Toko Barang Mantan (2020)
Tokonya unik, latarnya aku suka dan sekilas dari segi pewarnaan mirip filmnya Wes Anderson. So cheerful. Kalau aku punya tokonya, aku yakin akan betah jadi pegawainya seperti Amel (Dea Panendra) dan Rio (Iedil Putra). Aku bagian yang menulis sejarah dari tiap barang yang dijual.
Di film ini juga suka dengan spot-spot Jakarta yang tak asing. Dari GBK, Universitas Atmajaya, MRT Istora Senayan.
Meski dari konflik utama terasa so-so, Tristan (Reza Rahadian) dan Laras (Marsha Timothy) yang beda karakter saling menjalin relasi asmara. Tak ada ungkapan cinta Tris ke Laras, karena Tris menganggap cinta itu tai kucing. Ya, dari pengalaman ayahnya yang usai ditinggal setahun mamahnya meninggal kemudian menikah lagi. Hubungan Tris dan ayahnya adalah perang dingin.
Beda dengan Tris, Laras hidup dalam keluarga yang penuh kehangatan. Penuh cinta dan terbiasa menunjukkan kasih sayang. Berhubungan dengan Tris membuatnya bertanya-tanya, karena Tris tak pernah menembaknya, dan dia tak menganggap Tris adalah mantannya.
Kisah menembak Tris lucu, ya, di perpustakaan, dengan story telling yang dibuat sedemikian rupa.
Yang baru dan berkesan dari film ini, ide tokonya, tak lebih.
Noktah Merah Pernikahan (2022)
Lebih suka akting Marsha di film ini daripada di Toko Barang Mantan. Di sini Marsha sangat tampak lebih natural, dewasa, sesuai umur, dan feeling dapat. Film ini sangat alami menggambarkan hubungan dan konflik suami istri pasca usia pernikahan mereka yang memasuki 11 tahun.80 persen film ini alurnya sangat nyata, dan 20 persennya terasa diminta kelar cepat.
Konflik utama dipicu oleh orangtua/mertua dari masing-masing tokoh utama, yang terlalu ikut campur dalam rumah tangga. Hingga muncul orang ketiga bernama Yuli (Sheila Dara Aisha) yang dianggap menjadi pemicu perpecahan.
Sang istri bernama Ambar (Marsha Timothy) dan sang suami Gilang (Oka Antara) terlibat konflik rumah tangga yang cukup rumit dan memakan batin. Mereka punya dua anak, Bagas dan Ayu yang masih kecil usia SD.
Film ini gambarin style Ibu Rumah Tangga yang kusuka, OOTD ibu yang kusuka, rumah idaman kecil mungil yang kusuka, design interior yang kusuka, landcascape architecht yang kusuka, fasad rumah yang kusuka, tempat workshop yang estetik, taman kecil yang tak lebai, hingga jumlah anak yang kusuka dan tipe suami yang meski gak sempurna tapi gak mau nyakitin istrinya. Banyak hal yang kupelajari dari film ini, dan membuka doa-doa lain yang belum sempat kudaftar menjadi doa.Dari awal sampai akhir aku betah nonton film ini, di akhir film sempat nangis. Dari sisi Ambar kukira ada sifatku juga yang sepertinya, yang keras kepala, mandiri, dan seolah merasa selalu sendiri.
Jika tujuan film ini ingin mengajarkan terkait "value" dalam menjalin sebuah hubungan, ya, cobaannya terlalu banyak, yang ketika aku menjadi Ambar sekali pun, belum tentu akan bisa melewati itu.
Selain itu, dari sisi sinematik dan gambar, film ini aku menikmati banget.
Kulari ke Pantai (2018)
Film yang menarik, di sini peran Marsha sebagai Ibu Uci, ibu dari Samudra Biru (Maisha Kanna) kembali membuat kehidupan ibu-ibu jadi sejenis petualangan hidup yang menarik. Sebagaimana film Tiga Hari untuk Selamanya, film ini mengajak penontonnya untuk berjalan-jalan sepanjang Pulau Jawa dengan rute berbeda. Kita diajak jalan-jalan dari Jakarta, Cirebon, Temanggung, Magelang, Jogja, Surabaya, Blitar, Bromo, Situbondo, Bali, hingga kembali ke Rote, NTT.
Konfliknya pun sangat keseharian, Sam dan sepupunya Happy (Lil'li Latisha), yang mempunyai kepribadian yang berbeda diajak saling bekerja sama. Happy sebagaimana princess, feminin, dan selalu ngomong bahasa Inggris harus semobil dengan Sam yang tomboy, berani, dan penyuka surfing. Mereka dalam perjalannya saling berselisih, entah masalah sugar rush, gaya Happy yang ingin menang sendiri, hingga mereka saling bekerja sama menolong seorang anak di daerah yang menderita usus buntu.
Sebagai anak kecil, Sam dan Happy punya mimpi yang sama: bertemu sang idola. Sam ingin bertemu surfer Kailani Johnson; dan Happy ingin bertemu dengan sejenis girlband bareng gank-nya di Jakarta.
Yang menarik dari film ini adalah pemandangannya. Ya, sangat keren, tak kalah keren dengan film Trinity, The Naked Traveller. Dan pemandangan di film ini lebih dekat dan familiar di aku karena pengalaman perjalanan yang lalu-lalu, haha.
Yang membuat related juga dengan kehidupan lalu, karena film ini juga ada pemain tamu, suami-istri Edward Suhadi (Pak Edi) dan Francy Tanumihardja (Fifi). Ingat Pak Edi, jadi ingat blog beliau, kesetiaan beliau pada Fifi, dan cerita romantis lain. Mereka keren.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar