izin bisnis ke dalam empat kategori perizinan: izin lokasi, izin lingkungan, izin bangunan, dan izin sektor/kawasan.

2. Syarat/Keperluan Inestasi: Guna pembangungan ekosistem investasi yang lebih  atraktif dan bersaing, Omnibus Law Ciptaker mengandung ketentuan yang memudahkan. Meliputi: (1) Menentukan  daftar prioritas bisnis yang mendorong investasi; (2) Kriteria daftar prioritas terdiri dari teknologi berteknologi tinggi, investasi besar berbasis digital, dan intensif-kerja; (3) Bidang bisnis tertutup bagi bidang-bidang yang melanggar kepentingan nasional dan konvensi internasional; (4) Bidang bisnis tertutup juga bagi bidang-bidang: judi, kasino, narkotika, bahan kimia untuk persenjataan, industri manufaktur yang menipiskan ozon, penangkapan spesies ikan tertentu, penggunaan/pengambilan karang dari alam; (5) Menghapus kententuan persyaratan investasi dalam UU sektor; (6) Status investasi asing hanya berhubungan dengan pembatasan ekonomi saham asing; (7) Untuk bisnis rintisan, tidak ada pembatasan modal sebesar Rp10 miliar; (8) Untuk aktivitas bisnis yang tergolong UMKM dapat bekerja sama dengan modal asing.

3. Pekerjaan: Dalam sektor perburuhan, revisi dilakukan terhadap UU No. 13/2013. Pasal yang berubah berhubungan dengan upah buruh, pemberhentian kerja, dan masalah perlindungan serta perpanjangan kerja.

4. Kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM dalam menciptakan kerja. UMKM terdiri dari beberapa kriteria yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah. Menggunakan database tunggal sebagai basis pembuatan kebijakan. Database tunggal ini dikoordinir oleh Kementerian Koperasi dan UMKM. Terkait perizinan juga dipermudah, ada insenstif keuangan, dan alokasi dana untuk pemberdayaan.

5. Kemudahan Bisnis: Kemudahan di sini termasuk investasi dapat digunakan sebagai garansi untuk perizinan tinggal; fleksibilitas untuk membuat produk; garansi impor bahan mentah; regulasi dan ketentuan bagi sektor industri; hingga amandemen UU No. 6/2002 yang membahas tentang pendftaran wajib perusahaan.

6. Mendukung Riset dan Inovasi: Analisis dan evaluasi akan dibuat sehubungan dengan riset dan inovasi. Konteksnya untuk melindungi produk inovasi nasional dalam mengontrol kebijakan perdagangan asing.

7. Administrasi Pemerintah: Pemberharuan administrasi pemerintah dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk: presiden sebagai kepala pemerntahan menerapkan semua otoritas pemerintahannya; presiden membentuk Norma Prosedur dan Kriteria Standar yang diterapkan oleh menteri atau pemerintah daerah dengan praktek terbaik; presiden memiliki otoritas membatalkan regulasi wilayah melalui regulasi presidensial; layanan izin dilakukan secara elektronik berdasarkan Norma Prosedur dan Kriteria Standar; dll.

8. Sanksi Kerugian: Sanksi kerugian di sini meliputi pemisahan penerapan sanksi administratif dengan sanksi kriminal; saksi kirimina di bawah ketentuan kode kriminal; sanksi administratif bentuk berupa peringatan, izin pemberhentian, pembatalan izin, dan denda.

9. Akuisisi Lahan: Tanah menjadi isu utama dalam aktivitas bisnis. Kemudahan managemen lahan dibutuhkan untuk menciptakan perkembangan iklim investasi dan penciptaan kerja. Salah satu perubahannya adalah ketentuan UU Perencanaan Spasial. Dan UU Kehutanan.

10. Proyek dan Investasi Pemerintah:  Kluster investasi dan proyek pemerintah termasuk kemudahan yang dilakukan untuk meningkatkan kekuatan ekonomi dan investasi, guna mendukung penciptaan kebijakan strategis. Khususnya mengelola investasi, Pemerintah Pusat bertanggungjawab untuk menyediakan lahan bagi proyek prioritas pemerintah. Jika pemerintah tidak bisa menyediakan lahan, akuisisi lahan dapat dilakukan oleh entitas bisnis.

11. Wilayah Ekonomi: Kluster Zona Ekonomi dibagi ke dalam tiga kluster yang terdiri dari Zona Ekonomi Khusus, Zona Industri, serta Zona Perdagangan dan Pelabuhan Bebas. Fokusnya menghapus gangguan dan meningkatkan investasi melalui penghilangan ketentuan yang berlipat; penambahan sektor yang dapat menginkatkan investasi di semua zona; meningkatkan koordinasi kapasitas Dewan Nasional, dll.

Kontroversi  terkait UU Ciptaker ini, di antaranya: (a) Perubahan omnibus law dianggap dibuat dengan cara yang tidak demokratis, terutama dalam perubahan dan penyatuan pasal. Tidak demokratis dilihat pula bahwa Omnibus Law Ciptaker yang terdiri dari 174 pasal utama dengan norma mendekati 500, memperluas kekuasaan eksekutif (presiden) tanpa melalui diskusi dengan DPR. (2) Omnibus law dianggap menyalahi prinsip keterbukaan. RUU yang dikirim sejak 13 Februari ini tidak dikabarkan oleh website pemerinth atau DPR terkait draft atau naskah akademik RUU-nya sehingga menyalahi keterbukaan. Menyalahi UU No. 12/2011 pula terkait perumusan perundang-undangan. Pembuatannya juga hanya melebitkan para ahli, akademisi tertentu, dan asosiasi bisnis saja tanpa mengikutsertakan komunitas yang terdampak implementasi. (3) Omibus law dianggap tidak dibuat secara sistematis karena banyaknya regulasi yang terlalu disederhanakan. Sedangkan diskusi dengan DPR semestinya dilakukan dalam waktu yang lama, tapi presiden mengingkannya cepat dala waktu 3 bulan.

Aturan Kontroversi

Selain itu, ada beberapa aturan yang kontroversial dan diperdebatkan. Termasuk:

(1) Pemerintah menghapuskan peraturan yang berhubungan dengan hak pekerja. Semisal penambahan jam kerja lebih dari 8 jam sehari; pemberian waktu istirahat dan libur yang lebih pendek (setengah jam istirahat setelah 4 jam bekerja dan bekerja 6 hari selama seminggu; Upah Minimun didapat oleh pekerja yang bekerja 40 jam seminggu, tapi yang kurang dari 40 jam akan dapat upah di bawah minimum. Belum lagi kasus ketika pekerja sakit, hamil, hari keagamaan, dll, yang berdampak pada upah. Juga terkait penentuan upah PHK yang diterima buruh yang berkurang hingga dihilangkan. Untuk perlindungan sosial seperti tabungan dan asuransi pensiun terancam dihilangkan karena tidak ada remunerasi pasti yang berhubungan dengan penentuan jam kerja yang dibayar berdasarkan upah minimum.

(2) Pemerintah menghilangkan sanksi regulasi kanksi kriminal yang melawan pengusaha. Pekerja hanya subjek sanksi administratif jika hak-hak buruh mereka dilanggar.

(3) Pemerintah membuka kesempatan bagi pekerja fleksibel dan memperluas outsourcing, karena konsep Omnibus Law ini berdasar pada fleksibilitas pasar bebas yang mengizinkan adanya kerja tak permanen. Seperti cleaning service, petugas keamanan, transportasi, katering, dan pertambangan.

(4) Pemerintah membuka kesempatan bagi pekerja asing yang tanpa keterampilan untuk masuk. Atas nama pasar bebas dan menarik investor, ketentuan bagi pekerja asing dihilangkan.

(5) Ketentuan UU No. 12/2011 tentang pembuatan perundang-undangan berubah, atas nama kebijakan penciptaan kerja, pemerintah pusat mengamanendem hukum dengan regulasi pemerintah.

(6) Pemerintah membatasi otoritas pemerintah daerah. Omnibus Law Ciptaker menekankan kekuasaan terpusat.

Strategi?

Strategi untuk pengembangan RUU Ciptaker bagi akselerasi pembangunan Indonesia ditawarkan pula oleh para penulis. Usaha penciptaan keras harus diikuti dengan kebijakan yang mengembangkan kualitas sumbe daya manusia sehingga pekerja dapat bersaing dengan kebutuhan dunia (pasar).Juga tidak mengabaikan kepentingan perlindungan buruh, lingkungan, dan komunitas dalam skala besar. Termasuk:

(1) Reorientasi konsep demokrasi ekonomi berdasarkan konstitusi 1945. Prinsip ini berdasar ada filsafat masyarakat Indonesia, dengan menghubungkan para aktor ekonomi dari tingkat atas hingga bawah. Konsep ekonomi liberal kapitalis dapat menjebak Indonesa pada investor asing alih-alih melindungan aset nasional.

(2) Pembuatan hukum harus mengikuti ketentuan hirarki pembuatan secara legislatif. Turunannya yang kurang penting juga dibuat dengan prinsip-prinsip legal.

(3) Draft substansi Omnibus Law harus sesuai dengan kesepakat internasional yang membentuk dunia tanpa kemiskinan, kelaparan, penyediaan air bersih, kesetaraan, dll.

(4) Substansi Omnibus Law tidak membahayakan hak-hak buruh, hak-hak konsumen, membahayakan lingkungan, memarjinalkan masyarakat lokal, dll.

Samawati, Putu and Sari, Shinta Paramita. (2020). Problematic of The Draft of Omnibus Law On Job Creation in Indonesian. Journal of Xi’an University of Architecture & Technology, 12(3), 3892-3906.

Selengkapnya: http://www.xajzkjdx.cn/gallery/344-mar2020.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar