Minggu, 13 Juli 2014

Bukber Bareng Ayah Pidi Baiq di Halaman KR 2014

Sekitar jam setengah empat aku main ke Sanggar Teater Eska. Aku dapat info dari mas Sabiq ada akustikan Ayah Pidi Baiq di halaman Kedaulatan Rakyat (KR) sekaligus buka bersama dengan orang ikhlas se-Jogja. Mas Sabiq bilang di SMS kalau mau on foot kesananya. Yang ikut ternyata banyak, ada satu anak Eska cewek yang baru kukenal bernama mbak Sayu naik sepeda motor. UIN – KR lumayan jauh juga sih, trus aku diajak boncengan sama dia. Nggak jadi on foot deh, haha, meski yang  on foot (mas Sabiq dan Eska’s family) banyak juga.

Pas sampai di KR, wah, kejutan banget. Ada seseorang yang pengen aku temui di UIN, aku temui disini, wajahnya ku kenal sekali. Ya, teman FB yang inspiratif, tapi aku tak berani meyapanya. Setelah belasan bulan lamanya, baru lihat sore ini. Ia datang bersama temannya yang sesama penulis, yang bikin ngiri temannya itu datang kesana bawa buku dan masih nyempetin baca buku. Lelucon Jogja-nya, bajigur…

Aku sama mbak Sayu duduk di belakang (nggak jauh dari teman FB-ku itu. Ya, semoga dia tak mengenalku, tapi aku ragu) karena nggak bawa ta’jil buat buka akhirnya kita nyari mart terdekat buat beli minuman. Usai nyari minum kita balik ke depan KR, dan Alhamdulillah on foot mans-nya udah pada datang, mas Sabiq, mas Harik, mas Hilman, mas Abdillah, mas Habib, mas Sholeh, dll.

Kita ngumpul, trus tak kusangka tiba-tiba ayah Pidi berjalan di depanku menuju panggung makai kemeja warna putih (khas kampanye, haha) dan kupluk khas-nya itu. Lalu, kami merapat di depan panggung. Meski berdesak-desakan, kita nonton di depan euy, haha.

Ada empat lagu yang dibawakan ayah Pidi. Lagu pertama itu tentang anjing dan kucing, entah apa judulnya. Kata Ayah, “Anjing tidak pernah mengerti dia disebut anjing. Begitu juga kucing, harimau, dll. Ya begitulah manusia, suka ikut campur urusan Anjing”. Haha. Liriknya gini: //Kupunya anjing. Kuberi nama kucing. Bila kupanggil kucing dia mengonggong menghampiriku juga. Anjing adalah musuhnya kucing. Dia memusuhi diri sendiri.

Usai nyanyi itu ayah bilang: “Lagu ini menjelaskan untuk memerangi musuh, yaitu musuh yang ada dalam diri kita sendiri”; “Saya tidak pernah mencoba lebih baik dari orang lain, tapi saya mencoba lebih baik dari diri saya kemarin”. Yap, super sekali, Pidi Teguh Broken Ways, haha…

Lagu kedua, judulnya ayah konda. Kocak banget. Kamu bakal ngakak aja dengerinnya, dan bakal membayangkan sesuatu absurd yang hanya ibu yang tahu. Banyak hal romantis yang diceritakan ayah Pidi, seperti, ayah itu pernah nulis surat pada istrinya, dikirim ke kantor pos ke rumahnya sendiri. Tapi pas nyampe, dia sendiri yang nerima, haha, konyol. Ayah bilang itu romantis. Lalu, ayah juga sering ngirim e-mail ke istrinya, meski satu rumah gitu, hahaha. Ada nggak, suami yang kayak gitu lagi? Haha.

Ayah juga bilang, kalau kamu suka dan cinta pada seseorang, “Buatlah dia bahagia, jangan banyak kau gombali dengan kata cintamu. Kalau setiap hari kau mengatakan cinta dia akan bosan. Tapi kalau setiap hari dia kau buat bahagia, siapa coba yang bosan?”. So sweet banget!

Lagu ketiga itu tentang Nia, sesorang yang pernah ayah sukai dulu. Masih dengan lirik yang kocak dan easy listening. Terus, usai nyanyi sesinya, Tanya jawa-tanya jawab.

Ada orang yang bertanya tentang sebenarnya kepribadian Ayah di depan teman,keluarga itu seperti apa sih? Ayah menjawab:

Setiap orang itu berbeda-beda. Bayangkan, kalau kamu menjadi se-ekor kucing jangan mengonggong karena mengonggong lagi trend. Kalau kamu jadi se-ekor bangau jangan kau membeli surai agar kau tampak seperti harimau. Kalau kau jadi se-ekor tikus, jangan menggunakan mantel manusia agar kau berlagak seperti manusia dan meninggalkan comberan padahal itu tempatmu yang nyaman.
“Untuk membuat dirimu kreatif itu tidak perlu ikut seminar kreativitas. Nanti kamu ikutin apa yang dibicarakan pembicaranya kamu jadi nggak kreatif. Kreatif itu adalah dampak karena kamu menjadi dirimu sendiri. Kalau kamu se-ekor bangau dan kamu tahu tinggalnya di rawa kamu akan tahu bahwa kakimu akan panjang, benar nggak? dan akan jelas kamu akan berbeda dengan harimau, betul? Kalau kamu se-ekor lalat badanmu akan menyesuaikan lingkunganmu. Maka kamu adalah ciri khasmu. Jangan-jangan kamu jelek bukan karena kekurangan tapi ciri khasmu. Karena kalau kamu ganteng, kamu bingung ini siapa?
“Orang hebat itu bukan yang kuat dan taat, tapi yang bisa menyesuaikan dengan keadaannya. Kalau menjadi se-ekor kecoak jangan jadi kecoak yang baik nanti kamu bukan lagi kecoak, jadilah kecoak yang membuat ibu-ibu yang suka berdandan menjadi menjerit. Begitu juga se-ekor tikus dia menjijikkan, jangan jadi tikus indah, karena bukan tikus lagi.
“Setan itu beribadahnya berbuat salah. Kau tak boleh melarang setan menggodamu. Ketika nabi dihina orang, aku tanya dulu siapa yang menghina? Musuh bukan? Iya musuh. Pantaslah musuh tugasnya menghina. Kalau musuh memuji-muji, kamu curigai dia.”

Ada cerita lucu lagi, saat ujian kan ayah nggak bisa njawab, lalu diisi kertas itu dengan jawaban “Allahu ‘alam”, katanya kalau guru itu menyalahkan berarti dia murtad, hahaha. Sekolah mengajari kita percaya diri, tapi saat ujian ada kunci jawaban. Kebenaran ada di luar dirinya, bukan dalam dirinya. Atau kisah anak ayah si Timur, ia malu saat tampil di depan orang banyak, malu pada penonton, lalu ayah bilang, “Kamj jangan malu, yang harusnya malu itu penonton. Bisanya cuma nonton. Tapi kalau kamu tahu suaramu jelek dan nekat tampil itu memerlukan kekuatan mental yang besar”, haha, kacau!

Konser akustikan hari ini diakhiri dengan lagu tentang Nia lagi, tapi kisahnya ditolak. Haha. Magrib telah berkumandang, lalu panitian menginstruksikan untuk mengambil kupon angkringan, buat buka bersama bareng. Dan, mengantrilah kita, makan bareng-bareng lesehan. Nikmat sekali!
Di sisi sana, ayah Pidi sedang kebanjiran para fans yang minta foto dan tanda tangan. Usai makan, mas Abdillah dan mbak Sayu minta tanda tangan juga. Lalu, disusul mas Sabiq, hal lucu terjadi, saat semua ngantri tanda tangan di buku ayah Pidi, mas Sabiq minta tanda tangannya di buku kwarto merah isi 200, Ayah ketawa, mungkin di otaknya, “Ini apa gitu?” ketawanya bersahabat banget. Kalau mas Abdillah beda lagi, dia minta tanda tangannya di kaos, trus mas Sholeh ikut-ikutan deh, haha. Berhubung kamera HP ku nggak ber-standar saat dipakai buat foto malam, sebagai kenang-kenangan juga, aku buka note kecilku, aku minta tanda tangan juga. Lalu, aku cium tangan ayah dan aku ajak salaman. Ayah Pidi nepuk pundakku sambil bilang, “Semoga sukses” ahhh, senang sekaliii, aamiin.
Tanda Tangan Ayah Pidi
Lalu, setelah kenyang, istirahat sebentar. Kita pulang. Aku milih jalan kaki aja sama anak-anak Eska yang lain. Pengen aja malam minggu jalan-jalan menikmati udara Jogja. Kapan lagi coba bisa kayak gini? Ya, bertujuh kita jalan kaki: aku, Mas Sabiq, mas Harik, mas Abdillah, mas Hilman, mas berbaju putih, dan mas berbaju biru. Diajak main juga ke oulet biz.net, disana ngobrol, ngopi, bercanda, dll. Kita juga ditemani rintik-rintik hujan yang turun lembut sekali.
Terima kasih Allah untuk hari ini.

Jogja, 12 Juli 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar