Ila yang berkerudung putih |
Aku masih ingat tahun 2013 lalu, saat pertama Ospek Fisika
di UIN Jogja, Ila adalah sahabat sekaligus kenalan pertamaku. Dalam pandanganku
saat itu yang masih belum mengenal banyak hal, Ila bagiku masih seperti orang
asing, wajahnya berbeda, warna kulitnya berbeda, dan suaranya pun juga. Ila
adalah prototype aku mengenal (dalam konsep Levinas) “the other” yang lain di
luar diriku.
Saat itu kami berkenalan, Ila bilang dia dari Ambon, Maluku, tapi lebih tepatnya dari Sepa, Amahai, Maluku Tengah. Tak butuh waktu lama, kami dekat karena Ila adalah sosok orang yang bersahabat, dan dia bersahabat dengan siapa saja. Berbeda denganku yang lebih banyak diam dan hanya teman-teman tertentu saja yang sepertinya bisa dekat, Ila tidak, Ila bisa berteman nyaris dengan semua karakter teman-teman di kelas, bahkan dia juga dekat dengan kakak-kakak kelas dan adik-adik kelas angkatan kami.
Faktor yang mendekatkan kami yang lain adalah umur. Kami berdua sadar, kami termasuk generasi yang telat kuliah. Ila kelahiran 92 dan aku 93, sedangkan rata-rata angkatan kami kelahiran 95. Dia berulang tahun pada 21 Agustus (rasi bintang Leo). Salah satu teman lain yang juga umurnya tak jauh adalah Paryanti yang juga kelahiran 92. Jika aku dan Par sering dipanggil Mbak oleh teman-teman yang lain (seolah kami sangat tua, wkwk), Ila tidak, bagiku itu adalah privelege dan keberhasilan dia dalam bergaul dan melebur dengan teman lain sehingga tak ada batas yang dia ciptakan. Secara tidak langsung dia juga ingin bilang jika “kami sebaya.”
Kami sering bermain bersama, tentu gerombolan kami: aku, Ila,
Yuli, Mifta, Andri, Huda, dll. Tak jarang, dari beberapa kali Ila pindah kos,
aku beberapa kali main ke tempat kosnya dan kadang menginap. Kuberi tahu, kos
Ila bersih, rapi, dan tertata. Aku betah di kos Ila, dia juga kadang menyimpan
amunisi jajan dan cemilan yang dia bagikan. Dia tipe sahabat yang mudah disukai
siapa saja.
Pertemananku dengan Ila juga dekat karena kami satu penjurusan di Geofisika. Beberapa kali juga, bahkan sering, kami satu kelompok dan mengerjakan project geofisika lapangan bersama. Kami juga pernah naik Merbabu bersama, atau panas-panasan, hujan-hujanan ngambil data geolistrik di Gunungkidul dan Piyungan, atau ngamatin batu-batu di Bayat, dll, bersama. Ila adalah teman seperlajalanan yang baik. Dia juga tak pernah mengeluh, seberat apa pun mungkin beban yang dia pikul, tapi dia jarang menunjukkan kesedihannya. Atau mungkin juga kalau dia sakit, dia jarang menunjukkan jika dia sakit.
Ila juga meski tak menonjol di bidang akademik (sama
sepertiku), dia rajin. Entah sepertinya Tuhan juga telah mengatur, aku dan Ila
menjalani wisuda bersama pada bulan September 2018 lalu. Saat itu di angkatan
kami yang diwisuda ada empat: Ila, Sismi, Samsul, dan aku. Meski kami bukan mahasiswa
teladan secara akademik, IP kami masih mayanlah wkwk.
Ila adalah sosok pekerja keras. Di sela-sela kuliahnya pada semester akhir, dia bekerja sebagai penjaga booth pakaian di Lippo Plaza Mal (Mal yang letaknya bertetanggaan dengan UIN). Aku perhatikan, semenjak bekerja di sana, Ila berubah menjadi anak yang lebih stylist dan modis. Hobi Ila yang lain adalah mengabadikan moment, ya, selfie dan wefie. Di banyak kesempatan, Ila jadi promotor pemersatu dalam urusan potret memotret. Seolah hobi Ila ini juga menjadi tanda, dia ingin dikenang kawan-kawannya melalui arsip foto. Setelah kepergian Ila, aku barus sadar foto-foto itu punya arti banyak pula dalam mengingat sebuah moment.
Hari ini, Selasa, 27 Desember 2022, usai bangun tidur yang sangat pagi, kabar sedih itu kuterima di WAG Fisika 2013. Lisa memberi kabar melalui status Mbak Maghfirah, jika Ila telah berpulang ke Allah SWT. Ila meninggal pada Minggu, 25 Desember 2022 lalu di umur yang ke 30 tahun. Tidak ada keterangan Ila meninggal karena apa, barangkali sakit, tapi sakitnya pun kami tak ketahui, karena sepengetahuanku Ila tak pernah mengalami penyakit yang serius.
Kabar itu membuat rasa kehilangan
langsung menyelimuti kami.
Dari Ila aku belajar, persahabatan bukanlah satu hal yang besar, tapi kumpulan dari jutaan hal-hal kecil. Dari Ila aku belajar, meski kondisi hidup tak selalu baik, tapi tetaplah tersenyum dan berpikir positif. Dari Ila aku belajar, hal pokok dalam hidup adalah menjaga tali persaudaraan.
Selamat jalan Ila, semoga husnul khatimah. Aku bersaksi jika
Ila adalah orang baik.
Selamat berjumpa di lain alam dan kesempatan.
Isma S.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar