Rabu, 14 April 2021

Aspek Kerja, Karya, dan Tindakan pada Pekerja Lepas

1938, Bertrand Russell pernah bilang, masalah kerja akan diselesaikan oleh tiap-tiap generasi dengan alat (teknologinya) sendiri-sendiri. Berbeda dengan cara pandang Russel, penelitian yang dilakukan oleh Hoedemaekers ini menggunakan konseptualisasi dari Hannah Arendt terkait The Human Condition pada pekerja lepas (freelancer). Riset kualitatif ini diambil dari tiga negara: UK, Jerman, dan Belanda dengan jumlah wawancara sebanyak 30 (18 perempuan, 12 laki-laki) yang rata-rata berumur 30-45 tahun. Peneliti menganalisa studi kasus dari pekerja freelancer melalui gagasan mereka terkait karya (labour), kerja (work), dan tindakan (action).

Arendt membedakan aktivitas manusia menjadi tiga hal (vita activa): labour, work, dan action. Labour (karya) berkaitan dengan reproduksi kehidupan, keinginan bertahan hidup, dan berkaitan dengan kebutuhan biologis. Seperti dalam rumah tangga, berburu, menamam, menyiapkan makan, dan sebagian besar dianggap sebagai aktivitas domestik. Labour menyesuaiakn ritme biologis tubuh. Hasilnya cepat dinikmati. Manusia sebagai animal laboran. Sedang work (kerja) merupakan suatu aktivitas dengan tujuan membangun dunia, proses perbuatan objek yang berguna, dan aktualisasi diri sebagai homo faber, menciptakan sesuatu untuk mempermudah dirinya dan bersifat instrumentalis, seperti aktivitas menulis, dll, berasosiai dengan pengkaryaan. Dan action (tindakan) yang merupakan ekspresi dari ruang publik, yang bangkit, bergerak, dan dikomunikasikan bersama.  Action ini yang melahirkan suatu natalitas. Dia masuk dalam lingkup kehidupan publik, komunitas, dan politik. Tindakan menjadi aspek tertinggi dalam kehidupan manusia.

Di sisi lain, salah satu aspek kunci dari kerja freelance adalah jaringan yang diciptakan dari koneksi dan klien potensial. Inilah bahan bakar modal sosial yang menciptakan hubungan kerja yang stabil. Lalu aspek penting lainnya adalah co-working yang merujuk pada pekerja mandiri yang saling berbagi ruang fisik dan fungsi sosial mereka. Standworth dan Standworth (1995) mengklasifikasikan freelancer menjadi beberapa kelompok: pengungsi (karena mereka tak punya ruangan untuk kerja), misionaris (menjadi freelance karena pilihan), dan trade-offs (freelance karena keadaan di luar kerja). Lalu Fraser dan Gold (2001) menambahnya jadi empat, yang keluar dari kerja freelance tapi masih tetap di sana karena pilihan.

Yang saya tangkap dari jurnal ini, antara karya, kerja, dan tindakan dalam pekerjaan freelance jadi sangat blur (samar). Sebab satu orang bisa bekerja, berkarya, dan bertindak banyak hal sekaligus. Di satu sisi mereka harus membangun portofolio, reputasi, dan jaringan yang kuat dalam lingkaran mereka. Meski yang kadang mengenaskan, misal digaji 100 euro, uang itu kadang habis hanya untuk kebutuhan "relasi"-nya saja. Mengingat, relasi menjadi kunci dari semua pekerjaan freelance.  

Kutipan:

"Labour is bound by its cyclicality and work by its linearity, but action has the capacity for natality, giving birth to new forms of life. It is also the realm in which human beings can generate a sense of being together, outside of the binding strictures of consumption or production, given that what defines action is its abandonment of utilitarianism in favour of a search for meaning."

“To present their labour power in the marketplace, freelance workers rely on having and maintaining both a strong portfolio and a good reputation. To obtain these, they navigate different fundamental human activities with contrasting underlying ends. Presenting oneself clearly in the market involves deeper underlying ends of subsistence, fabrication and community.”

Hoedemaekers, Casper. (2020) ‘Selling themselves’ conceptualising key features of freelance work experience. Culture and Organization, 1-20.

Sumber: https://doi.org/10.1080/14759551.2020.1833206

Tidak ada komentar:

Posting Komentar