Minggu, 25 Februari 2024

Catatan Film #5: Bob Marley: One Love (2024)

 "Emancipate yourselves from mental slavery
None but ourselves can free our mind
Whoa! Have no fear for atomic energy"

--Redemption Songs, Bob Marley

Rita, istri Nesta bertanya tentang lagu ini, "Kapan kau membuatnya?" Dia menjawab, "Seumur hidupku." Musik dan lirik bagi Nesta tak bisa dipisahkan, dan lagu "Redemption Songs" ini salah satu lagunya dengan lirik yang sangat kuat. Bayangkan gagasan ini keluar dari latar belakangnya sebagai kelompok ras manusia di Jamaika yang kondisinya masih dikucilkan, di dunia ketiga dengan semua persoalan tribalnya, hanya tiga kata: songs of freedom.

Bob Marley aka Nesta meninggal semuda itu saat umur 36 tahun karena kanker kulit. Reggae dan Rastafari yang menjadi ideologi hidupnya semacam menjadi cahaya yang mengilhami karya-karya Nesta. Saat ditanya kenapa reggae begitu populer? Jawabannya serupa argumen yang dibangun oleh orang-orang besar sepanjang sejarah yang tak pernah mementingkan dirinya sendiri: reggae adalah musik rakyat, dia hadir dari sanubari orang-orang kecil. 

Exodus, album Bob Marley dan The Wailers yang dinobatkan Times sebagai salah satu album besar abad ke-20 liriknya syarat pesan-pesan transenden dari bibble dan ajaran Jah, Rastafar(a)i. Marley suka buku cerita Haile Selassie (Mantan Kaisar Etiopia) dibaca Nesta berkali-kali, buku perjuangan para kulit hitam, tak hanya Jamaika tapi juga dunia. 

Menonton film ini di XXI Plaza Indonesia, aku seperti diajak ke sebuah negara dengan penduduk yang sebagian besar kulit hitam secara lebih nyata, sangat nyata. Mereka tidak dijadikan figuran, tapi menjadi aktor itu sendiri. Dari awal film, Nesta kecil dengan gambaran suasana vintage yang menyejukkan mata, pelan-pelan film ini beurbah menjadi baku penembakan tak bertanggungjawab di Jamaika, bahkan Nesta yang hendak mengadakan konser perdamaian bagi negaranya nyaris tertembak.

Namun, Nesta adalah jamaah Rastafari yang kuat. Tidak dijelaskan secara detail terkait ajaran ini, namun yang pasti mereka punya pakem dan selingkung mereka sendiri. Inspirasi lagu-lagu Nesta banyak didapat dari ajaran Rastafari, dengan tuhan Jah sebagai mandatornya. Film ini juga menunjukkan sosok setia dan kebapakkan yang dimiliki Nesta ketika bersama anak-anak dan istrinya. Banyak hal-hal menarik, beberapa di antaranya: rambut gimbal membuat peluru di kepala Nesta/Rita melambat beberapa detik sehingga melindungi sarafnya. 

Oiya, pas selesai nonton kebetulan lagi ada semacam gala screening film Ratu Adil. Nah, para kru dan pemainnya datang, dari Dian Sastrowardoyo (yang datang ditemain suaminya Maulana Indraguna Sutowo dan anak lelakinya Shailendra Naryama Sastraguna Sutowo), ada pula Nino Fernandez, Ira Wibowo, Doni Damara, dan kru lain yang aku kurang tahu namanyan. Ketemu Mas Adi kos yang sedang kerja juga, wkwk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar