Studi ini menganalisis terkait proses ketenagakerjaan pekerja ojek dan bagaimana perusahaan platform mengontrol mereka. Metodenya menggunakan wawancara mendalam dengan sopir Go-Jek dan Grab antara bulan Juni 2020 dan Juni 2021 di Yogyakarta, Kediri, dan Jakarta. Setidaknya ada 15 driver yang diwawancara.
Artikel ini menganalisis bagian yang paling relevan dari gig ekonomi yang berkembang di Indonesia. Berfokus pada platform yang dimediasi oleh layanan transportasi dan pengiriman makanan. Go-Jek dan Grab merupakan dua platform terbesar yang memberi layanan penumpang di ekosistem digital. Mereka menghubungkan antara pekerja, konsumen, restauran, toko, dlsb.
Tahun 2016, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 9,78%. Dari data Perkumpulan Prakasa (2016), tiga alasan mengapa driver bergabung pada platform digital: waktu yang fleksibel (24,2%), menambah pendapatan (19,2%), dan bonus yang tinggi (10,9%). Fleksibilitas dan otonomi bagi pekerja ini menjadi keuntungan vital di masa ekonomi berbagai seperti sekarang ini.Riset ini menggunakan Teori Proses Ketenagakerjaan (Labour Process Theory, LPT). LPT menyelidiki "gerakan konversi" yang mengubah pekerja ke dalam komoditas, untuk memberikan penjelasan tentang metode manajerial dan pengawasan yang ditegakkan oleh digital platform, serta peran teknologi dalam mentransformasi pekerjaan menjadi komoditas.
Dalam LPT, prioritas manajemen utama dalam ekonomi kapitalis adalah pekerja. Aktivitas produktif mengizinkan adanya ekstrasi surplus nilai yang ada dalam struktur kontrol yang hirarkis. Riset ini menunjukkan, pekerja diubah menjadi komoditas, di mana permintaan dan penawaran kerja dimediasi oleh platform digital.
Dalam konsep ekonomi-politik Marx, proses kerja adalah transformasi atau perubahan gerak dari proses produksi menuju komoditas konkret atau layanan yang menciptakan nilai; di mana keuntungan ini berguna bagi kapitalis. Dalam sistem kapitalis, kerja dianggap sebagai tema eksploitasi yang menguras nilai dari pekerja.
"Work processes can be traced back to the struggle
for autonomy, and they can be opportunistic or even supportive of managerial
objectives."
Manajemen algoritma digunakan dalam industri ojol ini serta memainkan perna signifikan, termasuk dalam mekanisme kontrol dan pengawasan di tempat kerja. Seperti penggunaan sistem timbal baik (feedback), bintang (rating), dlsb.
Studi ini memperlihatkan adanya ketidakseimbangan relasi kuasa yang menimbulkan ketidakpuasan dan konflik. Proses kerja yang mengalienasi, perusahaaan mempromosikan eksploitasi pekerja di bawah bingkai retorika kebebasan, fleksibilitas, dan kemtiraan.
Proses tersebut yang dinamai oleh peneliti sebagai "eksploitasi algoritma", di mana perusahaan platform secara bebas menggunakan teknologi dan melakukan proses kontrol melebihi operasi pada pekerja dengan menerapkan standar pelayanan yang tinggi. Sementara pekerja terjebak dalam kata-kata manis "partner" (mitra).
"The relationship between the platform and the driver as a partner relationship and not as a worker and employer, makes the platform party the beneficiary."
Kontrak yang bias juga berisiko bagi pekerja. Seperti terkait perlindungan kerja, gaji yang di bawah standar, sedikit jaminan kerja, dan menghadapi ketidakamanan dalam pekerjaan. Pekerjaan ojol ini juga berhubungan dengan emotional labor yang tinggi. "Upon receiving an order for food, the location was far away, the queue was long, and the customers were occasionally impatient...." A, driver Jakarta, yang tentu ini berdampak pada kesehatan mental.
Kerja emosional ini didefinisikan sebagai proses di mana
pekerja mesti memberikan emosi mereka dalam mengikuti standar organisasional
dan guideline yang ditetapkan oleh pemberi kerja. Seperti driver harus
mengendalikan kontrol emosi mereka secara positif, driver harus sopan, driver
harus berkata baik, dll.
Proses ojol terdiri dari: tahap registrasi, mendapat orderan (tawaran)--dalam proses ini, pemilihan konsumen ditentukan oleh platform berdasarkan pada elaborasi algoritma yang tak bisa diakses oleh driver--, hingga tahap evaluasi menggunakan rating/bintang.
Selain itu, driver juga dikontrol melalui GPS atau data GPS, yang memperlihatkan lokasi dan tujuan. Serta dapat diawasi kecepatan mengendarai, tidak lebih dari 50 km/jam. Data ini bisa dipakai oleh perusahaan platform untuk kepentingan mereka. Pada proses-proses tersebutlah, terjadi asimetri informasi yang menciptakan mekanisme kontrol yang berdampak pada proses kerja dan pekerja.
Sistem manajemen kerja samaran diterapkan dengan dua cara, manajemen pelanggan dan penerapan metode gamifikasi. Driver akan diberikan prioritas berdasrkan rating performa mereka, yang berimbas pada kuantitas orderan. Gamifikasi dibuat untuk menguasai pekerja.
Sementara untuk gamifikasi merupaka proses di mana pekerja "seolah-olah" menciptakan sendiri aturan mereka, sering berbentuk tujuan personal, untuk memotivasi pekerja dan mengurangi tekanan dengan mengikuti regulasi perusahaan. "Setting a personal goal may motive workers to work harder to meet the next goal."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar